Penyanyi dengan lebih dari 2 juta pengikut di Instagram ini meninggalkan pesan singkat pada kakak perempuannya berisi, "It's been hard, Let me go. Tell me I've worked hard. This is my farewell." Sang kakak langsung menyadari itu adalah pesan perpisahan sebelum bunuh diri karena Jonghyun telah bertahun-tahun mengalami depresi. Ia langsung lapor polisi namun nyawa Jonghyun tidak tertolong, dan meninggal dunia di rumah sakit.
Sejak Hallyu Wave, baru kali ini ada penyanyi Korea dengan level popularitas setara Jonghyun yang mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri. SHINee merupakan salah satu grup papan atas Korea yang sukses di mancanegara, dan beberapa kali menggelar tur dunia. Jonghyun sendiri dikenal dengan suara 4 oktaf, dan telah menulis lebih dari 60 lagu pasca debutnya bersama SHINee pada 2008.
Bicara soal bunuh diri, kebanyakan orang Indonesia biasanya mengaitkannya pada budaya harakiri orang Jepang --selain kurang beribadah, tentunya. Padahal dibanding Korea Selatan, Jepang punya angka bunuh diri yang relatif lebih rendah. Dari data WHO, 24,7 dari 100,000 ribu orang bunuh diri setiap tahunnya di Korea Selatan, sementara 'hanya' 15,4 dari 100,000 ribu orang yang bunuh diri di Jepang. Rata-rata 40 orang bunuh diri setiap harinya di Korea Selatan!
Dikutip dari berkeley.edu, Korea Selatan juga merupakan negara dengan anak-anak usia 10-19 tahun yang bunuh diri terbanyak di dunia karena tekanan belajar di sekolah. Di usia dewasa muda, penyebab bunuh diri biasanya karena tekanan di lingkungan pekerjaan. Sementara, angka bunuh diri di kalangan lansia 60 tahun ke atas juga sangat tinggi karena miskin dan kesepian.
Di ranah politik, pada 2015 Sung Wan Jong, seorang pengusaha konstruksi bunuh diri dan meninggalkan pesan nama-nama pejabat yang pernah ia suap, salah satunya Perdana Menteri Lee Wan Koo yang kemudian mengundurkan diri. Presiden Korea Selatan periode 2003-2008 Roh Moo Hyun bunuh diri dengan menjatuhkan diri dari tebing dekat rumahnya karena terbukti menerima suap 6 juta dolar AS atau sekitar Rp 81 miliar.
Kalangan dunia hiburan juga tidak asing dengan kasus bunuh diri. Depresi karena masalah keuangan hingga menjadi korban pelecehan seksual demi dapat peran jadi beberapa penyebabnya. Hingga kini di program televisi atau radio, banyak sekali idola Korea yang mengaku depresi atau pernah depresi. Dari bintang dunia sekaliber Rain yang mengaku depresi sampai pernah ingin bunuh diri saat mempersiapkan film Ninja Assassin, juga nama-nama besar lain seperti G-Dragon & TOP 'BIGBANG', Suzy 'miss A', Taeyeon 'SNSD', dan Heechul 'Super Junior. TOP bahkan dilarikan ke rumah sakit dan masuk ICU pada Juni lalu karena overdosis obat penenang.
Jadi idola dengan jutaan penggemar di seluruh dunia ternyata tidak menjamin hidup bahagia, apalagi dengan tekanan untuk selalu sempurna di depan jutaan pasang mata penggemar. Budaya idola Korea ini sangat berbeda dengan di Indonesia, di mana artis yang pernah terlibat kasus dengan kepolisian pun bisa kembali ke dunia hiburan lagi.
Di Korea, para idola itu bahkan tidak bisa bebas punya pacar karena mereka adalah 'milik fans'. Jonghyun pernah mengalaminya sendiri ketika ia sempat berpacaran dengan aktris Shin Se Kyung pada 2010. Ketika foto mereka bergandengan beredar, website pribadi Se Kyung dibanjiri komentar kebencian dari penggemar Jonghyun. Beberapa fansites (website buatan fans yang didedikasikan untuk idola) langsung menutup akses. Mereka patah hati.
Hal itu terjadi pula pada Sungmin 'Super Junior' yang menikah pada 2014. Sungmin hingga kini diboikot penggemar, dan tidak bisa ikut bergabung di album terbaru Super Junior PLAY yang rilis pada November lalu.
Para "penggemar" juga bisa dengan mudah mem-bully, melontarkan kata-kata kritik yang sangat pedas tentang wajah dan tubuh idola, keputusan untuk menunda album, konsep yang dianggap menjiplak, apalagi jika ada personel yang keluar dari grup. Mereka berkomentar dengan kata-kata kasar di akun media sosial sang idola dan berbagai forum.
Konsep jadi penggemar Korea juga berbeda dengan menggemari musik lain. Misal, fans Coldplay yang sampai rela menonton konsernya ke negara tetangga, apakah tahu nama ayah Chris Martin? Nama adiknya? Nama anjingnya? Hobinya saat SD? Para penggemar Korea biasanya tahu persis soal idola mereka sampai seluruh detailnya sejak lahir sampai sekarang. Itu sebabnya mereka merasa sangat memiliki.
Dan, untuk menjadi idola juga sama sekali tidak gampang. Mereka harus mengikuti berbagai macam audisi hingga mendapat kontrak sebagai training; training menyanyi, menari, membuat lagu setiap hari tak henti. Mereka mengorbankan waktu sekolah, teman, dan keluarga tanpa tahu apakah bisa debut suatu hari nanti. Mereka juga diet ketat, dan belajar bahasa asing seperti Inggris dan Jepang.
Tak sedikit yang butuh waktu training hingga 7 sampai 10 tahun sebelum bisa tampil di panggung. Seperti G-Dragon yang memulai sebagai trainee di usia 8 tahun, atau mantan personel SNSD Jessica yang mulai berlatih sejak usia 11 tahun.
Seumur hidup mendedikasikan diri untuk jadi idola, sepertinya tidak ada jalan untuk berhenti karena sudah terlalu banyak yang dikorbankan. Jadwal yang sangat padat juga membuat mereka kesepian. Belum lagi tekanan setiap album harus sukses meraih awards, dan ketakutan untuk mengecewakan keluarga, manajemen, dan penggemar di seluruh dunia.
Popularitas "membunuh" mereka; membunuh privasi, dan kebutuhan untuk jadi manusia biasa yang bebas tanpa perlu diawasi penuh selama 24 jam. Semoga kasus Jonghyun menjadi wake up call bagi keluarga para idola, manajemen artis, dan netizen, terutama penggemar Korea bahwa mereka juga manusia yang juga butuh teman, butuh ruang untuk jadi diri sendiri.
Rest in peace, Kim Jonghyun!
Annisa Steviani reporter K-Pop detikHOT 2011-2013. Penulis buku kumpulan pengalaman bertemu idola KPop Oppa Oppa (2013)
(mmu/mmu)