Pengelolaan sampah perlu dilakukan oleh seluruh lapisan masyarakat, terutama di tingkat rumah tangga. Gerakan 3R (reduce, reuse, dan recycle) dan memilah sampah organik dan non-organik sendiri bukanlah hal baru di Indonesia. Berdasarkan riset pemahaman pemilahan sampah masyarakat Palangkaraya pada 2016, sebagian besar masyarakat cukup paham tentang pemilahan sampah yang baik. Bahkan pada tingkat rumah tangga, beberapa keluarga telah menerapkan pemilahan sampah organik dan non-organik.
Namun, proses pemilahan sampah tidaklah instan. Sistem pengelolaan sampah di Indonesia masih mengikuti sistem lama yang tidak berubah. Jumlah sampah tetap bertambah tiap tahunnya walaupun telah dilakukan berbagai kampanye dan upaya pengolahan sampah. Oleh karena itu, perlu dilihat apakah benar dilakukannya pemilahan sampah pada tingkat rumah tangga dapat berpengaruh terhadap proses pengolahan sampah di TPA.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ada perbedaan pada kedua cara tersebut. Pada cara pertama, sampah terkumpul di TPS tanpa ada pemilahan sebelum diangkut. Sedangkan, pada cara kedua petugas kebersihan akan memilah sampah dan kemudian dipisahkan letaknya pada stasiun pemindahan. Sampah yang telah terkumpul pada TPS kemudian akan diangkut oleh truk sampah dinas lingkungan dan dibawa ke TPA.
Pada saat proses pembuangan sampah terdapat berbagai kendala karena keterbatasan fasilitas, terutama saat pengangkutan. Truk sampah yang tidak mencukupi jumlahnya akan menyebabkan sampah-sampah yang telah dipilah sekalipun menjadi bercampur kembali saat pengangkutan.
Bergantung pada Peraturan
Sistem pengelolaan sampah yang baik akan sangat bergantung pada peraturan yang menjadi dasar dari berjalannya sistem tersebut. Di Indonesia pengelolaan sampah diatur dalam UU RI Nomor 18 Tahun 2008, dan secara spesifik pengelolaan sampah rumah tangga diatur dalam PP Nomor 81 Tahun 2012.
Dalam Undang-Undang dijelaskan bahwa pengelolaan sampah adalah tentang bagaimana meningkatkan kesadaran dan koordinasi masyarakat, dunia usaha, dan pemerintah sehingga tujuan dari pengelolaan sampah --yaitu sampah dapat kembali ke lingkungan sebagai sumber daya tanpa membahayakan masyarakat dan lingkungan-- dapat tercapai.
Masyarakat, dunia usaha, dan pemerintah memiliki peranannya masing-masing. Pemerintah memiliki kewenangan untuk memfasilitasi dan mengembangkan kebijakan agar dapat mencapai tujuan dari pengelolaan sampah. Pemerintah dan pemerintah daerah wajib membiayai penyelenggaraan pengelolaan sampah, termasuk pengadaan angkutan umum, TPA, dan biaya ganti rugi apabila muncul dampak negatif terhadap lingkungan sekitar.
Masyarakat sendiri memiliki hak dan kewajiban berpartisipasi dalam penyelenggaraan pengelolaan sampah, serta mengurangi dan menangani sampah dengan cara yang berwawasan lingkungan, termasuk penerapan 3R dan pemilahan sampah.
Koordinasi yang seharusnya ada antara masyarakat dan pemerintah dalam mengelola sampah tidak terlihat karena tidak terlaksananya Undang-Undang secara utuh. Fasilitas yang tidak mengakomodasi menyebabkan pelaksanaan pemilahan sampah oleh masyarakat menjadi tidak signifikan terhadap proses pengelolaan sampah secara keseluruhan.
Untuk mencapai pengelolaan sampah yang terpadu dan baik, perlu ditingkatkan lagi keseluruhan dari sistem pengelolaan sampah. Dimulai dari penyediaan fasilitas, seperti penambahan jumlah truk sampah, pembedaan truk pengangkut agar sampah yang telah dipilah tidak lagi tercampur, dan memperbaiki TPS yang tersedia agar memiliki bagian-bagian terpisah untuk jenis sampah yang berbeda. Apabila fasilitas telah tersedia, maka tentunya akan memudahkan masyarakat dalam menerapkan upaya pemilahan sampah, dan tidak lagi membutuhkan pemilahan sampah untuk kedua kalinya di TPA.
Pemilahan sampah pada tingkat rumah tangga saat ini tidak menunjukkan pengaruh pada proses pembuangan akhir. Sampah dipilah dua kali, dan menyebabkan proses pemilahan pertama yang terjadi di tingkat rumah tangga menjadi tidak berarti. Tanpa diiringi dengan fasilitas yang sebanding dengan kebutuhan, maka usaha-usaha yang telah dilakukan masyarakat dalam memilah sampah akan menjadi sia-sia. Perubahan perilaku dari masyarakat tidak akan signifkan apabila belum ada sarana dan prasarana yang mendukung perubahan tersebut.
Eilien Theodora mahasiswa Ilmu Kesehatan Masyarakat
(mmu/mmu)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini