Tidak hanya itu. Orang Jepang umumnya pemalu. Kalau sedang buang air kadang kita mengeluarkan suara-suara, yang bagi mereka memalukan. Untuk menutupinya biasanya mereka menekan tombol pembilas, sehingga suara air pembilas dapat menyamarkan bunyi tadi. Tapi hal ini memboroskan air, bukan? Sebagai solusi, produsen toilet menyediakan satu tombol yang bila ditekan akan mengeluarkan bunyi seperti bunyi siraman air.
Di Jepang kita bisa menemukan berbagai mesin penjual otomatis (vending machine). Yang paling banyak adalah mesin penjual minuman dalam kemasan botol atau kaleng. Tapi tidak hanya itu. Ada mesin penjual hamburger, sop, dan berbagai jenis makanan yang seharusnya hanya bisa tersedia bila dibuat oleh manusia, bukan oleh mesin. Mesin-mesin ini juga bisa melayani semua nilai mata uang, dan memberikan kembalian dengan akurat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Cermat dan teliti sampai ke detil yang paling kecil adalah salah satu ciri terpenting yang melekat pada pekerja Jepang. Mereka memiliki keahlian teknis yang sangat tinggi, cermat dan detil dalam bekerja, selalu termotivasi untuk menjadi nomor satu dalam bidang yang mereka kerjakan. Dalam bahasa Jepang mereka disebut shokunin.
Shokunin adalah perajin, orang yang menghasilkan barang dengan pekerjaan tangan. Mereka mulai hadir di tengah masyarakat Jepang pada zaman Edo, menyediakan berbagai produk seperti peralatan rumah tangga, makanan, pakaian, dan berbagai kebutuhan lain. Mereka juga bekerja sebagai pelaksana konstruksi. Dalam perjalanan sejarah, mereka berkembang, memperluas usaha menjadi perusahaan. Umumnya mereka memakai nama keluarga sebagai nama perusahaan. Perusahaan-perusahaan inilah yang kemudian berkembang besar, menjadi industri manufaktur, yang kemudian menjadi tulang punggung ekonomi Jepang.
Salah satu shokunin yang perusahaannya kini merajai dunia adalah Shoichiro Honda, pendiri perusahaan raksasa otomotif Honda. Ia sejak kecil penggemar sepeda motor, bekerja di bengkel milik ayahnya. Di usia 15 tahun ia pergi dari rumah, kemudian bekerja di sebuah bengkel di Tokyo. Tak lama kemudian ia membuka bengkel sendiri. Di usia 30-an ia membangun perusahaan pembuat komponen mobil, menjadi pemasok untuk Toyota. Tapi usaha itu tutup karena perang. Pasca perang ia memulai lagi dengan usaha baru, membuat sepeda motor.
Passion adalah motor utama pada jiwa shokunin. Mereka mengerjakan sesuatu yang mereka suka. Mereka menikmati proses berulang-ulang dalam melakukan pekerjaan, mengasah keterampilan tangan, sampai mereka benar-benar ahli. Mereka bisa melakukan pekerjaan tangan yang kalau kita lihat mustahil bisa dilakukan oleh manusia.
Itulah bagian terpenting dari semangat seorang shokunin yang disebut shokunin kishitsu. Mereka menantang diri sendiri untuk mencapai hal yang mustahil bagi orang lain, menghasilkan produk yang hanya mereka sendiri yang bisa membuatnya. Bahkan, hal itu tak terpikirkan sama sekali oleh orang lain. Maka kita lihat bahwa produsen peralatan kakus Toto nyaris tidak punya saingan.
Semangat itu masih terjaga hingga kini. Ada begitu banyak perusahaan kecil menengah di Jepang yang terus melakukan inovasi, membuat produk-produk berbasis pada riset yang mereka lakukan sendiri. Sementara itu para pekerja di perusahaan besar juga bekerja dengan prinsip sama, penuh semangat, cermat, dan membekali diri dengan teknik tinggi. Tidak hanya orang-orang di industri manufaktur yang bekerja seperti itu. Para petani, peternak, nelayan, semua bekerja dengan cara itu. Petani mencoba berbagai metode baru penanaman, meramu berbagai jenis pupuk. Peternak juga meramu sendiri pakan untuk ternaknya. Nelayan mencoba membiakkan berbagai jenis ikan, termasuk ikan besar seperti ikan tuna (maguro) yang mahal harganya.
Mereka adalah para shokunin modern, atau dalam bahasa Jepang disebut gendai no shokunin. Para pekerja kita selayaknya meniru semangat ini.
*) Hasanudin Abdurakhman adalah cendekiawan, penulis dan kini menjadi seorang profesional di perusahaan Jepang di Indonesia. (fjp/fjp)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini