Data selalu dijadikan senjata penarik massa menjelang pemilu. Makin mendekati tahun politik, pencomotan data untuk argumen semakin liar. Urat syaraf yang terus dibuat tegang, politikus berseloroh dengan lantang, bahwa datanyalah yang benar. Pembenaran-pembenaran semacam ini akan terus berkembang, opini akan terus digulirkan.
Namun, seiring berkembangnya teknologi komunikasi, jurnalisme bukan satu-satunya media penyampai informasi. Media sosial juga urun informasi yang nir-interpretasi, penyumbang masalah miss-informasi, bahkan tokoh terkemuka bisa ikut andil menyebarkan data yang tidak benar untuk kepentingan pribadi. Penggiringan opini seperti ini sangat berbahaya bagi pemahaman publik. Alih-alih ingin menunjukkan kebenaran, realitanya hanya pembenaran dari wacana yang digulirkan.
Data digunakan hanya yang dirasa menguntungkan bagi pihaknya, sementara data yang tidak menguntungkan dikubur dalam hiruk pikuk kelantangan. Dengan melihat kondisi ini, agen statistik mampu menjadi penengah, bagaimana data statistik ditulis dan dikupas. Apa saja fenomena yang terkandung di dalamnya. Menulis sebagai ajang literasi data, supaya menjadi referensi publik. Bagaimana menentukan preferensi kebutuhan pembangunan supaya tidak berujung pada kegagalan, sehingga pengambil kebijakan menggunakan data sebagai pijakan.
Peran Agen Statistik
Akhir-akhir ini, agen-agen statistik telah mulai gencar menulis di media, baik media massa maupun media sosial. Agen statistik mampu meluruskan interpretasi yang keliru dalam penggunaan data.
Di Indonesia, agen statistik tidak hanya penyelenggara yang ada di badan pemerintahan, melainkan termasuk penyelenggara statistik sektoral, statistik khusus, serta forum masyarakat statistik. Sebagaimana amanah Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1997 tentang Statistik, Badan Pusat Statistik (BPS) merupakan Badan yang memproduksi data dasar. Interpretasinya? Agen-agen statistiklah yang mampu menulis dengan membedah fenomena di balik angka yang digulirkan.
Akhir-akhir ini, agen-agen statistik telah mulai gencar menulis di media, baik media massa maupun media sosial. Agen statistik mampu meluruskan interpretasi yang keliru dalam penggunaan data.
Di Indonesia, agen statistik tidak hanya penyelenggara yang ada di badan pemerintahan, melainkan termasuk penyelenggara statistik sektoral, statistik khusus, serta forum masyarakat statistik. Sebagaimana amanah Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1997 tentang Statistik, Badan Pusat Statistik (BPS) merupakan Badan yang memproduksi data dasar. Interpretasinya? Agen-agen statistiklah yang mampu menulis dengan membedah fenomena di balik angka yang digulirkan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Barangkali, agen statistik perlu memahami kegelisahan Enrico Giovanni, Kepala Divisi Statistik Organization for Economic Co-operation and Development (OECD). Salah satu tantangan besar dunia sekarang ini bukan terletak pada kualitas data statistik resmi saja, melainkan semakin banyak kelompok di masyarakat yang suaranya mendominasi opini publik salah dalam menginterpretasikan data statistik.
Penggunaan data statistik yang mendukung keberhasilan terkadang disalah artikan dengan hanya mengambil angka yang memperlihatkan suksesnya kebijakan. Akhirnya, mengabaikan angka yang dianggap menunjukkan kegagalan. Padahal, dari data itulah kebijakan dapat ditelurkan. Meskipun banyak sekali angka yang bisa diperdebatkan, namun seberapa tajam kebijakan yang dapat ditawarkan.
Kasus politisasi data, alih-alih menawarkan solusi. Strategi untuk menyudutkan rival dengan data masih menjadi andalan. Sebagai gambaran, meski telah menggunakan data statistik penguat argumen, pengamat dan politisi kita kadang kala terjebak dengan kondisi ekonomi yang dipelajari di bangku perkuliahan. Rendahnya pengangguran di beberapa wilayah dianggap sebagai kesuksesan. Namun, yang belum disadari adalah mobilitas penduduk, kesempatan kerja, dan lain-lain. Buktinya, daerah dengan konsentrasi pembangunan yang cukup tinggi memiliki angka pengangguran yang tinggi juga. Di sini hukum migrasi berlaku.
Strategi mengupas data yang menjadi indikator strategis negara bisa dijadikan kunci, kebijakan yang ditawarkan berpijak pada realita yang dihadapi (evidence based). Agen statistik dapat meluruskan pengaburan makna data yang sering terjadi dalam setiap musim kampanye. Data dikutip untuk pembentukan opini publik sebagai "fakta", tujuannya mengaibkan lawan politik, inilah yang perlu diluruskan. Sehingga publik tidak terbawa arus "mutan statistik".
Strategi mengupas data yang menjadi indikator strategis negara bisa dijadikan kunci, kebijakan yang ditawarkan berpijak pada realita yang dihadapi (evidence based). Agen statistik dapat meluruskan pengaburan makna data yang sering terjadi dalam setiap musim kampanye. Data dikutip untuk pembentukan opini publik sebagai "fakta", tujuannya mengaibkan lawan politik, inilah yang perlu diluruskan. Sehingga publik tidak terbawa arus "mutan statistik".
Kontestasi lima tahunan jangan sampai gagal menghadirkan data dalam gagasan. Jika itu terjadi, maka akan ada kemunduran, terutama peran agen statistik dalam meredam gejolak politisasi data. Bagaimana menghadirkan informasi dari data statistik secara lebih mengasyikkan.
Dengan berbagai media yang ada, terutama media massa dan media sosial, agen statistik mampu menulis untuk meliterasi penggunanya. Harapannya, pengguna data memahaminya secara komprehensif, tak terbawa arus politisasi data.
Jika penyediaan ulasan tentang data statistik ditulis oleh agen-agen statistik, setidaknya budaya politik kita tak hanya menjadi tontonan, namun juga tuntunan. Tulisan yang mencerahkan publik, menangkal hoax yang terus berkembang. Di sisi lain juga menjadi amal jariah dalam kehidupan.
Menulislah
Menulislah
Karena itu, agen statistik menulislah! Sebarkan data untuk konsumsi publik, sodorkan solusi, tunjukkan fenomena, keberhasilan apa dan pekerjaan rumah apa yang masih menjadi tugas para pengambil kebijakan. Pemerintah pusat hingga daerah yang sedang berkuasa membutuhkan informasi di balik angka statistik yang tersedia. Keuntungannya, mendekatkan data statistik dengan pengambil kebijakan.
Setidaknya ada dua hal yang bisa saya tengarai, mengapa agen statistik jarang menulis. Pertama, agen statistik yang berkecimpung menghasilkan data dasar beranggapan, kewajibannya hanya menelurkan data. Sementara, interpretasi dan fenomena adalah kewajiban analis yang sesuai bidang kerjanya. Misalnya, ekonom, sosiolog, kriminolog, dan lain-lain. Mereka lupa bahwa indikator yang dibangun adalah potret kehidupan masyarakat. Agen-agen statistiklah yang mengetahui fenomena lapangan, itulah yang harus diungkapkan.
Kedua, agen statistik merasa cukup sampai selesai menghasilkan publikasi. Padahal, publikasi adalah starting point, apa dan bagaimana data itu dimanfaatkan. Tanpa gambaran masalah yang dihadapi masyarakat, publikasi statistik hanya akan menjadi buku, bukan pijakan pengambilan kebijakan. Tak perlu terlalu bangga, jika buku yang dihasilkan hanya menumpuk di perpustakaan.Setidaknya ada dua hal yang bisa saya tengarai, mengapa agen statistik jarang menulis. Pertama, agen statistik yang berkecimpung menghasilkan data dasar beranggapan, kewajibannya hanya menelurkan data. Sementara, interpretasi dan fenomena adalah kewajiban analis yang sesuai bidang kerjanya. Misalnya, ekonom, sosiolog, kriminolog, dan lain-lain. Mereka lupa bahwa indikator yang dibangun adalah potret kehidupan masyarakat. Agen-agen statistiklah yang mengetahui fenomena lapangan, itulah yang harus diungkapkan.
Ada salah satu buku yang dapat dijadikan acuan, The Data Journalism Handbook: How Journalist Can Uses Data to Improve News (2012), tentang pentingnya pemahaman data bagi masyarakat awam, supaya statistik dapat dipahami lebih membumi. Sekarang, Indonesia tengah berada pada transisi literasi data (data literacy), yakni kemampuan untuk membaca, memahami, menyusun, dan mengkomunikasikan data sebagai informasi.
Setiap persoalan yang menyeruak mulai dijawab dengan mengurai sumber datanya. Setiap data yang diajukan diurai dari metode pengukurannya. Kesahihan menjadi kunci, fenomena apa yang terjadi. Tulislah fenomena itu. Kecuali, Anda sebagai agen statistik sudah dalam zona nyaman, dan membiarkan data dikutip sebagai pembenaran untuk kepentingan masing-masing golongan.
Udin Suchaini Analis Data di Badan Pusat Statistik
(mmu/mmu)











































