Menteri Susi & Memancing Lestari di Melbourne

Catatan Kamisan Denny Indrayana

Menteri Susi & Memancing Lestari di Melbourne

Denny Indrayana - detikNews
Kamis, 25 Agu 2016 10:11 WIB
Foto: Denny Indrayana
Jakarta - Apa kaitan antara Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti dan memancing di Melbourne, sehingga menjadi judul catatan saya kali ini? Sekilas, dan secara langsung, memang terkesan tidak ada. Tetapi sebenarnya, keterpautan keduanya justru sangat mendasar, yaitu dalam prinsip keseimbangan (principle of harmony) dan nilai-nilai lestari (sustainable values), utamanya dalam mengawal kekayaan biota laut Nusantara.

Tidak aneh bila dalam berbagai jajak pendapat, Ibu Susi menjadi menteri berkategori paling diapresiasi kinerjanya dalam Kabinet Presiden Jokowi. Mempunyai latar belakang sebagai pengusaha yang bergerak langsung di bidang perikanan, Menteri Susi tahu persis persoalan mendasar di laut kita yang banyak dijarah para mafia maritim.

Maka kebijakan menenggelamkan kapal memang pilihan yang menurut saya harus dilakukan untuk mengirimkan pesan serius kepada para pelaku penjarahan kekayaan laut tanah air. Per Maret 2016, ada 158 kapal yang telah ditenggelamkan Menteri Susi, dengan kapal dari negara Vietnam, Filipina, Thailand dan Malaysia sebagai empat negara terbanyak yang kapalnya ditenggelamkan karena melakukan illegal fishing. Tentu ada dampak hubungan antar negara dari kebijakan tegas Menteri Susi tersebut, tetapi itulah tugas diplomasi yang saya yakin juga telah dikerjakan dan bisa diantisipasi dengan baik oleh Menteri Luar Negeri Retno Marsudi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Satu catatan prestasi Ibu Susi yang fenomenal adalah keberhasilannya memonumenkan Kapal Vessel Viking. Kapal yang telah menjadi target pengejaran 13 negara dan interpol itu telah berpuluh kali berganti bendera dan nama. Katadata menggambarkan total panjang jaring kapal ini jika dibentangkan seluruhnya adalah 399 km, melebihi jarak Jakarta – Pangandaran yang hanya 386 km. Tidak terbayangkan bagaimana kerusakan yang diakibatkan oleh kegiatan illegal kapal itu. Yang paling aneh, kapal besar dengan bobot 1322 gross ton itu telah beroperasi selama 30 tahun, sebelum akhirnya berhasil diledakkan.

Tidak salah kalau kita kemudian menduga bahwa nafas panjang kapal perusak biota laut itu didukung oleh kelompok mafia laut yang menyebabkan penegakan hukum atasnya menjadi mandul di dunia, termasuk di Indonesia. Maka, keberhasilan dan keberanian Menteri Susi menenggelamkan kapal tersebut adalah prestasi yang amat layak dihormati. Masih banyak kebijakan Menteri Susi yang patut kita acungi jempol, utamanya yang terkait dengan kerja kerasnya untuk menjaga kelestarian kekayaan laut kita.

Namun, kali ini saya tidak akan mengulasnya lebih panjang-lebar. Meski, tentu saja ada orang yang juga mengkritik beliau, misalnya karena hanya memegang ijazah SMP. Seharusnya, kritik demikian tidak perlu, karena prestasi Ibu Susi sudah dengan sendirinya menunjukkan kadar intelejensinya yang jauh di atas rata-rata. Apalagi beliau tidak menuntaskan pendidikan formal SMA-nya justru karena sikap kritis mendukung kuat gerakan politik Golput kala itu.

Jelaslah bahwa jiwa leadership sudah menjadi bakat alam dalam diri yang bersangkutan. Apalagi kalau melihat kedekatan hubungan beliau dengan Presiden Jokowi dan Ibu Megawati. Kedekatan itu menunjukkan bahwa Menteri Susi tidak hanya mempunyai intuisi bisnis yang tajam, tetapi indera politiknya juga terlatih.

Sekarang, saya akan beralih pada pengalaman saya sendiri yang tentu tidak ada artinya jika dibandingkan dengan Menteri Susi, dalam hal pelestarian sumber daya laut. Pengalaman yang ingin saya bagi, hanyalah terkait hobi amatiran saya selaku pemancing. Khususnya bagaimana soal pemancingan ini diatur di Victoria, salah satu negara bagian di Australia, yang melingkupi kota Melbourne, tempat saya hingga beberapa waktu ke depan diundang sebagai Visiting Professor di Melbourne University.

Meski dianggap sebagai kegiatan rekreasi, kegiatan memancing di Melbourneβ€”sebagaimana kota lain di Australia, diberi aturan main yang tegas dan jelas. Salah satu yang menjadi filosofinya adalahβ€”sebagaimana yang diteguhkan oleh kepemimpinan Susi, prinsip kelestarian. Karena itu, untuk hobi memancing saja seseorang diwajibkan memiliki izin yang disebut Recreational Fishing License.

Izin itu bisa dibeli di toko pancing atau beberapa superstore. Saya bahkan sambil menyiapkan catatan ini, baru saja mencoba membeli izin itu dengan sangat mudah secara online. Harga izin bervariasi tergantung rentang waktu yang ingin kita beli, antara 3 hari hingga 3 tahun. Saya memilih membeli izin untuk 1 tahun seharga 33 dolar.

Soal izin memancing ini dikecualikan antara lain untuk orang berumur di bawah 18 tahun atau di atas 70 tahun, veteran, dan kelompok masyarakat tradisional yang memancing di wilayah tradisionalnya. Setelah kita punya izin memancing, bukan berarti kita bisa seenaknya menangkap sembarang ikan. Setiap pemancing juga dituntut mempelajari aturan dasar dan larangan dalam memancing misalnya terkait ukuran ikan yang boleh dipancing dan banyaknya ikan per hari yang diizinkan.

Setiap negara bagian punya aturan berbeda bahkan untuk jenis ikan yang berbeda. Ambil contoh jika kita memancing ikan kakap di laut maka, ikan yang boleh di ambil adalah yang berukuran di atas 28 cm. Maksimal per hari adalah 10 ekor jika di bawah 40 cm, dan hanya 3 ekor jika di atas ukuran 40 cm. Tidak aneh karenanya kalau seorang pemancing akan membawa penggaris sebagai salah satu alat pancingnya, untuk memastikan ikan yang ditangkapnya sesuai aturan.
Izin Memancing di Australia

Di beberapa tempat memancing juga disediakan alat ukur panjangnya ikan yang ditangkap (Lebih lengkap, lihat video penjelasan Uda Emi, yang menjelaskan soal aturan memancing ini). Masih banyak lagi detail aturan memancing lainnya yang dapat dibaca dalam panduan memancing di Melbourne yang tersedia dalam bentuk buku ataupun online.

Tetapi, yang paling penting dari itu semua adalah penegakan hukum yang juga berjalan efektif. Ada petugas yang secara rutin melakukan inspeksi ke tempat-tempat memancing dan memeriksa ketaatan para pemancing. Jika ada pelanggaran, misalnya terkait izin, ukuran dan banyaknya ikan yang dipancing, maka dapat dijatuhkan hukuman denda atau penjara. Ambil contoh jika memancing tanpa izin bisa didenda hingga $500.

Menurut UU Pemancingan, jika memberikan informasi bohong, pemancing dapat dikenakan denda sampai $24,000 atau penjara maksimal 2 tahun, atau keduanya. Itu sebabnya, pemancing yang tertangkap melakukan pelanggaran tidak berani berbohong memberikan detail diri dan alamat rumah, tempat tagihan denda akan dikrim. Karena sistem kependudukan di Melbourne dan Australia pada umumnya, sudah terintegrasi dengan baik, maka tagihan akan sampai melalui pos, dan harus dibayar sesuai aturan yang ada, jika tidak ingin memunculkan persoalan hukum lainnya yang lebih berat.

Di Indonesia, meskipun belum punya UU pemancingan, bukan berarti kita tidak punya aturan soal memancing. Justru di banyak wilayah di tanah air, dari Aceh sampai Papua, masyarakat setempat banyak mempunyai aturan adat yang sangat kental dengan prinsip menjaga kelestarian ikan di wilayahnya. Ambil contoh tradisi adat laot di Propinsi Nangroe Aceh Darusalam yang melarang pemboman, peracunan, penyetruman dengan alat listrik, pengambilan terumbu karang, dan bahan-bahan lain yang dapat merusak lingkungan hidup di laut.

Di Maluku Utara, khususnya desa Bobaneigo, ada tradisi Pamali Mamancing, yaitu larangan terkait pengelolaan ikan teri dan cumi-cumi yang mengatur musim penangkapan, pembatasan jumlah alat tangkap, dan pembatasan frekwensi penangkapan.

Di wilayah Papua, termasuk kawasan Raja Ampat ada budaya Sasi, yaitu aturan dan larangan mengambil hasil laut bagi seluruh penduduk kampung selama jangka waktu tertentu yang telah disepakati. Penangkapan baru boleh dilakukan lagi setelah batas waktu selesai, dan setelah dilakukan musyawarah yang memutuskan hasil laut yang sebelumnya dilarang boleh dipanen kembali. Sasi biasanya diberlakukan bagi hasil laut seperti jenis ikan, siput, kerang, lobster dan hasil laut lainnya yang dimaksudkan agar populasi hasil laut itu dapat berkembang baik dan tetap terjaga dari kepunahan.

Satu lagi budaya lokal lain yang telah go international adalah aturan adat penangkapan ikan paus di kampung Lamalera, sebuah desa kecil di Kabutapen Lembata, Nusa Tenggara Timur. Masyarakat Lamalera memiliki tradisi ratusan tahun menangkap Paus Sperma atau Koteklema, menurut bahasa Lamalera. Tidak seperti nelayan modern yang memburu ikan paus dengan kapal besar dan canggih, nelayan Lamalera hanya menggunakan peledang, yaitu perahu kayu tradisional sebagai sarana perburuan. Di atasnya berdiri seorang lamafa, yang memiliki tugas melompat dan menikam ikan paus menggunakan sebilah tempuling atau tombak.

Untuk mendapatkan paus, nelayan di Lamalera tidak langsung terjun ke laut. Pada musim tertentu di mana paus melewati wilayah tinggalnya, masyarakat tetap beraktivitas di daratan sambil matanya awas melihat sembuarn air yang menandai datangnya sang buruan di laut. Jika melihat paus, maka teriakan baleo dikumandangkan, disambung bersahut-sahutan memenuhi isi desa, disusul meluncurnya peledang, lamafa dan para nelayan melakukan pengejaran.

Ikan dan kekayaan laut adalah anugrah Illahi Rabbi kepada nusantara. Namun jika tidak dikelola dengan bijak, jika mafia dibiarkan merajalela, tetap saja over fishing bisa menyebabkan potensi laut dan sungai kita makin berkurang dan akhirnya punah. Aturan melestarikan ikan, termasuk bukan hanya di laut, tetapi juga di sungai sudah sepatutnya kita perhatikan. Masyarakat lokal dengan hukum adatnya telah memberikan banyak contoh kearifan lokal, yang sebagian juga dihukumpositifkan oleh pemerintah di Melbourne.

Saatnya kita terus mendukung kebijakan tegas menteri Susi, salah satu menteri yang punya gaya kepemimpinan langka di tanah air. Ayo selamatkan gaya kepemimpinan Menteri Susi dan potensi perikanan kita dari kepunahan. Salam lestari dan selamat memancing.
Keep on fighting for the better Indonesia. (*) (ega/ega)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads