Dunia seakan jadi tak berdaya. Ya, kita memang kewalahan. Kita bisa mendeteksi senjata dan bom. Tapi, bagaimana membedakan sebuah truk itu truk teror atau bukan? Tidak bisa.
Mengapa kita terlihat seperti tak berdaya? Karena kita ini beradab. Kita berprasangka baik, bahwa manusia itu punya kemanusiaan. Kita tidak menduga ada yang begitu tega. Tentu saja kita belajar dari berbagai kasus teror yang pernah ada, dan membuka diri terhadap berbagai kemungkinan. Tapi tetap saja, yang terjadi sekarang ini agak jauh di luar perkiraan yang selama ini sudah dibuat.
Kita semua hidup dalam wadah negara, berdaulat dan beradab. Kita membangun kehidupan, kesejahteraan, kasih sayang, dan perdamaian. Kita membangun, bukan menghancurkan. Kita menghidupkan, bukan membunuh. Kita berbagi, bukan menguasai. Kita beradab. Teroris tidak demikian. Mereka hanya ingin merusak, menghancurkan, membunuh, dan menguasai.
Kita punya seperangkat aturan yang menghormati manusia. Bahkan terhadap orang jahat sekalipun, kemanusiaannya tetap kita hormati. Kita berharap, setelah kita hukum, mereka akan kembali menjadi manusia yang benar. Maka kita tak memperlakukan mereka sewenang-wenang.
Karena itulah kita seperti sedang kalah melawan para teroris itu. Kenapa begitu? Karena kita bertarung dengan aturan yang tak seimbang. Kita tak boleh melukai orang sipil, mereka justru ingin melukai orang sipil sebanyak mungkin. Kita ingin memanusiakan, mereka justru ingin menghilangkan kemanusiaan. Kita ingin membangun, mereka justru ingin merusak.
Tentu saja kita tak boleh kalah. Menangisi kekalahan sambil mengeluh soal kecurangan bukanlah solusi. Kita harus mencari solusi. Dalam hal Indonesia, hukum kita justru sedang kedodoran menghadapi terorisme. Polisi seperti diikat satu kakinya oleh berbagai dalil hak azasi manusia yang tak jelas teknisnya. Itu masih ditambah lagi dengan celaan orang-orang yang tidak bisa memisahkan antara Islam dan terorisme.
Undang-undang Anti Terorisme harus segera dituntaskan. Bukan sekadar jadi, tapi ia harus bisa menjadi pedoman yang memastikan bahwa aparat negara bisa bekerja melindungi masyarakat. Tanpa itu, aparat kita akan bekerja di bawah ancaman salah prosedur, dan tuduhan melanggar hak asasi manusia.
Sementara itu, orang-orang Islam harus diberi tahu soal perbedaan Islam dan terorisme. Polisi kita tidak sedang memburu dan memusuhi orang-orang Islam. Sebagian besar dari polisi kita itu justru muslim. Mereka sedang bekerja melindungi kita dari orang-orang yang biadab tadi. Ingat, teroris itu beda dengan maling. Jangan berharap polisi bertindak menangani mereka seperti saat menangani maling.
Polisi membutuhkan dukungan dan kepercayaan kita. Tidak perlu ada kecurigaan soal agenda lain, seperti ingin memojokkan Islam. Polisi kita muslim, tidak punya kepentingan untuk memojokkan agama mereka sendiri. Yang sudah jelas memojokkan Islam adalah para teroris itu. Maka, tidak ada toleransi terhadap teroris dan terorisme, meski pelakunya memakai atribut dan jargon Islam. Mereka bukan Islam. Mereka teroris!
Hasanudin Abdurakhman cendekiawan, penulis dan kini menjadi seorang profesional di perusahaan Jepang di Indonesia
(mmu/mmu)











































