Menyoal passing grade pada tes CPNS kali ini cukup menarik. Berdasarkan Peraturan Menteri PANRB No. 37/2018 tentang Nilai Ambang Batas SKD Pengadaan CPNS 2018, passing grade bagi peserta SKD dari kelompok pelamar jalur umum masih sama seperti tahun lalu, yakni 143 untuk Tes Karakteristik Pribadi (TKP), 80 untuk Tes Intelegensia Umum (TIU), dan 75 untuk Tes Wawasan Kebangsaan (TWK).
Hal yang kemudian menjadi ramai diperbincangkan masyarakat adalah pada umummya mereka yang menganggap bahwa meskipun passing grade pada tes CPNS tahun ini relatif sama dengan tahun lalu, namun soal yang diujikan pada tes CPNS tahun ini memiliki tingkatan kesulitan yang juga lebih tinggi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sedangkan, angka yang cukup baik terdapat di tingkat pemerintah pusat (kementerian/lembaga), persentase kekosongan formasi jabatan hanya mencapai 12,90 persen.
Rendahnya persentase penerimaan tersebut dikarenakan kegagalan peserta tes CPNS di fase seleksi kompetensi dasar (SKD) yang di dalamnya terdapat komponen soal TKP, TIU, dan TWK, beserta passing grade yang menyertainya. Angka kekosongan tersebut tentu sangat mengkhawatirkan, terutama bagi pemerintah daerah yang membuka formasi jabatan CPNS. Alih-alih membutuhkan dan menerima CPNS baru sebagai akibat dari banyaknya PNS yang pensiun, justru banyak formasi jabatan di lingkungan pemerintah daerah yang masih kosong dikarenakan banyak peserta tes yang gagal memenuhi passing grade yang ditentukan.
Tentu saja hal ini akan berdampak secara langsung maupun tidak langsung terhadap jalannya roda pemerintahan daerah. Dampak langsungnya, beban kerja PNS di pemerintah daerah tentu akan bertambah seiring dengan kurangnya jumlah PNS yang diterima dan bekerja di lingkungan pemerintah daerah tersebut. Dampak tidak langsungnya, pelayanan publik yang diterima oleh masyarakat juga menjadi kurang maksimal sebagai akibat dari kurangnya dukungan sumber daya manusia (SDM) di lingkungan pemerintah daerah.
Mengenai hal tersebut, sudah selayaknya pemerintah pusat melalui Badan Kepegawaian Negara (BKN) memberikan solusi jangka pendek dan jangka panjang agar persoalan penerimaan CPNS tahun 2018 dapat terselesaikan dengan baik dan memberikan manfaat yang maksimal kepada pemerintah daerah dan masyarakat. Beberapa solusi yang dapat menjadi jalan alternatif di antaranya pertama, memaksimalkan hasil tes yang ada saat ini.
Secara operasional dapat dijelaskan bahwa panitia penerimaan CPNS dapat memilih peringkat teratas (sesuai dengan jumlah kebutuhan formasi) untuk dapat diangkat menjadi CPNS, meskipun beberapa diantaranya mungkin tidak memenuhi passing grade. Sebagai contoh, formasi jabatan A membutuhkan 5 orang CPNS, sedangkan hanya terdapat 3 orang yang dapat memenuhi passing grade untuk formasi tersebut.
Panitia penerimaan CPNS dapat memaksimalkan peringkat selanjutnya (berdasarkan ranking) sebagai bagian yang diterima pada proses SKD dalam formasi jabatan A tersebut meskipun peringkat selanjutnya tidak memenuhi passing grade, baik per bidang maupun secara akumulatif. Hal tersebut masih sangat dimungkinkan karena setelah diterima mereka masih harus melalui tes seleksi kemampuan bidang (SKB), dan juga ke depannya masih banyak kesempatan peningkatan kapasitas diri para CPNS melalui kegiatan pendidikan dan pelatihan (diklat) yang rutin digelar oleh masing-masing instansi.
Kedua, saya kurang sepakat dengan alternatif yang ditawarkan pemerintah dengan berencana menurunkan passing grade secara langsung pada tes CPNS kali ini. Daripada menurunkan passing grade yang ada, lebih baik melakukan pemetaan dan kategorisasi dari ketiga bidang yang ada dalam soal tes. Jika ada peserta tes yang tidak lulus salah satu dari tiga bidang tersebut, padahal secara akumulatif nilainya mencukupi nilai passing grade yang ditentukan maka peserta tes tersebut dapat diterima sebagai CPNS atau diterima untuk mengikuti proses tes selanjutnya (SKB).
Dua solusi tersebut dirasa lebih mudah dan lebih baik dilakukan dibandingkan dengan mengadakan tes ulang CPNS. Dengan adanya tes ulang CPNS, maka pemerintah mau tidak mau harus mengeluarkan anggaran tambahan (tidak efisien), dan di sisi lain selama passing grade tidak diubah atau diturunkan maka tidak ada jaminan bahwa peserta yang tes akan mencapai passing grade yang telah ditentukan.
Dua solusi tersebut dapat dimanfaatkan sebagai solusi jangka pendek yang dapat diambil guna memenuhi kuota formasi CPNS baik di lingkungan pemerintah daerah maupun pemerintah pusat (kementerian/lembaga). Kemudian, agar kejadian seperti ini tidak terulang pada tes CPNS di masa yang akan datang, pemerintah harus bisa mulai mengkaji bobot soal yang diujikan beserta kemungkinan passing grade yang akan ditetapkan pada tes CPNS berikutnya.
Soal yang diujikan tentu tetap harus berbobot, relevan dengan jobdesk umum yang nanti akan menjadi tanggung jawabnya dan juga harus mampu menggambarkan kemampuan seseorang tersebut, sehingga dapat disimpulkan apakah mereka layak/tidak layak untuk diterima sebagai abdi negara. Kemudian, setelah memiliki bobot soal dan relevansinya dengan bidang pekerjaannya kelak sebagai abdi negara, pemerintah harus mampu menentukan passing grade yang sesuai agar proses kompetisi dalam tes tersebut betul-betul kompetitif dan dapat diperjuangkan secara realistis oleh para peserta tes.
Dengan diterapkannya solusi-solusi tersebut, diharapkan terlahir para pegawai negeri sipil (PNS) yang berkompetensi tinggi yang pada akhirnya nanti mampu menghadirkan pelayanan publik yang berkualitas bagi seluruh masyarakat Indonesia.
Gerry Mahendra dosen Administrasi Publik Universitas 'Aisyiyah Yogyakarta
(mmu/mmu)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini