Melipatgandakan Berkah Mudik
Bagikan opini, gagasan, atau sudut pandang Anda mengenai isu-isu terkini
Kirim Tulisan

Kolom

Melipatgandakan Berkah Mudik

Selasa, 04 Jul 2017 15:10 WIB
Abdul Kadir Karding
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com
Melipatgandakan Berkah Mudik
Abdul Kadir Karding (Ilustrasi: Edi Wahyono/detikcom)
Jakarta - Lebaran. Konon dari kata Jawa lebar yang berarti usai. Tugas telah tunai, puasa Ramadan selesai dilakukan. Banyak di antara mereka yang khusyuk berpuasa sedih dengan berakhirnya Ramadan, berharap dapat bertemu lagi dengan bulan penuh berkah. Tapi, ada pula yang sangat girang dengan berlalunya bulan puasa. Mana yang lebih baik, hanya Allah yang tahu.

Setiap orang hakikatnya punya cara sendiri-sendiri dalam merayakan Idulfitri. Namun, umumnya di Indonesia perayaan itu identik dengan baju baru, berbagi angpau untuk sanak belia, ketupat, opor, sambal goreng, mudik, dan halal bihalal yang tak akan ditemukan di jazirah Arab. Khas, adat muslim Nusantara. Dan, tak melanggar prinsip syariah, sepanjang tidak berlebih-lebihan. Seperti kata pepatah Minang: adat basandi syara', syara' basandi kitabullah.

Mudik. Menuju udik, kampung halaman, menjadi adat yang paling menakjubkan. Jutaan orang serempak bergerak, pulang menengok kerabat di kampung halaman. Kota-kota besar, khususnya Jakarta, tiba-tiba lengang.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kementrian Perhubungan pada 23 Juni 2017 mencatat setidaknya 2,7 juta sepeda motor dan 1,5 juta mobil membawa pemudik dengan tujuan Jawa Barat, Jawa, Tengah, Jawa Timur, dan Sumatera. Catatan tersebut belum termasuk yang ke Sulawesi dan pulau-pulau lainnya yang menggunakan kapal laut dan udara.

Total menurut perkiraan, Lebaran 2017 ada 33 Juta pemudik. Bisa jadi, ini adalah mobilisasi terbesar di muka bumi yang dilakukan rutin, satu tahun sekali. Selain haji yang hanya satu kali seumur hidup. Dampaknya, roda budaya, sosial dan ekonomi serempak bergerak. Kapital dalam jumlah besar yang selama ini menumpuk di kota besar mengalir ke kampung-kampung.

Riset Indonesia Development and Islamic Studies (IDEAS), rata-rata setiap pemudik mengeluarkan dana Rp 4,3 Juta. Jika Lebaran 2017 ada 33 juta pemudik, itu artinya total uang yang dibelanjakan para pemudik mencapai Rp 142,2 triliun. Lebih besar dari dana repatriasi tax amnesty yang Rp 140 triliun. IDEAS memproyeksikan 15,3 juta pemudik yang berstatus pekerja membawa remitansi ke kampung halamannya sebesar Rp 63,6 triliun.

Mudik adalah satu contoh pelaksanaan nilai agama yang lahir bersama penghargaan atas kearifan lokal, hingga terasa berkah, nikmat. Kamus Besar Bahasa Indonesia memaknai berkah sebagai "karunia Tuhan yang mendatangkan kebaikan bagi kehidupan manusia". Klop dengan ulama yang memaknai berkah sebagai segala sesuatu yang banyak dan melimpah, dalam bentuk material dan spiritual, seperti keamanan, ketenangan, kesehatan, harta, anak, dan usia.

Kitab Syarah Shahih Muslim menyebutkan, berkah memiliki 2 arti. Pertama, tumbuh, berkembang, atau bertambah. Kedua, kebaikan yang berkesinambungan. Namun, patut diingat bahwa berkah yang tak dirawat bisa saja lama-lama pudar, atau berkurang kadar dampak baiknya. Lantas, upaya apakah yang bisa dilakukan agar berkah puasa, mudik dan tradisi silaturrahim jadi kekal, bahkan berlipat ganda?

Pertama, tentunya dengan bersyukur. Bagi yang tak paham, saran ini terkesan klise. Namun bagi yang jeli, syukur adalah proses serius mengapresiasi potensi sehingga peluang-peluang lainnya teridentifikasi, dan bisa dimaksimalkan. Para ahli managemen menyebutnya sebagai appreciative inquiry.

Kedua, mengelolanya dengan baik. Dalam hal ini pemerintah harus mengembangkan kebijakan, manajemen mudik plus arus balik yang prima. Membuang cara pandang sebagai rutinitas tahunan yang merepotkan aparat pemerintah.

Mewujudkan kelancaran, kenyamanan, keamanan jutaan manusia yang bergerak serempak bisa jadi pencapaian politik yang diperbincangkan. Para pemudik yang happy akan menceritakan kegembiraannya hingga pelosok-pelosok negeri. Begitu pula sebaliknya, cerita tak sedap akan menyebar jika perjalanan buruk yang mereka alami.

Kegembiraan para pemudik sudah seharusnya adalah kegembiraan pula bagi pemerintah. Demikian pun sebaliknya. Keamanan jadi standar mutlak yang harus dipenuhi dalam manajemen mudik. Tak ada alasan yang dapat diterima terkait pengabaian atas potensi bahaya yang mengancam keselamatan jiwa.

Berhasil tidaknya pemerintah dalam manajemen mudik, selain ditentukan dengan tingkat kepuasan pemudik, juga harus diukur dari angka korban kecelakaan yang luka dan meninggal dunia, berkurang ataukah bertambah. Semoga Lebaran 2017 ini angka korban kecelakaan secara nasional menurun. Walau di Jatim, hingga H+3 Lebaran tercatat laka lantas naik 1,41 persen. Pada 2016, 491 kasus, di 2017, 498 kasus, dengan korban meninggal dunia 87 orang, lebih tinggi dibanding 2016 (57 orang).

Mari dorong pemerintah terus memperbaiki manajemen keselamatan pemudik. Moda transportasi yang tak layak, dan awaknya yang berpotensi menyebabkan korban, harus benar-benar ditindak tegas. Tanpa toleransi. Hanya dengan manajemen yang baik, berkah mudik akan lebih berlipat ganda dan terasa.

Surat Al Maidah ayat 32 tegas menyatakan, barang siapa menjaga kehidupan satu orang manusia, maka laksana menjaga kehidupan seluruh manusia. Lebaran jangan sampai jadi berubah makna, menjadi lebar (berakhirnya) kehidupan.

Dan, perlu diingat, mudik itu satu paket yang tak terpisahkan dengan arus balik. Kegembiraan dan keamanan saat mudik dan arus balik layak diberikan kepada para penjaga tradisi dan penggerak ekonomi, para pekerja keras yang rela menyemai berkah, walau dengan menempuh perjalanan yang melelahkan.

Abdul Kadir Karding Sekjen DPP PKB dan Pemudik
(mmu/mmu)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads