Desa-desa yang berkembang menuju ke arah urban atau perkotaan menyebabkan tergerusnya lahan pertanian yang diganti dengan lahan permukiman. Usaha mengoptimalisasi lahan atau tanaman pertanian yang ada merupakan salah satu solusi menjawab kekhawatiran akan kekurangan bahan pangan.
Optimaslisasi lahan yang ada dapat dilakukan melalui perbaikan sumber daya manusia dari petani, bibit yang unggul, serta peralatan pertanian yang mendukung. Badan Pusat Statistik (BPS) baru-baru ini melakukan Survei Konversi Gabah atau biasa disingkat SKGB. Melalui survei ini dapat diketahui gabah dengan kualitas tertentu akan menghasilkan beras dengan kualitas tertentu. Selain itu dapat diketahui pula gabah sekian kilogram dapat menghasilkan beras sebanyak sekian kilogram.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Survei tersebut memancing perhatian petani. Setiap ada petugas yang melakukan pengamatan terhadap gabah dan beras, petani berkumpul mengamati apa yang dilakukan petugas. Sharing informasi otomatis terjadi karena petani tertarik dengan alat yang dibawa petugas.
Pengetahuan tentang kadar air sangat penting dalam produktivitas gabah yang akan digiling. Gabah yang terlalu kering akan menyebabkan beras pecah ketika digiling. Namun gabah kering sangat bagus untuk digiling jika pemanfaatan berasnya tidak untuk langsung dijual, melainkan disimpan untuk konsumsi sendiri. Lalu kadar air yang tidak terlalu kering akan bagus jika pemanfaatan berasnya nantinya adalah untuk dijual.
Masalahnya adalah bagaimana petani mengukur kadar air jika tidak memiliki alat-alat modern? Kasus ini terjadi di Kabupaten Tolitoli Provinsi Sulawesi Tengah. Di kabupaten ini, masyarakat mengukur bagaimana gabah layak untuk digiling atau tidak adalah dengan menginjak-nginjak sampel gabah. Dari gabah yang diinjak kemudian dihitung berapa persen gabah yang rusak. Ketika banyak gabah yang rusak dan patah berasnya maka petani menganggap bahwa gabah tersebut sudah bagus untuk digiling.
Adapun metode lain yang digunakan petani yaitu dengan mengupas gabah lalu menggigit beras yang keluar dari gabah dan dikira-kira keras atau tidak beras yang digigt. Ketika beras yang digigt dirasa renyah maka petani menganggap bahwa beras tersebut siap untuk digiling.
Ketika melihat petugas mengukur menggunakan alat yang modern, saat itu petani mulai terlihat wajah optimistis akan pertanian mereka. Salah satu petani di Desa Tende, Kabupaten Tolitoli, Provinsi Sulawesi Tengah beranggapan bahwa pengukuran kadar air secara otomatis tersebut membuat mereka merasa diperhatikan pemerintah, dan apabila mereka terus diperhatikan dengan penyuluhan tentang informasi dan penyaluran alat-alat yang sudah modern maka Indonesia akan mampu swasembada pangan.
Melalui alat tersebut diketahui bahwa kadar air gabah yang baik untuk digiling dengan tujuan berasnya untuk dijual adalah pada kisaran 11-15 persen. Sedangkan kadar air gabah yang baik untuk digiling dengan tujuan berasnya untuk disimpan dan dikonsumsi sendiri adalah berada di bawah 10 persen.
Ketika para petani mendapati bahwa kadar gabah yang akan mereka giling dengan tujuan untuk dijual adalah di bawah 8,5 persen, mereka terkaget. Mereka berniat menjual beras yang mereka hasilkan untuk dijual tetapi ternyata gabah yang mereka siapkan terlalu kering, sehingga beras yang dihasilkan akan pecah dan harganya di pasar akan jatuh karena mutu atau kualitas yang dianggap tidak cukup baik.
Mereka berpikiran bahwa ketika menjemur gabah lebih lama maka akan semakin baik hasil berasnya padahal sebaliknya. Menurut salah satu petani, andai saja satu desa punya satu alat seperti ini maka mereka optimistis dengan kemampuan produksi beras di kabupaten. Petani mulai menyadari bahwa mereka selama ini bekerja bodoh. Bekerja tanpa mengetahui ilmunya. Mereka merasa bahwa mereka bukan petani yang profesional.
Mereka bercita-cita petani Indonesia menjadi seperti petani di luar negeri di mana hasil produksinya telah banyak diintervensi oleh teknologi dan pengetahuan.
Husni Mubarok, S.S.T staf Seksi Statistik Distribusi BPS Kabupaten Tolitoli
(mmu/mmu)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini