Aksi yang dilakukan pada saat Kapolri Jendral Pol Tito Karnavian sedang mengadakan kunjungan ke Arab Saudi tersebut menjadikan polisi sebagai target utama. Lokasi dan objek terminal Kampung Melayu bukan menjadi prioritas dari kelompok tersebut; prioritas pertama adalah adanya target, yaitu polisi.
Jenis bom yang digunakan cukup mematikan sehingga menimbulkan beberapa korban jiwa. Pelaku yang lebih dari satu orang menunjukkan bahwa aksi tersebut dilakukan secara teroganisir, bukan lone wolf terrorist. Aksi bom ini diduga kuat dilakukan oleh kelompok radikal yang berafiliasi dengan ISIS.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Momentum yang digunakan untuk melaksanakan aksi teror ini diduga dipicu oleh aksi teror kelompok ISIS di Manchaster, Inggris (23/5). Selain itu aksi teror bom bunuh diri dikatalisasi oleh aksi kelompok ISIS di Marawi, Filipina. Dengan adanya aksi di Kampung Melayu, Jakarta, ISIS menyampaikan pesan bahwa keberadaan mereka di Asia Tenggara cukup serius.
Sejak terdesak di Irak dan Suriah, ISIS harus mulai membangun basis kekuatan di tempat lain. Teori balon terjadi; penekanan di Irak dan Suriah mengakibatkan pengembangan di tempat lain. Dalam hal ini diprediksi ISIS akan membangun basisnya di Afganistan dan Asia Tenggara. Filipina dan Indonesia adalah pilihan bagi kelompok ISIS sebagai basis di Asia Tenggara.
Kalompok Abu Sayaf di Mindanao, Filipina dan beberapa kelompok radikal di Indonesia yang sudah menyatakan mendukung ISIS akan menjadi basis kekuatan bagi pengembangan ISIS di Asia Tenggara. Aksi-aksi teror lainnya bukan mustahil dalam waktu dekat akan menyusul terjadi di Indonesia.
Arus balik simpatisan ISIS dari Irak dan Suriah yang sudah terjadi akan membuat sel-sel kompok radikal semakin banyak di Indonesia. Simpatisan ISIS tersebut tentu sudah mempunyai pengetahuan, pengalaman, dan doktrin ideologi yang kuat. Para simpatisan ISIS tersebut akan membuat sel tidur yang sedang menunggu momentum untuk beraksi.
Kekuatan lain yang cukup mengkhawatirkan adalah kelompok radikal lokal dan mantan narapidana kasus terorisme. Jika kelompok-kelompok tersebut bersatu dan ada momentum yang mendukung maka aksi teror akan dilakukan.
Foto: Rengga Sancaya |
ISIS sudah memberikan sinyal cukup kuat, bahwa mereka akan eksis di Indonesia. Maka, Indonesia harus ekstra waspada. Banyak titik rawan yang menjadi celah untuk memuluskan aksi teror. Kegaduhan politik dan polarisasi identitas yang terjadi saat ini menjadi celah bagi kelompok radikal untuk menjalankan aksinya.
Alih-alih menjadikan kelompok radikal sebagai musuh bersama, beberapa pihak justru menganggap aksi teror adalah pengalihan isu dan rekayasa. Hal ini justru membuat celah kerawanan semakin melebar. Kelompok radikal yang seharusnya menjadi musuh bersama untuk dilawan, oleh sebagian pihak justru dikaburkan eksistensinya.
Aksi teror tidak bisa hanya dihadapi oleh Polri, peran masyarakat sangat diperlukan. Kelompok radikal akan bersembunyi di tengah-tengah masyarakat, akan sangat sulit membedakan masyarakat biasa dengan kelompok radikal. Masyarakat harus peduli terhadap interaksi sosial di lingkungannya.
Dengan kekuatan sosial yang peduli dan waspada, maka masyarakat sudah berperan penting dalam menutup celah masuknya kelompok radikal. Jika masyarakat tidak mau peduli terhadap ancaman terorisme, bahkan menganggap bahwa aksi teror adalah rekayasa dan pengalihan isu, maka sebenarnya masyarakat sedang menciptakan celah kerawanan lebih besar bagi masuknya kelompok radikal.
Ancaman ISIS terhadap Indonesia semakin nyata dan kuat. Dan, itu harus dilawan, bukan malah dikaburkan dan dianggap sebagai rekayasa.
Stanislaus Riyanta pengamat intelijen dan terorisme, alumnus Pascasarjana Kajian Stratejik Intelijen Universitas Indonesia. (mmu/mmu)












































Foto: Rengga Sancaya