Namun, setelah beberapa hari lalu mendengar kabar kelam terkait dengan suporter bola, rasa prihatin terhadap dunia sepakbola Tanah Air serasa muncul di tengah jeda kompetesi liga sepakbola Indonesia yang akan segera berakhir. Sepakbola kita seakan diselimuti awan tebal setelah meninggalnya salah satu suporter bola akibat terjadi baku hantam antaroknum suporter.
Ini bukan kali pertama dunia sepakbola kita memakan korban jiwa. Kejadian ini mengundang banyak empati dari berbagai macam golongan, mulai dari pecinta bola hingga orang-orang yang tidak pernah bersentuhan langsung dengan olah raga tersohor di muka bumi tersebut.
Ya, kejadian memilukan itu tentunya bukan kali pertama terjadi di Tanah Air. Pada 10 Maret 2012, laga antara Persebaya dan Persela Lamongan berujung pada sebuah tragedi kematian lima orang suporter. Dalam surat kabar harian yang berkantor pusat di Surabaya disebutkan, mereka yang tewas adalah suporter Persebaya. Kelimanya tewas setelah diserang suporter Persela Lamongan dengan lemparan batu ketika korban berada di atas kereta api.
Mundur ke tahun 2011, seorang suporter sepakbola klub Pelita Jaya Karawang tewas mengenaskan pada 25 April. Korban yang pada saat itu masih berusia 12 tahun mengalami luka yang sangat serius setelah dibacok dengan samurai di kepala bagian depan. Siswa SMP kelas VII itu dikeroyok oleh sejumlah oknum suporter yang diyakini dari pihak lawan.
Pada 19 Desember 2015 duel panas yang terjadi antara Persebaya Surabaya vs Arema Malang merembet ke para suporter mereka masing-masing. Akibatnya, dua suporter terlibat bentrok dalam perjalanan menuju Sleman, Yogyakarta. Tawuran dua suporter fanatik itu terjadi di dua titik berbeda di Kabupaten Sragen, Jawa Tengah. Dua orang dilaporkan tewas. Menurut Kasat Sabhara Polres Sragen AKP Hartono ketika itu, kerusuhan dua suporter terjadi di SPBU Jatisumo Ngampal dan bengkel batas kota Nglorok, Sragen sekitar pukul 04.15 WIB pagi, Sabtu (19/12).
Salah seorang korban pengeroyokan usai laga Persija vs Persib di Gelora Bung Karno Jakarta, Ahad 27 Mei 2012 termasuk duka kelam warga Kota Bandung. Peristiwa pengeroyokan itu terjadi di sekitar Parkir Timur Senayan, di luar arena pertandingan. Selain tiga orang tewas, kejadian itu juga mengakibatkan lima orang mengalami luka-luka yang sempat dilarikan ke rumah sakit RSCM.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kampanye Perdamaian
Awan kelam dunia sepakbola Tanah Air ini berbanding terbalik dengan dukungan Presiden Joko Widodo terhadap kampanye perdamaian lewat sepakbola. Di sela-sela kunjungan kenegaraan di Inggris, Presiden Jokowi meluangkan waktunya untuk hadir dalam aktivitas Football for Peace, satu kampanye atau gerakan diplomasi perdamaian lewat sepakbola.
Pesan Presiden Jokowi yang begitu diingat hingga detik ini adalah ketika dia mengatakan bahwa langkah diplomasi sepakbola diawali dari anak-anak beragam negara, ada yang lahir di London, Jerman, Ghana, Afrika Selatan, macam-macam negara. Lalu mereka dirukunkan, direkatkan hubungannya dengan sepakbola. Lalu, pertanyaan yang muncul kemudian adalah ketika di berbagai macam negara sepakbola sudah menjadi olah raga yang mempersatu, sampai kapan sepak bola kita yang masih sebangsa dan setanah air akan seperti ini?
Kampanye perdamaian sepakbola juga dikampanyekan di Piala Dunia Brazil 2014 lalu. Kampanye perdamaian itu muncul setelah Dewan Kepausan untuk Kebudayaan meluncurkan kampanye "Berhenti Sebentar untuk Perdamaian" dalam laporan Zenit.org dan Radio Vatikan dari Kota Vatikan. Para pendukung kampanye kemudian meminta dilaksanakan hening cipta sebentar saat pertandingan pada Minggu, 13 Juli 2014 untuk mengenang mereka yang dilanda perang dan kerusuhan di seluruh dunia.
Di sisi lain, kampanye perdamaian dalam dunia sepak bola juga nyaring didengungkan para pemain lapangan hijau dalam negeri. Poster bertuliskan rivalitas hanya 90 menit sering dibawa keliling para pemain di dalam lapangan sebelum atau sesudah pertandingan, tujuannya adalah untuk menciptakan perdamaian antarsupoter.
Awan kelam dalam dunia sepak bola Tanah Air harus benar-benar dijadikan bahan instrospeksi diri bagi semua pihak, dari pemangku kepentingan yang bersentuhan langsung dengan sistem sepak bola hingga para suporter fanatik yang sampai detik ini masih sering rusuh di setiap pertandingan. Sepakbola harusnya menjadi ajang adu potensi, ajang adu kreativitas bagi suporter hingga menciptakan suasana pertunjukan yang aman, nyaman dan tenang bagi seluruh penikmat bola.
Ach. Fawaidi pemerhati masalah sosial di FISIP Universitas Udayana Bali, aktif sebagai pengisi diskusi di Lesehan Sastra Kutub Yogyakarta (LSKY)
(mmu/mmu)