Sebenarnya mereka tidak butuh banyak, misalnya dibantu dengan aneka kemudahan dan kebijakan istimewa, seperti yang biasa didapat oleh usaha besar. UMKM hanya perlu rongga saja, tempat untuk bernapas secara leluasa. Dengan segala keterbatasan mereka selama ini bisa berproduksi mandiri, merancang teknologi sederhana, memakai modal yang terbatas, atau mendesain barang sesuai dengan selera konsumen. Tapi, begitu barang dijual, pasar telah dikuasai pelaku besar. Tak ada ruang berbagi. Seluruh tikungan pasar bukan milik mereka, apalagi sentra perdagangan modern.
Itu sebabnya saya sungguh bahagia ketika regulasi pajak UMKM dikempiskan. Upaya lama itu akhirnya dieksekusi juga. Pajak final yang semula 1%, sekarang dipangkas jadi 0,5% saja. Bagi pelaku usaha mapan, penurunan setengah persen itu mungkin tak ada artinya. Tapi, yakinlah, bagi usaha kecil kebijakan itu amat mahal harganya. Di tengah kesempitan pasar yang tersedia, afirmasi pajak itu mengembangkan semangat mereka. Darah mereka bergulir kembali untuk menyegarkan organ usahanya. Republik masih mau memeluk mereka, begitu kurang lebih yang dirasakan oleh para pelaku tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saya tergetar karena advokasi khalayak selama puluhan tahun, juga tulisan yang berserak, tak banyak mengubah keadaan. Namun, dengan otoritas dan pemihakan Presiden, lamunan itu seketika menjadi energi perubahan. Sekarang satu demi satu ruang ekonomi dibuka oleh pemerintah untuk pelaku kecil. Mereka dibela eksistensinya, dijaga masa depannya. Pemerintah tak menyantuni dengan subsidi yang kadang malah melemahkan, tapi memberikan ruang yang menguatkan.
Kita berharap fasilitas publik lainnya akan dibuka rongganya untuk para pejuang ekonomi tersebut, entah itu di bandara, stasiun, pelabuhan, hotel, atau pusat perbelanjaan. Api yang mulai redup, sekarang telah hidup. Api dipantik, nyala dipetik!
Ahmad Erani Yustika Staf Khusus Presiden
(mmu/mmu)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini