Sesungguhnya, jika bertujuan untuk menaikkan taraf hidup tukang becak, sebaiknya diberikan alternatif dengan beralih profesi. Belajar dengan Walikota Surabaya Risma, tukang becak beralih jadi petugas kebersihan dengan mendapat honor Rp 3,2 juta per bulan. Jelas lebih tinggi ketimbang (tetap) berprofesi tukang becak.
Penghasilan tukang becak rata rata sekitar Rp 70 ribu-Rp 80 ribu sehari. Sebulan tidak sampai Rp 3 juta, masih di bawah UMK DKI Jakarta.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kemudian, jika tujuannya sekedar mengizinkan beroperasi becak, jelas tidak banyak dan tidak akan berpengaruh pada kenaikan pendapatan bulanan tukang becak. Justru nantinya akan menambah semrawut lalu lintas di Jakarta. Akan hadir berduyun-duyun tukang becak dari luar Jakarta. Menarik kaum miskin luar Jakarta ke Jakarta.
Dari sisi kapasitas jalan tidak memungkinkan ada tambahan jalur buat becak di jalan-jalan pemukiman yang sudah sempit, dengan lebar 4-5 meter. Terlebih akan dimasukkan angkot program Ok Otrip. Pasti sudah makan kapasitas jalan yang ada.
Dari aspek aturan, tentunya harus merevisi Perda Ketertiban Umum dan Perda Pola Transportasi Makro (PTM) Jakarta. Jika dipaksakan Dinas Perhubungan mengeluarkan aturan, harus selaras dengan aturan di atasnya.
Sebaiknya biar tidak bertentangan dengan aturan yang ada, tidak mengganggu lalu lintas di jalan, serta dapat meningkatkan kesejahteraan tukang becak, becak bisa dioperasikan di kawasan wisata dengan jumlah yang terbatas. Tukang becak mendapatkan gaji tetap bulanan, operasional becak disubsidi.
Dapat juga tukang becak beralih profesi jadi tenaga kebersihan yang mendapat honor sesuai ketentuan berlaku sekarang. Warga makin sejahtera, lalu lintas tidak tersendat, wajah Kota Jakarta makin tertata.
Djoko Setijowarno pakar transportasi Unika Soegijapranata Semarang
(mmu/mmu)