Empat tahun Jokowi-JK memandu pemerintahan negeri, telah banyak pencapaian yang mengesankan. Salah satunya, kemiskinan terendah sepanjang sejarah yang menyentuh level di bawah 10%. Tentu hal ini bukan perkara mudah dan tanpa masalah. Butuh resep kebijakan yang ampuh serta dukungan alokasi anggaran yang kuat untuk mencapainya.
Sejak awal pemerintahannya, Jokowi-JK menyadari bahwa pemenuhan kebutuhan dasar merupakan fondasi yang tak boleh terlewatkan. Kunci pembangunan manusia pangkalnya terletak pada hal tersebut. Akan sulit mengharapkan masyarakat Indonesia untuk maju dan jadi pemenang di kancah global apabila kebutuhan pokoknya saja terabaikan. Jokowi-JK juga sadar akan amanat Pancasila dan UUD 1945 yang tercantum dalam UU Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial, bahwa negara bertanggung jawab untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan memajukan kesejahteraan sosial serta melindungi masyarakat dari risiko-risiko sosial yang mungkin timbul.
Kehadiran negara untuk merangkul masyarakat terutama kelas bawah dibuktikan dengan implementasi variasi program bantuan sosial. Hal ini merupakan salah satu resep guna mengobati penyakit kemiskinan di Indonesia. Ada beberapa jenis bantuan sosial, di antaranya Program Indonesia Pintar (PIP), Program Indonesia Sehat (PIS), Pogram Keluarga Harapan (PKH), Beras Sejahtera (Rastra) atau Bantuan Sosial Pangan, dan Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) yang disalurkan melalui kartu, yaitu Kartu Indonesia Pintar (KIP), Kartu Indonesia Sehat (KIS), dan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS). Pemerintah mengupayakan integrasi kartu-kartu tersebut untuk mempermudah pendataan dan penyaluran bantuan sosial.
Berdasarkan Laporan 4 Tahun Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla, hingga 2018 jumlah penerima KIS dan KKS telah mencapai lebih dari 98% dari target yang diinginkan pemerintah. Jumlah penerima KIS mencapai 92,2 juta orang dari target 92,4 juta orang, dan KKS sebanyak 9,8 juta keluarga dari 10 juta keluarga. Sedangkan, penerima KIP sebesar 13,2 juta siswa atau hampir 70% dari target sebanyak 18,9 juta siswa. Untuk PKH, penerima manfaatnya mencapai 9,88 juta rumah tangga atau meningkat 280% dari 2014, hanya sebanyak 3,51 juta rumah tangga.
Untuk subsidi Rastra seluruhnya bertransformasi menjadi Bantuan Sosial Pangan, yakni salah satunya BNPT. Berdasarkan Laporan Realisasi Penyaluran BPNT yang diterbitkan oleh Himbara, Keluarga Penerima Manfaat (KPM) yang merupakan sasaran BPNT berjumlah sekitar 1,2 juta dengan total dana yang disalurkan sebanyak Rp 1,53 trilliun pada 2017. Sungguh capaian yang luar biasa jika dilihat dari angka semata. Masih diperlukan analisis lanjutan, yakni rangkaian modal yang dikeluarkan oleh pemerintah dengan manfaat yang dihasilkan bagi masyarakat Indonesia untuk menimbang keberhasilan program bantuan sosial tersebut.
Alokasi Anggaran
Persoalan anggaran untuk bantuan sosial menjadi amunisi penting dalam menurunkan angka kemiskinan. Selama 4 tahun ini, alokasi anggaran yang dikucurkan pemerintah untuk program tersebut berturut-turut, yaitu 2015 sebesar Rp 64 triliun, 2016 sebesar Rp 50,6 triliun, dan 2017 sebesar Rp 55,3 triliun. Sementara, pada 2018 Jokowi mengalokasikan anggaran sebesar Rp 78,2 triliun --meningkat Rp 22,9 triliun dari tahun sebelumnya. Namun, jumlah ini masih lebih rendah dibandingkan dengan periode 2014 yang mencapai Rp 97,9 triliun.
Jokowi-JK memang menganggap bantuan sosial sebagai instrumen kebijakan penting untuk membantu masyarakat kelas bawah. Namun, di sisi lain juga sadar bahwa alokasi anggaran tidak boleh hanya dihamburkan untuk memenuhi kebutuhan dasar semata. Masih banyak pekerjaan rumah lainnya yang juga penting dan membutuhkan alokasi anggaran yang besar. Hal ini untuk mempersiapkan Indonesia lebih maju di masa mendatang dan mampu bersaing di tingkat global dengan jajaran negara-negara andal.
Dalam urusan penyaluran bantuan sosial, pemerintah kini melakukan reformasi sistem. Mekanisme yang semula menggunakan penyaluran bantuan secara tunai diubah menjadi non tunai menggunakan instrumen kartu. Hal ini sekaligus upaya pemerintah dalam mendukung program inklusi keuangan, juga untuk mengurangi penyimpangan.
Dampak terhadap Kemiskinan
Selanjutnya ada pertanyaan, apakah bantuan sosial benar-benar sakti membasmi kemiskinan, melihat kocek yang dirogoh pemerintah tidaklah sedikit untuk program tersebut? Begini jawaban dari kajian yang telah dilakukan oleh beberapa pihak.
Pertama, kajian yang dilakukan oleh Badan Kebijakan Fiskal (2016) tentang Timbulnya Manfaat atas Subsidi dan Bantuan Sosial menunjukkan bahwa program bantuan sosial lebih efektif dalam menurunkan kemiskinan. Subsidi (LPG, listrik, bahan bakar minyak) ternyata lebih dinikmati oleh kelompok rumah tangga kaya. Sebaliknya, bantuan sosial jenis Rastra lebih dinikmati rumah tangga miskin dan rentan meskipun masih ada kebocoran dalam implementasi di lapangan yang belum sesuai dengan aturan. Sedangkan, jenis bantuan sosial PKH dan PIP lebih efektif memberikan kontribusi terhadap penurunan kemiskinan dan ketimpangan pendapatan karena lebih dinikmati oleh rumah tangga miskin dan rentan.
Setiap satu triliun rupiah yang dialokasikan untuk PKH akan berdampak pada penurunan kemiskinan sebesar 0,150%, disusul PIP sebesar 0,079%, kemudian Rastra sebesar 0,009%. Angka ini lebih besar dibandingkan dengan subsidi LPG 0,030%, subsidi listrik 0,039% dan subsidi solar yang hanya 0,005%.
Kedua, The Smeru Research Institute (2017) juga melakukan kajian tentang dampak bantuan sosial terhadap kemiskinan dengan menggunakan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) pada 2015. Hasilnya menunjukkan bahwa program bantuan sosial efektif dalam menurunkan kemiskinan. Jenis bantuan sosial Rastra menempati urutan pertama dalam menekan angka kemiskinan yaitu sebesar 6,1%. Kemudian disusul dengan program Bantuan Langsung Sementara Masyarakat sebesar 3,3%, PIP sebesar 2,2% dan PKH sebesar 0,3%. Artinya, program PKH paling lambat mengurangi tingkat kemiskinan. Hal ini disebabkan jumlah penerima program PKH saat itu masih sangat kecil, sebesar 2 juta rumah tangga.
Selanjutnya, dari laporan Bank Dunia (2017) yang berjudul Menuju Sistem Bantuan Sosial yang Menyeluruh, Terintegrasi, dan Efektif di Indonesia. Dalam kajian ini disebutkan bahwa bantuan sosial memiliki dampak terhadap kemiskinan meskipun belum signifikan. Namun, jika dilihat berdasarkan komponen dalam hal kesehatan, dana bantuan sosial mampu menjangkau 92 juta orang pada 2016, meningkat dari 76 juta di 2012. Jumlah penerima manfaat untuk siswa miskin dan rentan juga meningkat sekitar 10 juta siswa pada periode yang sama. Sementara, untuk penerima PKH bahkan diperkirakan naik 5 kali lipat dari 2 juta menjadi 10 juta rumah tangga pada 2016. Bank dunia juga mengapresiasi upaya Indonesia dalam mengintensifkan reformasi bantuan sosial melalui penyaluran non tunai. Hal ini diharapkan bisa membantu akselerasi jalur pengurangan kemiskinan dan ketimpangan.
Terakhir, rilis terbaru Badan Pusat Statistik (BPS) pada Maret 2018 menyajikan bahwa angka kemiskinan Indonesia menyentuh level terendah sepanjang sejarah, tepatnya berada pada 9,82%. Sumbangan terbesar pada garis kemiskinan periode ini adalah komoditi makanan sebesar 73,48%. Komoditi ini notabene tak asing lagi untuk masuk ke dalam kebutuhan mendasar masyarakat. Oleh karenanya tak heran jika BPS kemudian menyebutkan bahwa salah satu faktor yang berpengaruh terhadap penurunan tingkat kemiskinan tersebut adalah bantuan sosial pemerintah terutama ketepatan waktu penyaluran untuk Rastra dan BPNT.
Kesimpulan dari keempat publikasi tersebut menjadi bukti betapa saktinya program bantuan sosial dalam upaya pengentasan kemiskinan. Indonesia memiliki impian untuk mencapai status pendapatan tinggi pada 2030. Untuk itu dibutuhkan pertumbuhan ekonomi berkualitas yang dibarengi dengan angka kemiskinan dan ketimpangan yang rendah. Perlindungan masyarakat miskin dan rentan dari berbagai guncangan bisa dicapai dengan desain sistem bantuan sosial yang komprehensif, terpadu, dan efektif. Hal ini juga penting untuk menumbuhkan mobilitas kenaikan status sosial agar mereka produktif melalui pengembangan sumber daya manusia yang lebih baik dan mata pencaharian yang lebih berkelanjutan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
(mmu/mmu)