Sumpah Pemuda dibacakan di arena Kongres Pemuda ke-2, dihadiri oleh pemuda lintas suku, agama, dan daerah. Jika kita membaca dokumen sejarah Kongres Pemuda ke-2, kita akan menemukan daftar panitia dan peserta kongres yang berasal dari pulau-pulau terjauh Indonesia. Secara imaginatif sulit rasanya membayangkan mereka dapat bertemu dengan mudah.
Dari belahan barat Indonesia terdapat nama Mohammad Yamin. Seorang pemuda kelahiran Sawah Lunto Sumatera Barat yang mewakili organisasi pemuda Sumatera, Jong Sumatranen Bond. Dari belahan Timur Indonesia kita menemukan pemuda bernama Johannes Leimena, kelahiran Kota Ambon Maluku, mewakili organisasi pemuda Jong Ambon. Ada juga Katjasungkana dari Madura, dan Cornelis Lefrand Senduk mewakili organisasi pemuda Sulawesi, Jong Celebes.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kita tentu patut bersyukur atas sumbangsih para pemuda Indonesia yang sudah melahirkan Sumpah Pemuda. Sudah seharusnya kita meneladani langkah-langkah dan keberanian mereka hingga mampu menorehkan sejarah emas untuk bangsanya.
Bandingkan dengan era sekarang. Hari ini, sarana transportasi umum sangat mudah. Untuk menjangkau ujung timur dan barat Indonesia hanya dibutuhkan waktu beberapa jam saja. Untuk dapat berkomunikasi dengan pemuda di pelosok-pelosok negeri ini cukup dengan menggunakan telepon genggam. Tidak perlu menunggu datangnya tukang pos hingga berbulan-bulan lamanya. Interaksi sosial dapat dilakukan 24 jam, kapan pun dan di mana pun.
Namun, anehnya justru dengan berbagai macam kemudahan yang kita miliki hari ini, kita justru lebih sering berselisih paham, mudah sekali menvonis orang, mudah sekali berpecah belah, saling mengutuk satu dengan yang lain, menebar fitnah dan kebencian. Seolah-olah kita ini dipisahkan oleh jarak yang tak terjangkau, atau berada di ruang isolasi yang tidak terjamah, atau terhalang oleh tembok raksasa yang tinggi dan tebal hingga tidak dapat ditembus oleh siapapun.
Padahal, dengan kemudahan teknologi dan sarana transportasi yang kita miliki hari ini, seharusnya lebih mudah buat kita untuk berkumpul, bersilaturahim dan berinteraksi sosial. Seharusnya, tidak ada tempat untuk salah paham apalagi membenci, karena semua hal dapat dikonfirmasi dan diklarifikasi secepat mungkin hanya dalam hitungan detik.
Hari ini, kita sedang mendapatkan anugerah dari Allah Tuhan Yang Maha Esa berupa bonus demografi, dimana jumlah penduduk usia produktif ada dalam puncak piramida dalam sejarah demografi Indonesia. Di puncak piramida tersebut bertengger pemuda-pemuda hebat Indonesia dengan karakteristik unik. Generasi ini sering disebut Generasi Millenial.
Generasi ini ingin semuanya serba cepat bahkan cenderung instan. Mereka generasi yang mudah bosan. Anti-kemapanan dan anti-mainstream. Selalu ingin hal-hal baru. Loyalitas mereka pada perubahan itu sendiri. Meski begitu, mereka generasi yang suka bekerja sama. Watak umum mereka berkumpul dan berkolaborasi. Mereka bukan tipologi Ronin, yang suka bertarung sendirian. Mereka lebih suka berkolaborasi dalam sebuah tim, yang masing-masing orang membagi diri dalam unit-unit tugas yang saling menopang dan menguatkan. Generasi millenial lebih suka menghasilkan karya bersama dan menjadi juara bersama daripada menjadi juara kesepian.
Saya mengamati dari sekian banyak para pemuda hebat yang bertemu dengan saya, baik pada saat kunjungan ke lapangan maupun beraudiensi di kantor, mayoritas mereka bertemu atas nama komunitas. Ada yang atas nama organisasi kepemudaan, ada juga yang atas nama paguyuban sosial, ada juga yang atas nama tim mahasiswa perakit mobil listrik, dan lain-lain. Sedikit sekali yang atas nama pribadi atau perseorangan. Hal ini melegitimiasi tesis tentang karakterisktik generasi millenial tadi.
Semoga ini menjadi pertanda baik bagi generasi Indonesia mendatang. Semangat gotong royong mereka mulai tumbuh di usia muda. Begitulah yang ditunjukkan oleh para pemuda di Kongres Pemuda ke-2 yang melahirkan Sumpah Pemuda. Untuk dapat berkumpul dan berkolaborasi diperlukan kesepahaman, kepercayaan, dan komitmen. Dan, untuk mencapai itu lebih dulu dibutuhkan keberanian untuk menanggalkan beban psikologis, dan juga sekat-sekat sosiologis di antara mereka sendiri. Generasi millenial Indonesia mulai mengarah ke sana.
Kita patut berterima kasih kepada Bapak Presiden Republik Indonesia Ir. Joko Widodo yang selama ini memberikan perhatian yang sangat besar terhadap pembangunan kepemudaan Indonesia. Pada Juli lalu, Bapak Presiden telah menandatangani Peraturan Presiden Nomor 66 Tahun 2017 tentang Koordinasi Strategis Lintas Sektor Penyelenggaraan Pelayanan Kepemudaan. Melalui Perpres ini, peta jalan kebangkitan pemuda Indonesia terus kita gelorakan. Jargon presiden "Kerja Bersama" sangat tepat untuk menyambut generasi millenial Indonesia. Bersama pemerintah daerah, organisasi kepemudaan, dan sektor swasta kita bergandengan tangan, bergotong royong melanjutkan api semangat Sumpah Pemuda 1928.
Pemuda Indonesia Berani Bersatu...!
Imam Nahrawi Menteri Pemuda dan Olahraga
(mmu/mmu)











































