Axl Rose membuka dengan menyanyikan lagu hits di tahun 1980-an It's So Easy, setelah itu bagaikan air bah satu demi satu lagu-lagu lawas itu ditampilkan dalam hiruk pikuk suara tampilan gitar Slash-Saul Hudson (gitar utama), Duff McKagan (Bass) dan Dizzy Reed (Keyboard). Seluruhnya dibawakan 27 lagu tanpa henti. Di antaranya lagu-lagu favorit saya, Appetite for Distinction (1981), GNR Lies (1988), Use Your Illusion, Black Hole Sun, musik ilustrasi film James Bond Live and Let It Die, Slither, Wichita Lineman, sampai kemudian ditutup dengan November Rain dan Paradise City.
Sekitar 50.000 penonton memenuhi kursi stadion, bagian terbesar berdiri di sekeliling panggung untuk ikut larut dalam hentakan musik hard rock selama 3 jam yang diberi label Not In This Lifetime.
Konon setelah konser terus menerus selama dua tahun (2017-2019), Guns N Roses akan berhenti manggung selamanya. Sukses Guns N Roses apakah pertanda akan bangkit kembali usaha mendatangkan konser musisi besar di Jakarta seperti pernah terjadi di tahun 1990-an?
Teman saya, Donny Heru yang sejak tahun 90-an sudah menjadi promotor puluhan musisi kelas dunia melihat ada keinginan kuat animo penonton musik keras, tapi ia mengingatkan, jangan lupa ada genre musik baru K-Pop yang animo penontonnya tidak kurang banyaknya dibanding penggemar musik rock, khususnya para generasi milenial sekarang.
Saya bulan lalu menyaksikan artis K-Pop Lisa Blackpink dan KOCCA-K-Pop Concert di Kasablanka. Sekitar 4.000 penonton yang membayar tiket Rp 200.000 hadir umumnya golongan milenial putri. Sepanjang show-nya selama 2 jam tak pernah berhenti berteriak gemuruh. Apapun kata yang disampaikan apapun gerakannya, 4.000 penonton tanpa kecuali berteriak-teriak tak henti-hentinya, tak lelah-lelahnya.
Stadion GBK menjadi lokasi paling populer untuk mendatangkan musisi papan atas dunia di antaranya menurut Detikhot: Mick Jagger, Linkin Park, Metallica, Bon Jovi, SM Town dan Music Bank (K-Pop) dan terakhir Guns N Roses, One Direction, Deep Purple, Bee Gees, Michael Jackson lewat program History World Tour (1966) yang ditonton oleh 100.000 penonton.
Mendatangkan grup musik keras bukannya tidak berisiko. Pada 11 April 1993 Stadion Lebak Bulus menjadi lokasi dari hard rocker Metallica, karena stadion GBK sedang direnovasi. Stadion itu hanya mampu menampung 15.000 penonton. Di tengah pertunjukan, kerusuhan terjadi. Ribuan orang yang tidak mendapat karcis mengamuk, melempar batu dan membakar mobil. Kerusuhan tak terkendali, sementara di stadion, Metallica meneruskan pertunjukan.
Tidak ada yang tewas, namun sekitar 50-100 orang yang tidak bersalah luka-luka dan diangkut ke rumah sakit. Toko dan beberapa rumah dijarah, satu rumah dibakar. Para musisi Metallica diamankan setelah pertunjukan usai dengan menggunakan ambulans. Kerusuhan juga melanda perumahan Pondok Indah. Saya sedang membawa anak-anak makan malam di Pondok Indah Mall, terpaksa harus merasakan "disandera" selama 2 jam karena semua pintu mall ditutup rapat sampai para perusuh pergi atau ditangkap. Pangdam Jaya Hendropriyono datang ke lokasi untuk menenangkan suasana. Ini adalah kerusuhan terbesar setelah konser Mick Jagger (1998) di Senayan dan Spultura di Stadion 10 November Surabaya.
Atas jaminan Hendropriyono konser hari kedua bisa dilaksanakan lewat penjagaan ketat. Promotor AIRO rugi besar, pemasukan tak mampu menutup biaya ganti rugi senilai Rp 1,5 Miliar, ditambah Rp 3 Miliar untuk asuransi.
Namun, 20 tahun kemudian Metallica beraksi lagi. Kali ini di Stadion GBK. Pagelaran berjalan lancar selama 90 menit dengan mengantarkan 18 lagu nonstop. Penonton sangat puas, khususnya Joko Widodo, Gubernur DKI Jakarta (kala itu) yang merupakan fans berat Metallica.
Demikianlah warna-warni pagelaran musik dunia di Indonesia. Konser musik selalu dipadati penonton, baik yang memiliki karcis, maupun yang datang tanpa karcis dan hanya mendengarkan dentuman suara musik dari jarak jauh. Menikmati meski hanya mendengarkan suara gemuruhnya seraya membayangkan kehebatan ulah para bintang hard rock yang sedang beraksi di dalam stadion. Dari luar stadion, saya bersaksi merasakan suasana itu 30 tahun lalu, waktu itu.
Ishadi SK Komisaris Transmedia
(mmu/mmu)