Tanggung Jawab Sosial Industri Rokok
Bagikan opini, gagasan, atau sudut pandang Anda mengenai isu-isu terkini
Kirim Tulisan

Kolom Kang Hasan

Tanggung Jawab Sosial Industri Rokok

Senin, 08 Jan 2018 11:16 WIB
Hasanudin Abdurakhman
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com
Hasanudin Abdurakhman (Ilustrasi: Edi Wahyono)
Jakarta - Tanggung jawab sosial korporasi, atau yang lebih dikenal sebagai CSR (Corporate Social Responsibility) adalah tanggung jawab yang harus ditunaikan oleh sebuah perusahaan terhadap efek yang terjadi akibat bisnis yang mereka lakukan. Efek tersebut meliputi efek terhadap lingkungan (ekologi) serta terhadap efek sosial.

Secara ringkas, CSR sebuah perusahaan sepatutnya menyentuh dulu hal-hal yang terkait dengan bisnis mereka secara langsung. Setelah kewajiban itu tunai, barulah perusahaan tersebut dapat melakukan kegiatan CSR dalam bentuk lain. Namun sayangnya di Indonesia penerapannya bergeser sangat jauh. Di Indonesia, CSR lebih sering dimaknai sebagai sumbangan dana oleh perusahaan untuk kegiatan yang sifatnya non-profit.

Dalam konsep CSR, kegiatan itu disebut tanggung jawab filantropis. Tanggung jawab ini adalah bagian pucuk pada Piramida Caroll yang menggambarkan struktur CSR. Artinya, sebenarnya ada berbagai tanggung jawab lain yang lebih mendasar yang harus ditunaikan perusahaan, yaitu tanggung jawab ekonomi, tanggung jawab hukum, dan tanggung jawab etis. Sayangnya, ketiga jenis tanggung jawab itu sering diabaikan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Bukan hanya diabaikan, ketiga jenis tanggung jawab itu sering dimanipulasi. Banyak perusahaan yang mengeluarkan uang untuk filantropi, kemudian menjadikannya sebagai senjata untuk public relation. Iklan-iklan yang memberitakan kegiatan filantropi itu diproduksi, untuk membangun citra bahwa perusahaan itu adalah perusahaan yang baik, banyak menyumbang untuk kepentingan masyarakat. Karena itu pengabaian perusahaan terhadap berbagai tanggung jawabnya menjadi luput dari perhatian.

Dalam hal industri rokok, ada begitu banyak tanggung jawab sosial yang mereka abaikan. Yang pertama dan utama adalah tanggung jawab terhadap efek rokok pada kesehatan manusia, baik perokok maupun orang-orang di sekitarnya. Alih-alih bertanggung jawab, industri rokok cenderung membantah efek rokok terhadap kesehatan. Mustahil kita bisa menyaksikan ada perusahaan rokok yang menyantuni perokok yang sakit akibat merokok.

Industri rokok juga tutup mata terhadap perokok di bawah umur. Alih-alih melakukan usaha mencegah anak-anak remaja merokok, industri rokok justru menjadikan mereka sebagai target pemasaran.

Yang tak kalah penting adalah tata krama para perokok. Di Indonesia masih sangat banyak perokok mengabaikan tata krama. Orang bisa merokok di sembarang tempat, seperti dalam angkutan umum, atau tempat umum. Lalu mereka dengan enteng membuang puntung rokok sembarangan, menjadi sampah yang mengotori lingkungan. Yang lebih mengerikan, ada banyak perokok yang dengan enteng menyulut rokok di depan anak-anaknya, menjadikan mereka perokok pasif.

Apa yang dilakukan industri rokok terhadap hal itu? Tidak ada. Mereka menghabiskan entah berapa puluh miliar uang setiap tahun untuk berbagai iklan dan sponsor. Adakah yang memberi pendidikan kepada para perokok? Tidak.

Yang terjadi di Jepang menurut saya bagus untuk dijadikan teladan. Di Jepang kita tidak akan menemukan iklan rokok dalam siaran TV, dalam arti iklan yang mengajak orang untuk membeli rokok. Atau, iklan yang membangun citra baik untuk perokok. Perusahaan rokok Japan Tobacco menyiarkan iklan di TV, tapi tidak untuk mengiklankan rokok. Perusahaan itu menyiarkan iklan yang mendidik perokok untuk menjaga tata krama ketika merokok. Misalnya, mengingatkan orang soal bahaya lentingan api rokok atau gangguan asap bagi orang lain.

Pernahkah itu dilakukan oleh industri rokok Indonesia? Tidak. Mereka tidak peduli terhadap efek apapun yang terjadi, sebagai akibat produk bisnis mereka. Mereka lebih fokus pada kegiatan filantropi, melalui klub olah raga, pemberian beasiswa, dan lain-lain. Kasarnya, mereka menyogok masyarakat dengan sumbangan-sumbangan, dengan mengabaikan tanggung jawab yang lebih fundamental.

Hasanudin Abdurakhman cendekiawan, penulis dan kini menjadi seorang profesional di perusahaan Jepang di Indonesia

(mmu/mmu)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads