Tidak ada wilayah, apalagi negara, yang maju tanpa sumber daya manusia yang unggul. Tanpa manusia unggul tidak lahir inovasi. Tanpa inovasi tidak akan ada kemajuan. Dan kemajuan tidak akan menimbulkan rasa aman ketika ketimpangan menganga. Kemajuan berbasis gotong royong yang menjadi jalan tengahnya. Sejauh mana kita punya SDM unggul?
Salah satunya bisa dilihat dari indeks pembangunan manusia (IPM). Yakni, perbandingan dari harapan hidup, melek huruf, pendidikan dan standar hidup suatu daerah.
Pada tahun 2015, IPM Jawa Timur berada pada 68,95. Angka tersebut memang masih di bawah angka IPM Nasional yang berada di 69,55. Lulusan pendidikan pesantren yang belum diakui sebagai penghitung IPM menjadi salah satu sebabnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Program bantuan operasional sekolah (BOS) dan tunjangan untuk guru-guru madrasah diniyah merupakan salah satu upaya mengatasi hal ini. Juga program pembangunan SMK (Sekolah Menengah Kejuruan) mini di pesantren. Sampai saat ini, sudah 170 SMK mini dibangun di Jatim.
Perkembangan pesantren yang juga menyediakan pendidikan formal akan ikut membantu mendongkrak IPM kita.
Potret keunggulan SDM juga bisa dilihat lewat struktur pendidikan tenaga kerja kita. Sampai dengan Agustus 2016, BPS mencatat ada 19 juta lebih SDM kita yang terserap lapangan kerja di Jatim. Namun, dari jumlah tersebut, sebagian besar berpendidikan sampai SD. Jumlahnya mencapai 8,785 juta.
Berarti lebih dari 40 persen. Struktur tenaga kerja yang demikian jelas tidak kompetitif dibandingkan dengan negara-negara tetangga kita. Meski tenaga kerja yang berpendidikan sampai dengan SD terus menurun dari tahun ke tahun, namun jumlahnya masih sangat dominan. Itu menggambarkan mereka banyak terserap di lapangan kerja tingkat bawah.
Kondisi seperti ini perlu penanganan serius. Jika kita ingin mempunyai SDM yang unggul, maka sumber tenaga kerja yang berpendidikan menengah dan tinggi harus diperbesar porsinya. Tentu tidak hanya SDM yang berpendidikan yang dibutuhkan. Tapi SDM berpendidikan dan terampil sesuai dengan kebutuhan dunia kerja.
Sampai dengan bulan Agustus 2016, separo lebih dari jumlah tenaga kerja di Jawa Timur bekerja di sektor informal. Jumlahnya mencapai 11,874 juta. Selebihnya, sekitar 7,240 juta bekerja di sektor formal. Dari total yang bekerja informal, 2,561 juta bekerja sendiri.
Sedangkan sisanya menjadi pekerja orang lain atau pekerja rumah tangga tanpa bayaran. Potrait tenaga kerja seperti itu tentu patut menjadi perhatian kita. Bagaimana meningkatkan kualitasnya?
Bagaimana menjamin upah yang cukup bagi mereka? Juga ketersediaan lapangan kerja sesuai dengan latar belakang pendidikan maupun keahliannya?
Strategi membangun SDM unggul juga harus dilakukan melalui jalur formal dan informal. Lembaga pendidikan menjadi tumpuan pertama. Selain melalui program pendidikan 12 tahun, diperlukan sejumlah program pendidikan vocasional yang seiring dengan skala prioritas pembangunan ekonomi Jawa Timur. Misalnya, keperluan untuk membangun industri primer pertanian harus diikuti tenaga terampil di bidang ini.
Karena itu, wilayah Jatim yang menjadi basis produksi pertanian, sekolah vokasionalnya harus semacam sekolah teknologi pertanian. Bukan sekolah mesin, akuntansi atau semacamnya. Dalam konteks pembangunan SDM yang unggul ini, diperlukan juga strategi clustering dengan mempertimbangkan potensi kewilayahan.
Kebijakan seperti ini sekarang sangat mungkin dilakukan karena kewenangan pengelolaan sekolah tingkat lanjutan berada di pemerintah provinsi. Misalnya, menjadi kurang bermakna membangun SMK permesinan di wilayah lumbung pertanian. Akan lebih cocok jika di wilayah yang menjadi cluster pertanian didirikan SMK pertanian, atau paling tidak SMK Teknologi Pertanian.
Sebaliknya, di kawasan industri seperti Gresik dan Sidoarjo, SMK perindustrian akan bermakna. Tentu SDM yang unggul bukan hanya merupakan hasil pendidikan formal dan informal. SDM yang unggul juga mengandung mentalitas yang kuat seperti jujur, disiplin, dan kerja keras.
Dalam hal membangun aspek mental ini bisa dilakukan melalui komunitas-komunitas terkecil warga. Yang membahagiakan kita semua adalah etos kerja warga Jatim yang unggul. Selama ini, dengan segala variasi latar belakang pendidikannya, tenaga kerja warga Jawa Timur dikenal sebagai pekerja keras, ulet dan rajin.
Etos kerja ini telah menjadi keunggulan kompetitif dibanding dengan tenaga kerja dari daerah lain. Namun demikian, untuk menjadikan Jawa Timur yang maju dan makmur, kerja keras dan cerdas diperlukan terus ke depan.
Saifullah Yusuf, Wakil Gubernur Jawa Timur (adv/adv)