Kejadiannya baru sekitar 2 bulan lalu (H -7 smpai H +7), namun sepertinya masyarakat dan Pemerintah sudah melupakannya. Sehingga belum tampak ada upaya pembenahan supaya kekacauan tersebut tidak berulang. Tidak lama lagi kita, khususnya penghuni Pulau Jawa, akan merayakan hari libur panjang keagaaman lain, yaitu Hari Raya Idul Adha atau Lebaran Haji yang akan jatuh pada hari Senin tanggal 12 September 2016. Artinya akan ada libur panjang akhir pekan di bulan ini, selain libur Natal dan Tahun Baru di akhir tahun. Kemacetan di semua jaringan jalan tol masih dapat terjadi, meskipun tidak akan separah saat Idul Fitri lalu.
Seharusnya saat ini sudah keluar pernyataan dan langkah resmi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), sebagai penanggungjawab prasarana angkutan jalan tol dan non tol, supaya kejadian Brexit tidak terulang. Namun sampai hari ini saya belum mengetahui apa saja langkah-langkah itu, termasuk bagaimana memberikan edukasi yang baik bagi pengguna tol dan rencana tindak lanjut terkait dengan penggunaan teknologi informasi untuk memudahkan pengguna dan penyelenggara jalan tol. Berhubung Pemerintah belum mengeluarkan maklumat apapun, maka saya akan mengawali untuk mengkaji ulang dan mengusulkan langkah-langkah praktis ke depan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pertama, supaya jangan ada saling menyalahkan di tingkat pucuk pimpinan ketika terjadi kemacetan luar biasa seperti yang terjadi pada kasus Brexit pada Mudik Lebaran 2016, maka sebaiknya jajaran Kementerian Perhubungan, Kementrian PUPR, dan Korlantas POLRI dari tingkat Menteri hingga pelaksana di lapangan memahami semua tupoksinya sesuai dengan UU dan semua peraturan pelaksanaannya, seperti UU No. 22 Tahun 2009 tentang lalu Lintas dan Angkutan Jalan, UU No. 34 Tahun 2006 Tentang Jalan, dan UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian. Sebagai Koordinator biasanya Kementerian Perhubungan.
Kedua, persoalan kemacetan di Tol Cipali lalu, khususnya di Brexit, merupakan kesalahan penerapan strategi yang dilakukan oleh Kementerian PUPR bersama Badan Pengelola Jalan Tol (BPJT) terkait dengan penempatan pintu tol yang berlapis dan sebagian masih menggunakan cara transaksi primitif, yaitu dengan uang tunai. Besaran tarif tol yang menggunakan nominal pecahan atau tidak sesuai nominal uang yang banyak beredar (misalnya pecahan Rp. 100 ribu, Rp. 50 ribu dan seterusnya), juga membuat operator harus menyediakan uang kembalian yang beragam.
Mengapa operator dibiarkan membuat pintu tol yang berlapis di jalur tol hanya dengan alasan pengelola jalan tolnya berbeda. Halooo...hari gini masih berfikir primitif? Persoalan 1.000 pengelola dalam satu ruas tol kan dapat dilakukan hanya dengan menggunakan teknologi informasi yang tidak rumit.
Lalu mengapa sistem pembayaran di jalan tol, sejak jalan tol pertama Jagorawi yang diresmikan oleh Presiden Soeharto pada bulan Maret 1978 sampai sekarang, pembayaran di pintu tol masih menggunakan uang tunai? Hanya sebagian kecil yang sudah menggunakan elektronik (baik e-toll maupun On Board Unit/OBU). Tol di Malaysia semua sudah menggunakan OBU di setiap GTO (Gardu Tol Otomatis)nya. Mengapa Indonesia masih mempertahankan penggunaan uang tunai di GT (Gerbang Tol)? Pembayaran tunai di GT selain menimbulkan kemacetan, patut diduga juga memberi kesempatan kepada para pihak yang selama ini sengaja membuat 'salah hitung' uang yang masuk.
Andaikan semua jalan tol pembayarannya menggunakan sistem elektronik, khususnya menggunakan OBU, maka kemacetan di GT akan sangat berkurang. Di Eropa, USA, Malaysia, Thailand dll semua mengunakan pembayaran elektronik, minimal dengan e-toll yg masih harus berhenti untuk men tap kartu. Sebagian besar sudah menggunakan OBU. Masak kita masih menggunakan tunai? Apa kata dunia?
Sebagai informasi, berdasarkan data yang saya kumpulkan di GT Brexit pada H-5 Lebaran lalu, setiap pengguna tol yang menggunakan e-toll perlu waktu sampai 4 detik, bayar tunai tanpa kembalian sampai 10 detik, bayar tunai dengan kembalian sampai 15 detik dan bayar tunai menunggu kembalian dan bertanya perlu waktu sampai 20 detik. Sementara Standar Pelayanan Minimun (SPM) di GT adalah 7 detik. Jika lebih dari 7 detik, maka setiap 1 detik akan menambah panjang antrean antara 10-20 meter. Jadi kalau sempat ratusan mobil (per mobil rata-rata 3 m panjangnya) membayar tunai, maka kemacetan bisa berlangsung belasan bahkan puluhan kilometer.
Belum lagi persoalan ketertiban pengemudi, buruknya kondisi kendaraan yang masuk tol, kurangnya rambu dan fasilitas istirahat di jalan tol (standar internasional, setiap 2 jam berkendara harus istirahat) dan ujung jalan tol yang bukan di kota besar membuat kemacetan di tol semakin parah. Pemerintah harus tegas dan tidak mempromosikan bahwa jalan tol adalah jalan bebas macet dan jalur tercepat mencapai tujuan. Komunikasikan bahwa jalan tol adalah jalan bebas hambatan artinya tanpa perempatan atau putaran, bukan bebas macet.
Langkah yang Harus Diambil Pemerintah Segera
Pertama, segera hilangkan semua pembayaran tunai di GT. Tetap gunakan e-toll (untuk transisi saja sampai 6 bulan ke depan) sampai semua pembayaran hanya menggunakan sistem OBU diseluruh GT. Pada masa transisi selain masih menggunakan e-toll juga sisakan 1 pintu untuk pembayaran tunai. Semua GT pada Lebaran tahun 2017 SUDAH HARUS menggunakan OBU, sisakan 1 pintu untuk e-toll dan tidak ada pembayaran tunai.
Kedua, kerjasama antara 3 K/L pengendali angkutan selama libur panjang keagamaan harus sangat tegas, tidak saling menyalahkan dan sesuai dengan tupoksinya, sehingga publik dan media juga teredukasi dan paham siapa bertanggungjawab apa. Sesuai dengan Inpres No. 3 Tahun 2004 tentang Koordinasi dan Penyelenggaraan Angkutan Lebaran Terpadu, Kementerian Perhubungan yang menjadi koordinator .
Ketiga, untuk menambah kemudahan publik mendapatkan e-toll dan OBU, penyebaran penjualannya harus menyebar melalui mini market, resto, SPBU/G, mall, online, ATM, dan sebagainya semudah kita mendapatkan SIM Card seluler. Terakhir, kembangkan terus sistem transaksi di jalan tol dan jangan lupa setiap kebijakan yang dikeluarkan harus mempunyai payung hukum. Selamat Idul Adha dan selamat berkurban bagi seluruh umat Muslim Indonesia.
*) AGUS PAMBAGIO adalah adalah Pemerhati Kebijakan Publik dan Perlindungan Konsumen. (nwk/nwk)











































