Lebih lanjut, Goenawan menyebut sebuah gambaran lain: pegawai negeri adalah orang-orang yang tidak lemah, tidak pula sepele. (Catatan Pinggir 2, hal. 2, 1996). Maka masuklah kini ke kantor-kantor pemerintahan, di kelurahan, kecamatan, walikota, atau balaikota Provinsi DKI Jakarta, niscaya kenangan buruk di masa silam itu telah berubah total.
Kantor yang disebutkan oleh Goenawan sebelumnya, kini layaknya miniatur dari pelayanan bank. Tanpa loket, dengan pendingin ruangan, mesin antrian, ruang laktasi, ruang bermain anak, dan layar televisi yang acap menyala. Sebuah revolusi pelayanan dari pegawai negeri.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pembentukannya berdasarkan Perda Nomor 12 Tahun 2013, yang merupakan ide dari Joko Widodo (Gubernur DKI saat itu), kemudian dilanjutkan oleh Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahja Purnama. Hal ini diperkuat kembali dengan adanya Peraturan Presiden Nomor 97 Tahun 2014, yang menggagas pembentukan pelayanan terpadu di setiap pemerintah daerah.
Mulanya, PTSP dibentuk untuk mempermudah setiap elemen masyarakat dalam pengurusan perizinan/non perizinan, ditambah dengan adanya temuan dari Ombudsman RI ihwal pengurusan/non perizinan yang berbelit, penuh dengan jenjang ataupun banyaknya "uang siluman" yang ternyata tidak mengacu kepada peraturan (retribusi) sesuai yang berlaku di masa lalu.
Apa yang diungkap oleh Rizal Badudu dalam buku Service Excellent (Penerbit Kompas, Hal. 34, 2015) memaparkan tentang Jam Pasir Mempercepat Pelayanan, di mana segala hal yang ada dalam pelayanan itu sendiri sangat mempengaruhi. Artinya, setiap orang/masyarakat cenderung dan bahkan menuntut untuk dilayani dengan cepat.
Tentunya kegiatan pelayanan yang tidak bertele-tele akan memberikan stimulan yang terus-menerus, jika pelayan memang merupakan abdi masyarakat, yang berkewajiban untuk memenuhi apa yang masyarakat butuhkan. Mengingat zaman yang serba instan memerlukan proses pelayanan yang serba lekas, kita paham jika orang tak suka menunggu lama untuk pelayanan.
Pelbagai teroboson yang dilakukan PTSP dengan beradaptasi kepada pemanfaatan sistem informasi terkini. Beberapa hal yang telah dilakukan untuk mengeleminasi hal tersebut semacam: pelayanan ODS (One Day Service)βdengan melakukan pelayanan satu hari selesai terhadap produk perizinan, antar jemput izin bermotor, proses perizanan/non perizinan secara onlineβadalah beberapa solusi yang ditawarkan.
Dan, memang diharapkan pula melalui percepatan proses informasi kepada masyarakat, dapat tetap dilakukan dengan memenuhi setiap persyaratan yang berlaku. Lebih lanjut Rizal juga mengungkapkan bahwa pelayanan memang mesti membuka terobosan-terobosan baru dengan memilah apa yang menjadi harapan bagi masyarakat. Sebab suatu penciptaan yang mendatangkan sensasi menyenangkan dalam pelayanan akan membuat produk jasa terus diinginkan pelanggan (masyarakat).
Percepatan pengurusan pelayanan itu pula yang akan mendongkrak secara maksimal akan kebutuhan penanaman modal di negeri kita. Konsep yang kiranya juga ditawarkan oleh Joko Widodo dengan Easy on Doing Buissness, yang menggagas segala kemudahan tersebut. Dengan demikian, telah terpupuk sebinar asaβperlahan namun pasti apa yang ditawarkan dari PTSP melalui revolusi pelayanan telah memikat hati masyarakat DKI Jakarta. Terutama setelah dipersingkatnya jalur birokrasi yang ruwet dan menghilangkan sendi yang beraroma KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) dalam setiap pengurusan dokumen perizinan.
Edukasi Masyarakat
Hadirnya PTSP itu setidaknya mampu mengedukasi masyarakat. Untuk menerapkannya memang tidak mudah. Masih terdapatnya "pikiran sempit" dari kalangan masyarakat sendiri, yang maunya cepat selesai namun tidak memenuhi segala persyaratan yang berlaku. Untuk itu, diperlukan edukasi yang penuh bagi masyarakat. Tentu kita ingin masyarakat kita tertib, dengan mengurus setiap kebutuhan perizinannya sendiri tanpa menggunakan pihak ketiga (calo).
Dan, kerapkali dibutuhkan kejelasan dan kepastian setiap prosedur pelayanan, sehingga masyarakat memahami apa yang dapat diperoleh. Terutama mengenai tenggang waktu perizinan/non perizinan dapat diperoleh ataupun pula kepastian biaya yang dikeluarkan jika memang terdapat retribusi di dalamnya. Dengan demikian, akan terputus setiap aliran pungutan liar/suap, yang memang tidak diperlukan dalam mengurus perizinan/non perizinan.
Harapan itu memang panjang dan kita tak boleh menyerah. Membutuhkan kerja sama yang sinergi, antara aparatur/birokrat yang memberikan perizinan/non perizinan dengan masyarakat. Harapan itu, saya kira akan jadi nyata, bukan sekadar keruwetan semata. Yang jelas, kepercayaan merupakan gerbang utama.
Melalui kepercayaan, masyarakat akan terus-menerus kembali ke tempat yang sama. Tentunya dengan wajah yang penuh dengan senyuman di depan aparatur pelayanan. Meminjam ungkapan, Kepala Dinas Penanaman Modal dan PTSP DKI Jakarta, Edy Junaedi, "Setiap kali masyarakat meninggalkan loket PTSP harus selalu ada solusi yang berarti di kepala mereka."
Alexander Robert Nainggolan staf Unit Pelaksana PTSP Kec. Menteng, Jakarta Pusat, Pemprov. DKI Jakarta, menyelesaikan studi di FE Unila Jurusan Manajemen
(mmu/mmu)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini