Saya memulai dengan sebuah pertanyaan, konten-konten semacam apa yang mereka produksi di akun organisasi. Konten sejenis apa yang mereka sebut Islami? Sudah bisa ditebak. Konten Islami identik dengan gambar remaja laki-laki maupun perempuan yang lekat dengan simbol-simbol agama, gambar masjid, atau kutipan ayat-ayat Al Quran.
Saya memutar beberapa video inspiratif, seperti gerakan #Tumpukditengah yang diinisiasi oleh Edward Suhadi, juga beberapa video naratif lainnya. Setelah berdiskusi singkat, anak-anak muda dan bertenaga itu sepakat bahwa konten-konten itu sangat Islami: mengajak kepada kebaikan. Meskipun, semua konten tidak memakai simbol-simbol agama ataupun ayat yang menakut-nakuti.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Belakangan, metode terbalik menghadirkan lived realities lebih dahulu dibanding ayat menjadi kian penting, menimbang kian sering saja ayat-ayat dipakai untuk pembenaran tindakan-tindakan brutal yang tak punya relevansi pada kebaikan bersama.
Jika tidak percaya bahwa ayat Al Quran dapat dimanfaatkan untuk kepentingan yang beragam sesuai interpretasi masing-masing kepala yang mempercayainya, kita boleh mengingat surat wasiat Imam Samudra yang menyebar sesaat setelah ia dieksekusi pada 2008. Imam Samudra memakai maqashid al syariah Imam As Syathibi untuk membenarkan aksi teror yang menghilangkan banyak nyawa. Beberapa laman yang mempromosikan tegaknya khilafah menggunakan alur berpikir yang sama untuk memperalat konsep dasar produk hukum syariat dalam ilmu ushul fikih yang sebetulnya luhur ini.
Bagi para pendukung aksi teror, penjagaan agama (hifz al din) disebut lebih dulu sebelum penjagaan nyawa (hifz an nafs). Sehingga, demi teks tersebut nyawa boleh dikorbankan untuk penjagaan agama. Mereka berdalih bahwa menegakkan khilafah adalah perintah wajib menurut syariat sehingga memerangi kaum kafir atau siapa saja yang tidak mendukung jihad tersebut menjadi wajib pula diperangi. Doktrin ini menjawab mengapa Aman Abdurrahman justru ingin eksekusi matinya dipercepat dan bersujud syukur ketika vonis mati dibacakan. Apa yang lebih menyeramkan dari menuduh Allah memerintahkan mengakhiri nyawa orang lain dan diri sendiri?
Baru-baru ini juga ada sekumpulan laki-laki pedagang ramuan penis kuat dengan amat giat mengkampanyekan poligami. Agak tak adil jika hanya menyebut laki-lakinya, sebab akun media sosial istri-istri mereka juga aktif memberikan dukungan pada bisnis para suami. Saya yang luar biasa kurang kerjaan melakukan riset pribadi atas kalimat-kalimat yang mereka lontarkan untuk kepentingan dagang itu dan menemukan alur berpikir mereka.
Pertama, para laki-laki itu memahami ayat poligami dalam Al Quran sebagai perintah syariat untuk beristri empat. Dalam register bahasa komunitas pegiat poligami ini, laki-laki yang beristri lebih dari satu adalah laki-laki yang telah melakukan amal luar biasa, sehingga dengan demikian jika istri mencapai jumlah empat merupakan amalan puncak dengan pahala yang berlipat empat pula.
Interpretasi pada teks itu membuat anggota komunitas memunculkan teori halusinasi bahwa tidak ada laki-laki di dunia ini yang hanya menginginkan istri satu saja. Semua laki-laki pasti ingin "nambah", begitu klaim yang berulang kali dikampanyekan si pentolan pebisnis ramuan penis kuat yang dipanggil "master" dan "ustaz" oleh para pengikutnya.
Kultur pergaulan yang dibangun adalah dengan meledeki laki-laki lain yang konsisten beristri satu. Mereka melabel para suami setia ini sebagai muwahidin yang takut istri dan tidak punya keberanian poligami karena beberapa alasan, salah satunya adalah sebab performa kelamin yang lemah alias letoy. Sindikat pedagang ramuan ini juga mengunggah testimoni para pelanggan yang mengaku mengalami peningkatan performa ranjang. Ada yang punya rekor tiga jam sampai lima jam. Amboi betul. Lalu, ketika para pelanggan mulai kecewa pada performa istri yang tak sanggup meladeni kelamin mereka yang terangsang berjam-jam itu, si "ustaz" dengan enteng bilang, "Ane doakan segera nambah dan mendapat lawan main yang sesuai." Wah, wah, mencari istri kok seperti mencari mesin penjinak kelamin saja.
Sebetulnya, strategi jualan ala gruppies itu sah-sah saja. Yang bikin tidak sah adalah buntut argumen pak tukang ramuan penis kuat yang menuduh macam-macam kepada para perempuan yang menolak klaim pembenaran mereka. Perempuan yang tidak bersedia dipoligami, konon adalah perempuan bermulut setan yang tidak taat kepada suami. Perempuan di hadapan para lelaki yang konon kelaminnya tak kenal lelah itu dianggap sebagai makhluk separuh akal, makhluk yang hanya punya emosi.
Dengan memakai metode lived realities, halusinasi persepsi di atas sangat mudah digoyahkan. Faktanya, perempuan merasa tidak pernah berbeda dalam penciptaan. Banyak perempuan terbukti menjadi saintis, cendekiawan, teknisi, dan pemimpin yang baik adalah bukti akal perempuan dan laki-laki setara. Dalam relasi rumah tangga yang berdasar pada prinsip ketersalingan (mubaadalah) dan keadilan hakiki, opsi setuju dan tidak setuju adalah milik perempuan dan laki-laki. Prinsip ini juga dipakai bahkan sebelum pernikahan, sehingga pemaksaan perjodohan yang besar menjadi penyebab kawin anak yang menjadikan perempuan sebagai korban, tidak pernah mendapat legitimasinya dalam ayat suci Al Quran.
Anak perempuan memiliki hak untuk bersuara. Tauhid adalah nilai-nilai kesetaraan dan keadilan kepada hamba, baik perempuan maupun laki-laki. Perempuan yang memiliki perasaan cemburu tidak layak dibungkam dengan pemaknaan teks yang tidak adil gender. Mempelajari maqashid syariah, sebagaimana diungkapkan oleh As Syathibi adalah perwujudan kemaslahatan kehidupan. Usaha-usaha pemaknaan atas teks harus dilandasi semangat kebaikan dan keadilan, termasuk hal keadilan relasi.
Para remaja Rohis itu sepertinya bersepakat. Beberapa telah mengunggah konten tulisan di Instagram menggunakan metode penulisan ini. Saya bersiap mengirim hadiah buku-buku kepada mereka.
Kalis Mardiasih menulis opini dan menerjemah. Aktif sebagai periset dan tim media kreatif Jaringan Nasional Gusdurian dalam menyampaikan pesan-pesan toleransi dan kampanye #IndonesiaRumahBersama. Dapat disapa lewat @mardiasih
(mmu/mmu)











































