Dengan upaya sangat keras dari regulator yang tidak lagi memberikan toleransi apapun jika terkait dengan keselamatan, citra transportasi penerbangan Indonesia mulai membaik dan dianggap aman sekitar 2015. Demikian pula dengan moda transportasi lainnya karena tegasnya pihak regulator saat itu melalui jargon: "Lebih Baik Tidak Berangkat, Daripada Tidak Pernah Sampai".
Sayang, jargon tersebut nampaknya sekarang sudah tidak digunakan dan tidak lagi menjadi perhatian utama para operator transportasi, penegak hukum (polisi) dan juga regulator. Kecelakaan demi kecelakaan yang merengut nyawa penumpang dan awak kembali marak terjadi di berbagai moda transportasi umum.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut saya kunci dari penyebab kecelakaan ini adalah lemahnya regulator. Mereka menyepelekan pengecekan baik rutin maupun mendadak (ramp check) dan penegakan hukum. Saat ini slogan yang berlaku sudah berubah: "Yang Penting Berangkat, Soal Sampai Atau Tidak Itu Tuhan Yang Menentukan".
Tulisan saya kali ini hanya akan konsentrasi pada moda angkutan umum bus yang saat ini sedang laris sebagai penyumbang arisan nyawa terbesar di Indonesia. Saya coba bahas secara singkat penyebab dan bagaimana menanggulanginya
Penyebab Buruknya Angkutan Umum Darat
Kekusutan moda transportasi umum darat (bus) diawali pada saat pengemudi melakukan proses mendapatkan Surat Izin Mengemudi (SIM) B Umum yang "ngawur" dan koruptif. Seperti, memberikan pungli ke oknum polisi, melalui uji kolektif tanpa ikut tes resmi tertulis dan praktik sehingga nantinya pemilik SIM (Pengemudi) tidak paham rambu dan marka jalan.
Kedua, saat perusahaan atau pemilik kendaraan mengajukan izin trayek dan uji kelaikan kendaraan (KIR) biasanya dilakukan dengan metoda pungli supaya cepat meskipun kelengkapan yang dipersyaratkan belum atau tidak ada, dan supaya dapat segera beroperasi mengangkut penumpang/barang. Ini bukti bahwa keselamatan angkutan umum darat diabaikan.
Bagaimana bisa tidak terdeteksi ketika sebuah bus yang sudah bukan lagi bus pariwisata (izin sebagai bus pariwisata sudah tidak berlaku) tapi bus antar jemput pegawai, atau bus tanpa izin dengan sopir tidak membawa SIM dan STNK, dapat digunakan atau dioperasikan sebagai bus pariwisata tanpa ada aparat yang menindak sebelum kejadian kecelakaan?
Faktor ketiga penyebab buruknya keselamatan angkutan umum di darat adalah karena aparat di jalan raya dan di terminal menutup mata, semua diselesaikan dengan pungli. Kasus kelebihan muatan/penumpang, KIR habis, kelengkapan kendaraan banyak yang tidak berfungsi/mati, izin palsu, kondisi pengemudi tidak fit atau menggunakan narkoba, pengemudi tidak punya/membawa SIM dan sebagainya merupakan daftar yang harus ditindak tegas sebelum bus beroperasi.
Jika kelengkapan di atas tidak 100% lengkap, Kepala Terminal harus melarang bis meninggalkan terminal apapun risikonya, misalnya penumpang mengamuk dan sebagainya.
Bagaimana mungkin bus dengan ban gundul atau ban yang vulkanisirnya nyaris terkelupas, lampu-lampu tidak berfungsi dengan baik, speedometer mati, wiper mati, KIR habis masa berlakunya bisa beroperasi di jalan raya dengan membawa penumpang?
Bus Pariwisata kondisinya harus prima sama seperti Bis Untuk Antar Kota Antar Propinsi (AKAP) karena jarak tempuhnya panjang dan melalui medan yang sering turun naik serta belak belok. Semua perlengkapan harus bekerja dengan baik.
Buruknya penegakan hukum terhadap bus dengan kondisi tidak laik jalan sesuai fungsinya membuat "arisan ayawa" di angkutan umum darat kembali muncul. Seharusnya, regulator (Kementerian Perhubungan dan Dinas Perhubungan) tidak hanya membuat aturan tapi juga mengawasi implementasinya dan melakukan penindakan.
Regulator harus rajin turun langsung ke tempat uji KIR, terminal bis, pangkalan atau garasi bus untuk mengontrol; apakah perusahaan otobis melaksanakan perintah peraturan perundang-undangan yang ada atau tidak. Tindakan pencegahan seharusnya dapat dilakukan dari titik ini.
Langkah yang Harus Dilakukan Pemerintah
Pertama, laksanakan pengawasan ketat di lapangan, mulai dari garasi angkutan umum bus (baik sewa maupun AKAP). Periksa semua dokumen yang melekat pada perusahaan maupun seluruh armada busnya. Pastikan tim pengawas mengecek catatan atau rekaman pengecekan kelengkapan bus secara teknis (lampu, rem, speedometer dsb). Pastikan pengemudi dan awak sudah punya waktu istirahat yang cukup, dan tidak menggunakan narkoba.
Jangan izinkan bis berangkat ketika salah satu faktor keselamatan diabaikan. Jika sampai ada aparat terminal yang mengizinkan bus berangkat dalam kondisi tidak laik jalan βkarena diberikan pungli, dan meski bus tidak celakaβ pecat petugas yang bersangkutan, dan pindahkan Kepala Terminal ke terminal yang hampir tidak ada bus yang datang/pergi, atau pindahkan ke dinas lain.
Kedua, perintahkan melalui Keputusan Menteri Perhubungan supaya semua pencatatan data bus dilakukan secara online, sehingga memudahkan aparat melakukan pengecekan kondisi setiap bus yang akan beroperasi.
Ketiga, pastikan aparat kepolisian di jalan raya melakukan tindakan tegas ketika petugas menemukan bus yang kelengkapan keselamatannya tidak ada atau tidak lengkap. Jangan izinkan bis tersebut melanjutkan perjalanan, dan minta perusahaannya mendatangkan bus pengganti yang sesuai dengan peraturan keselamatan perjalanan.
Keempat, Menteri Perhubungan, Dirjen Perhubungan Darat, Gubernur/Bupati/Walikota harus aktif dan rajin melakukan sidak kelapangan secara random setiap saat. Apalagi ini mendekati hari raya Lebaran, dan harus ada yang ditindak jika melanggar untuk efek jera.
Jika ini berjalan (ketegasan ini pernah ada sekitar 2 tahun di angkutan darat tapi sekarang mandul lagi), maka kecelakaan bus tanpa izin atau dengan izin palsu (HS Transport dan Kitrans dalam kasus di jalur Puncak) tidak akan terjadi lagi. Jangan kembalikan era "arisan nyawa" di angkutan umum darat dan di moda angkutan lainnya!
Agus Pambagio pemerhati Kebijakan Publik dan Perlindungan Konsumen
(mmu/mmu)