Saya ambil contoh persoalan lalu lintas di kota Jakarta, yang menurut saya merupakan lalu lintas yang paling semrawut dan padat di seluruh Indonesia. Berdasarkan data Dirlantas Polda Metro Jaya, pertumbuhan kendaraan bermotor sekitar 12%/tahun. Jumlah kendaraan di wilayah DKI Jakarta bertambah sekitar 5.500 kendaraan per hari dan saat ini diperkirakan di wilayah DKI Jakarta ada sekitar 21,5 juta kendaraan yang didominasi oleh kendaraan roda dua.
Kepadatan lalulintas bertambah buruk ketika pengendara/pengemudi tidak disiplin dan ini berakibat meningkatnya jumlah pelangaran lalulintas dan kecelakan di wilayah DKI Jakarta. Berdasarkan data NTMC, jumlah pelanggaran lalulintas di DKI Jakarta selama 2016 diperkirakan sekiktar 1,3 juta pelanggaran (Januari - September 2015 sebesar 978.151 pelanggaran). Bayangkan jika mereka semua di tilang dan membayar denda, berapa dana yang bisa terkumpul di Kepolisian sebagai Penerimaan Negara Bukan pajak (PNBP)? Saat ini paling-paling hanya 10% yang masuk ke PNBP, sisanya patut diduga menguap ditelan 'Rahwana' jadi-jadian. Hilang tak jelas rimbanya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
E-Tilang, Besaran Denda dan Persoalan Implikasi di Lapangan
E-tilang adalah tilang elektronik yang menurut saya merupakan langkah awal yang baik untuk memperbaiki tingkat kedisiplinan pengendara/pengemudi kendaraan bermotor di Indonesia yang saat ini masih sangat rendah. Kondisi tersebut terjadi karena mudahnya publik memperoleh Surat Izin Mengemudi (SIM), lemahnya penegakan hukum di jalan raya oleh aparat Kepolisian sebagai dampak dari pungli, dan korupsi di tingkat pengadilan tilang (oleh oknum Jaksa, Hakim dan administrasi/panitera Pengadilan Negeri).
Seperti sudah sering saya sampaikan bahwa korupsi hanya dapat dikurangi dengan penggunaan sistem online, termasuk di jalan raya, bukan dengan pembentukan Satgas Pungli seperti yang dianjurkan oleh Pemerintah. Makanya saya berharap banyak kepada penerapan e-tilang ini.
Idealnya sebelum e-tilang diterapkan, pemerintah melalui Kepolisian dan Pemerintah Daerah harus menetapkan digunakannya Electronic Registration Identification (ERI) atau Daftar Registrasi Elektronik terkait dengan kepemilikan kendaraan bermotor. Semua STNK kendaraan terdaftar atas nama pemilik terkini. Artinya kendaraan sudah harus langsung balik nama ketika dipindahtangankan kepemilikannya. Dengan demikian ketika e-tilang sudah berjalan penuh, pengiriman surat tilang bisa langsung dikirim ke alamat pemilik asli kendaraan. Sayangnya penerapan ERI ini masih ditolak oleh beberapa pihak, khususnya penikmat pungli di jalan raya.
Meskipun belum lengkap e-tilang harus segera dilaksanakan sambil membereskan beberapa perangkat penunjangnya, karena beberapa landasan hokum utamanya sudah ada, seperti UU No. 22 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, UU No, 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan UU No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Beberapa aturan pelaksanaan spesifik e-tilang sedang dalam persiapan untuk disahkan.
Sebenarnya e-tilang sudah berlaku sejak di launching 18 Desember 2016 lalu. Pelanggar yang di tilang akan diberikan surat tilang berwarna biru. Artinya pelanggar tidak perlu ke Pengadilan Negeri (PN), tetapi dipersilakan langsung membayar ke Bank. Besaran dendanya bervariasi sesuai dengan tabel denda yang ditetapkan oleh masing-masing PN Provinsi/Kota/Kabupaten. Besaran denda ditetapkan sesuai dengan tingkat kemampuan dan rasa keadilan di daerah tersebut. Denda ini dititipkan di Bank (saat ini baru BRI), kemudian pelanggar langsung membayar denda e-tilang ke Bank.
Jika pelanggar tidak membayar denda tersebut, maka hutang denda ditambah denda keterlambatan harus dibayar saat perpanjangan STNK. Jika tidak melunasi, maka perpanjangan STNK akan ditolak. Peraturan penunjang lainnya sedang disusun di masing-masing daerah. Ke depan, ketaatan membayar denda e-tilang juga akan mempengaruhi izin pembelian kendaraan bermotor baru dsb.
Pelaksanaan awal e-tilang pasti akan mengalami banyak kendala di lapangan karena belum lengkapnya infrastruktur penunjang kepolisian, seperti kamera CCTV di setiap sudut jalan, tabel denda pelanggaran, dan sikap aparat di jalan maupun PN. Jika e-tilang sudah berjalan baik, maka tidak diperlukan lagi banyak Polantas di jalan raya. Cukup duduk di ruangan yang nyaman dan bebas polusi sambil mengawasi layar monitor.
Langkah yang Harus Dilakukan Segera
Pertama lengkapi semua peraturan perundang undangan yang diperlukan, baik di pusat maupun di provinsi sampai kabupaten/kota supaya tidak ada lagi celah pengemudi/pengendara dan aparat penegak hukum untuk bermain-main dan melanggengkan pungli di jalan raya.
Kedua, semua Pengadilan Negeri di provinsi/kota/kabuparten harus segera menerbitkan tabel denda dan segera disosialisasikan kepada masyarakat sebagai salah satu materi edukasi, supaya publik jangan lagi bermain-main dengan hukum. Jangan abaikan dengan tidak membayar denda tilang karena risikonya cukup besar saat kita harus memperpanjang STNK. Sekali lagi jangan menyogok aparat ketika kita kena e-tilang karena sanksi hukumnya lumayan berat
Ketiga segera laksanakan ERI, supaya pengawasan penegakan hukum e-tilang efektif, optimal dan tidak salah alamat. Pastikan ERI bisa diluncurkan paling lama 6 bulan kedepan.
Keempat perlu diatur dan dilakukan terobosan supaya PNBP hasil pelanggaran lalulintas (tilang) dapat dimanfaatkan untuk pemberian tunjangan kinerja (tukin) aparat Kepolisian, Kejaksaan dan Kehakiman supaya mereka tidak lagi melestarikan pungli. Untuk itu perlu dilakukan pembahasan atau advokasi yang mendalam dengan Menteri Keuangan terkait dengan penggunaan PNBP untuk tukin.
Akhir kata penerapan e-tilang merupakan langkah besar menuju disiplin berlalu lintas di tengah kemacetan dan korban kecelakaan lalu lintas yang semakin tinggi. Selain itu e-tilang akan mengurangi pungli karena dengan e-tilang tidak terjadi hubungan langsung antara aparat Kepolisian dengan pelanggar. Ke depan tidak ada lagi Polantas berkeliaran di jalan dan terima pungli tilang.
*) AGUS PAMBAGIO adalah adalah Pemerhati Kebijakan Publik dan Perlindungan Konsumen. (nwk/nwk)