Mengenang Rijsttafel, "Wisata Kuliner" Pertama di Jawa
Bagikan opini, gagasan, atau sudut pandang Anda mengenai isu-isu terkini
Kirim Tulisan

Kolom

Mengenang Rijsttafel, "Wisata Kuliner" Pertama di Jawa

Jumat, 27 Okt 2017 13:00 WIB
Heri Priyatmoko
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com
Sajian makan ala rijsttafel (Foto: detikfood)
Jakarta - Bersantap model kembul bujana digugah dari tidur panjangnya. Ia kembali diminati publik. Bahkan, pengusaha restoran siap meladeni makan bareng ala masyarakat Jawa klasik ini. Dari keterangan utusan kompeni Belanda, van Goens (1656) kala berkunjung ke ibukota Mataram Islam tergambar kembul bujana: hidangan disajikan melimpah di atas tikar, dialasi daun pisang sepanjang daun dan selebar satu kaki sebagai ganti taplak. Santapan mereka laiknya makanan kita, yaitu bergaram, dipanggang, dirempahi, digoreng, tapi hanya memakai minyak menggantikan mentega. Jamuan pesta acap bersahaja, terdiri dari kambing, seperempat sapi, atau kerbau panggung.

Selain kembul bujana, tercuat model makan hasil pergumulan budaya Belanda-Jawa elite, yakni rijsttafel. Secara harfiah, rijst berarti nasi, sedangkan tafel berarti meja. Dua kata ini dipadukan menjadi "hidangan nasi". Komunitas Belanda mencomot istilah itu guna menyebut jamuan hidangan Indonesia yang ditata komplet di atas meja makan. Penulis roman Belanda, Victor Ido (1948) menjelaskan, rijsttafel diartikan sebagai "...eten van de rijsmaaltijd een speciale tafel gebruikt"; sajian nasi yang dihidangkan secara spesial. Yang dianggap spesial dari rijsttafel ialah perpaduan budaya makan pribumi dan Belanda seperti tertampil dari pelayanan, tata cara makan, dan hidangannya.

Meski masa kolonial diliputi suasana penindasan manusia oleh manusia, rijsttafel ialah secuil bukti nyata bahwa budaya kolonial telah memberi inspirasi tak ternilai bagi awal perkembangan kuliner modern di Jawa. Merujuk Fadly Rahman (2016), tidak dimilikinya tradisi kuliner adiluhung seperti Tiongkok, Prancis, dan Italia mendorong toean kulit putih Belanda berupaya mengemas kebiasaan makan di tanah jajahannya demi memenuhi gaya hidupnya sekaligus sebagai daya tarik wisata.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Terlebih, dasawarsa kedua dan ketiga abad XX, popularitas rijsttafel membuncah berkat sektor pariwisata. Hidangan pribumi (soto, nasi goreng, gado-gado, nasi rames, lumpia, dan lainnya) moncer di mancanegara lewat sajian rijsttafel. Dan, itu boleh dibilang merupakan konsep "wisata kuliner" pertama di Jawa permulaan abad XX yang dikemas melalui penyajian mewah nan memikat di ruang makan hotel terkemuka.

Hotel Des Indes hingga dekade ketiga abad XX masih dianggap sebagai hotel dengan penyajian rijsttafel jempolan. Pelayanan mewah dan memikat menjadi daya tarik tersendiri bagi para tamu yang menikmati suasana makan di ruang makan hotel itu. Demikian pula Hotel Savoy Homann yang bercokol di Bandung memamerkan keanggunan rijsttafel yang terlihat dari penampilan makan gaya baru dengan arsitektur bangunan dan interior ruangan bergaya modern.

Saban jamuan, jumlah para pelayan yang dikerahkan mencapai sekitar 20-30 orang, bahkan sekadar untuk melayani meja yang diduduki satu atau beberapa orang saja. Barisan pelayan ini berdiri berjajar sambil memegang alas piring berisi hidangan yang ada di kedua tangannya. Artinya, makanan yang disorongkan berjumlah kurang lebih dua kali lipat dari jumlah pelayanan yang mengantarkannya ke meja para penikmat makanan. Itulah sebabnya kadang diperlukan 3-4 jam hanya untuk mengonsumsi hidangan dalam jamuan rijsttafel.

Arus pembaratan begitu deras mengalir di perkotaan besar di telatah Jawa. Peran pemerintah kolonial membentuk sistem pemerintahan modern yang menegaskan Pulau Jawa sebagai pusat kekuasaan secara tidak langsung ikut membuahkan ramainya interaksi kehidupan sosial budaya. Beberapa contoh kasus kehidupan elite pribumi di Jawa yang terkena imbas pembaratan menjadi kajian menarik untuk mengungkap rijsttafel dari kacamata pribumi.

"Mentalitas nebula" (nebuleuses mentales) yang menampilkan persentuhan antara kultur Jawa dengan Barat sukar diceraikan dari pengaruh kebijakan politik asosiasi yang diluncurkan abad XX. Kenyataan ini mempengaruhi kehidupan kaum elite pribumi dalam mengadobsi kultur Barat, seperti aktivitas makan. Mereka leluasa melahap menu campuran Jawa dan Eropa seperti biefstuk, resoulles, dan soep.

Arah masa depan memang sulit diterka. Komunitas Belanda akhirnya digoyang tentara Jepang pada 1942. Tamatnya kekuasaan Belanda ikut menyebabkan budaya makan rijttaffel meredup karena konsumen utamanya bernasib pahit sepahit kopi aceh tanpa gula. Tidak ditemukan lagi adanya pelayanan mewah seperti periode sebelumnya lantaran kaum Eropa di era pendudukan Jepang hidup bergelimang penderitaan. Di samping itu, kalangan pribumi menolak segala bentuk infiltrasi kolonial, termasuk kulturnya. Spirit kebangsaan Indonesia menggelegak, menghantam pamor rijsttafel.

Hilangnya pimpinan hotel dan redupnya hotel kolonial menyebabkan pudarnya budaya rijsttafel. Menurut Onghokham (1997), di restoran Pak Amat di Sriwedari, Solo periode permulaan 1960-an orang masih bisa menikmati rijsttafel seperti aslinya. Memang jumlahnya tidak lagi puluhan, tapi masih lebih dari 10 jenis.

Inilah "sisi terang" kolonialisme Belanda di Jawa yang tak bisa kita pungkiri. Dewasa ini, keturunan kaum Eropa gemar menenun jejak leluhurnya sewaktu tinggal di Jawa, termasuk menelisik budaya kuliner dan restoran lama. Mereka memastikan bahwa pada suatu masa, alam Jawa ternyata mempengaruhi kreativitas kakek moyangnya dalam menghadapi tantangan kehidupan. Budaya Jawa juga tidaklah pasif, selain dirindukan.

Heri Priyatmoko dosen Sejarah Fakultas Sastra Universitas Sanata Dharma, peneliti sejarah kuliner Solo
(mmu/mmu)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads