Ini bukan yang pertama. Kekerasan sejenis pernah terjadi pula pada RS (15) di Sragen. Juga, Gun (44) di Bangunrejo, Sukorejo, Ponorogo. Ranah privat seseorang dijajah oleh kelompok masyarakat untuk menegakkan standar moral yang berlaku. Bahkan, sanksi tersebut sebenarnya sangat represif dan sarat kekerasan.
Noam Chomsky melihat fenomena kekerasan massa ini sebagai perwujudan dari suramnya prospek masa depan bagi kebanyakan masyarakat kelas menengah ke bawah, sementara korporasi besar meraup keuntungan sebanyak-banyaknya. Masyarakat yang frustrasi berusaha melampiaskan ekspresi kekerasan pada pihak yang lebih lemah dan inferior akibat tidak adanya tindakan sosial yang konstruktif.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Penegakan moral dan norma dalam kasus di Cikupa βmeski represifβ adalah wujud dari depolitisasi: keadaan di mana masyarakat tidak dapat terlibat secara bermakna di arena politik dan penentu kebijakan. Chomsky βmengutip Walter Dean Burnhamβ menilai, depolitisasi ini kemudian menyebabkan efek psikis yang signifikan; fundamentalisme agama adalah salah satunya.
Kasus di Cikupa sebenarnya cukup kontradiktif. Di satu sisi, kekuatan kaum fundamentalis agama di Indonesia menguat dalam beberapa tahun ini. Imbasnya adalah usaha mengaplikasikan nilai-nilai Islam dalam masyarakat, termasuk penggunaan hijab dan menutup aurat bagi perempuan, juga menjaga pandangan bagi laki-laki. Itu kondisi ideal yang ingin dicapai.
Kenyataannya, harga diri manusia diinjak-injak ketika perempuan yang βdalam pandangan kaum fundamentalis tubuhnya adalah sumber dosaβ justru ditelanjangi dan ditonton puluhan lelaki, ditambah ribuan bahkan mungkin jutaan orang ketika video penelanjangan tersebut viral di mana-mana. Lantas, apa yang sebenarnya hendak dicapai jika pada kenyataan di lapangan jargon-jargon agama justru gagal melindungi harga diri korban fitnah?
Dalam ranah politik, seseorang atau institusi tertentu memiliki otoritas untuk melegitimasi sesuatu dan memproduksi wacana. Ketua RT dan RW dalam kasus pengarakan pasangan di Cikupa adalah pihak yang memiliki otoritas legitimasi tersebut. Mereka dilengkapi modal sosial sehingga bisa menjustifikasi perilaku pasangan RN dan MA sebagai aktivitas mesum. Orang-orang "iya-iya" saja karena mereka ingin terlibat membenarkan moral yang dianggap bengkok.
Massa dalam video yang beredar βsaya menontonnya dengan perasaan pedihβ turut meneriakkan identitas "Cina" korban. Telah lama etnis ini menjadi kelompok yang liyan, atau the others. Wacana pribumi dan nonpribumi yang panas sejak kasus penodaan agama oleh Ahok, ditambah saat dilontarkan oleh Anies Baswedan dalam pidato pelantikannya merembet ke sejumlah kasus persekusi terhadap etnis ini.
Etnis Cina di Indonesia merepresentasikan pihak dengan kondisi yang mapan dalam hal finansial dan status sosial. Stereotip ini mengakar dalam diri banyak masyarakat Indonesia, sehingga ketika terjadi ketimpangan ekonomi yang besar, masyarakat menengah ke bawah melihat etnis ini dengan stigma yang makin tajam; bahwa mereka bukan bagian dari Indonesia tapi mengusai pasar di tanah pribumi.
Rasisme, kembali lagi ke Chomsky, adalah bentuk penindasan dan penaklukan. Ketika Ahok, RN dan MA, atau remaja JBS di Jakarta Timur diserang identitas etnis dan agamanya, kelompok penyerang βentah memiliki agenda politik atau tidakβ berusaha melindungi citra diri kelompoknya. Ia mewujud dari laku menunjukkan bahwa golongan mereka lebih unggul. Sedihnya, untuk mencapai itu, harus ada pihak lain yang dibuat tampak lebih buruk dan tidak bermoral.
Fitriana Hadi mahasiswa ISI Yogyakarta, aktif di Komunitas Indonesia Buku
(mmu/mmu)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini