OTT KPK dan Perayaan Tegaknya Keadilan
Bagikan opini, gagasan, atau sudut pandang Anda mengenai isu-isu terkini
Kirim Tulisan

Kolom

OTT KPK dan Perayaan Tegaknya Keadilan

Senin, 17 Des 2018 12:00 WIB
Dani Ismantoko
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com
Warga Cianjur rayakan OTT KPK terhadap sang bupati
Jakarta - "Hidup KPK?" teriak massa dalam perayaan sebuah OTT KPK di suatu daerah.

Seorang bupati terkena OTT KPK dan masyarakat merayakannya. Ini jarang terjadi. Saya kira itu bukan perayaan atas kebencian kepada seseorang. Tetapi, perayaan atas tegaknya keadilan. Agaknya, arus semacam itu layak untuk dinasionalkan.

Indonesia darurat korupsi. Hampir semua lini di birokrasi-birokrasi kita, baik swasta maupun negeri sangat rawan adanya korupsi.

Pembersihan terhadap hal tersebut sudah dilakukan. Maka lahirlah lembaga yang dinamakan KPK. Komisi Pemberantasan Korupsi. Namun, apa yang dilakukan KPK, alih-alih membuat korupsi hilang, korupsi semakin merajalela.

Itu bukan salah KPK. KPK telah melakukan tugasnya dengan sangat baik. Walaupun beberapa kali ada polemik. Tetapi, saya kira itu tidak terlalu mempengaruhi kinerja KPK secara signifikan.

Sebagaimana sel-sel tubuh kita yang semakin dilatih semakin kuat. Atau, otot-otot kita yang semakin dilatih membuat tubuh semakin perkasa. Apa yang dilakukan KPK agaknya menimbulkan efek yang sama. Semakin garang menangkap koruptor, semakin canggih pula para koruptor itu melakukan korupsi.

Kalau maling dengan metode dan langkah yang biasa dilakukannya dapat diidentifikasi dengan mudah oleh warga, maka ia harus mencari metode dan langkah-langkah lain yang lebih canggih, supaya warga tidak mudah mencium gelagatnya.

Sebenarnya hal tersebut adalah naluri dasar manusia untuk melakukan survival, bertahan hidup. Kesulitan-kesulitan hidup justru semakin menguatkan ketahanan manusia untuk menjalani hidup.

Konon salah satu pendidikan Bangsa Sparta untuk membentuk mental prajurit tangguh generasi penerusnya adalah dengan melepaskan seseorang pada usia tertentu di hutan. Kalau ia selamat dari binatang-binatang buas di hutan tersebut, maka ia layak dimasukkan ke dalam jajaran prajurit pilih tanding. Siap untuk diikutkan dalam perang. Kalau ia tidak bisa keluar dari hutan, entah karena mati, melawan hewan buas, atawa bersembunyi terlalu lama, berarti ia gagal. Pendidikannya langsung berurusan dengan hidup-mati. Dalam cerita Perang Troya yang legendaris itu kita tahu betapa tangguh dan cerdasnya pasukan-pasukan Spartan.

Kini, kata Spartan dijadikan simbol dari pejuang yang tak kenal lelah.

Korupsi yang tak kunjung bisa diselesaikan bisa jadi karena para koruptor yang melakukan korupsi-korupsi itu telah mencapai "maqom" seperti para prajurit Spartan tadi. Tidak kenal lelah dalam berjuang supaya terhindar dari berbagai jeratan hukum, atau bahkan supaya baunya tidak terendus oleh siapa pun.

Maka, perlu ada upaya lain supaya korupsi benar-benar bisa dibasmi sampai ke akar-akarnya. Dalam dunia pendidikan kita, karakter dijadikan wacana-wacana yang selalu disuarakan. Muncullah wacana pendidikan karakter yang beberapa tahun yang lalu booming. Sekarang sudah tidak terlalu terdengar lagi

Walaupun banyak sekali sekolahan yang mem-branding dirinya dengan jargon-jargon seperti "sekolah berkarakter" atau "sekolah berbasis pendidikan karakter", pada kenyataannya pendidikan karakter tidak berjalan secara maksimal. Contoh kecil saja, menyontek ketika ujian masih bersimaharajalela di mana pun lembaga pendidikannya. Bahkan, saya sendiri pernah mendengar sebuah pernyataan dari seorang anak SMP ketika saya sedikit berbincang-bincang dengannya tentang menyontek, katanya, "Menyontek adalah salah satu usaha untuk mengerjakan soal." Mungkin jawaban tersebut setengah bercanda. Tetapi, biasanya konten bercandanya seseorang berasal dari pengalamannya sendiri.

Belum lagi tentang karakter-karakter lain selain kejujuran yang tampaknya jauh dari kata ideal. Setiap pagi pada hari aktif sekolah kita melihat banyak anak SMA, MA, atau SMK yang berangkat dengan mengendarai motor seperti tidak tahu aturan lalu lintas. Salah satu pelanggarannya adalah menerobos lampu lalu lintas yang sudah merah baru beberapa detik. Bukankah itu keberanian yang salah tempat karena kalau dia sedang tidak beruntung bisa jadi akan mencelakakann dirinya sendiri. Yang membuatnya pasti tidak akan jadi berangkat ke sekolah hari itu. Pendidikan karakter bisa dikatakan belum berhasil. Apalagi untuk membentuk karakter jujur.

Maka, ada upaya lain yang harus dilakukan supaya korupsi tidak semakin parah. Membangun kesadaran "benci terhadap korupsi".

Ingat, yang dibenci adalah perbuatan korupsinya. Bukan orangnya. Selama orangnya masih diberi kesempatan untuk menghirup napas oleh Pemilik Kehidupan berarti dia masih diberi kesempatan untuk berubah. Di sinilah peran KPK. Menebarkan kasih sayang dengan cara menangkap pelaku, diproses secara hukum, memberikan hukuman kepada pelaku supaya pelaku bisa berubah mentalnya. Tidak bermental korupsi. Adapun masyarakat, berperan dengan cara berkesadaran untuk benci korupsi.

Saya yakin untuk membangun kesadaran antikorupsi, benci terhadap korupsi (yang akhir-akhir ini sudah semakin jarang dilakukan) pasti bisa.

Arus itu sudah dicontohkan oleh masyarakat yang kepala daerahnya baru saja terkena OTT KPK. Mereka merayakannya di alun-alun. Bahkan ada angkot yang merayakannya dengan memberikan tumpangan gratis kepada penumpangnya.

Sekali lagi, saya yakin itu bukan perayaan kebencian terhadap seseorang. Tetapi, perayaan atas tegaknya keadilan. Tentu saja karena masyarakatnya berkesadaran "benci terhadap korupsi".

Akan lebih efektif dalam membantu upaya pembasmian korupsi jika itu terjadi pra-penangkapan. Bukan perayaan keberhasilan, tetapi menyuarakan ketidaksetujuan. Dan, akan semakin baik lagi jika kesadaran "benci terhadap korupsi" menjadi kesadaran "tidak mau korupsi". Sehingga, siapa pun itu, di mana pun ia berada tidak akan mau sedikit pun mengambil atau menerima sesuatu yang bukan haknya.

Dani Ismantoko penulis, tinggal di Bantul

(mmu/mmu)




Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads