Kasus semakin banyaknya narkoba masuk ke wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dengan segala cara dan masuknya puluhan atau ratusan atau ribuan buruh dari China, merupakan dua contoh kasus yang salah satu penyebab utamanya karena adanya kebijakan bebas visa kunjungan kepada 169 negara.
Padahal tujuan pembebasan visa kunjungan tersebut sebenarnya baik, yaitu untuk meningkatkan jumlah wisatawan mancanegara ke Indonesia yang ditargetkan sebesar 20 juta wisatawan pada tahun 2019. Masalahnya patut diduga kebijakan pembebasan visa kunjungan ini tidak diawali dengan studi yang matang dan konsultasi publik yang proper. Sehingga Pemerintah tidak dapat mengantisipasi dengan baik dampak yang ditimbulkan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ketidakpahaman publik atas kewenangan Kementerian/Lembaga seperti saat ini membuat situasi bisa bertambah kusut seperti kasus kemacetan di Brexit pada mudik Lebaran lalu. Saat ini Indonesia bak manusia renta tidak berbusana, namun meskipun badannya sudah keriput tetap saja ditaksir banyak orang karena kaya raya dan alamnya indah.
Lalu apa yang harus kita lakukan sebagai bangsa 'yang katanya bermartabat' tidak lagi dijajah? Mari kita bahas singkat dan lugas.
Benarkah Bebas Visa Kunjungan Menguntungkan Indonesia?
Bisa benar, bisa tidak. Dalam penerbitan kebijakan Negara yang terkait dengan ekonomi, sosial, keamanan, dan politik antar bangsa harus mempunyai azas resiprokalitas (timbal balik). Dalam hal bebas visa kunjungan untuk 169 negara, Indonesia tidak mendapatkan resiprokalitas tersebut dari negara-negara yang diberi bebas visa kunjungan. Artinya WNI tidak bebas masuk ke semua 169 negara tersebut, kecuali negara-negara ASEAN. Lalu apa untungnya bagi Indonesia ?
Belum lagi kalau kita bicara soal negara yang dipilih untuk diberikan bebas visa kunjungan. Atas alasan apa, misalnya Haiti dan Puerto Rico, diberikan bebas visa ? Apakah ada keuntungan ekonomi/sosial/politik/keamanan buat Indonesia dari kunjungan turis Haiti atau Puerto Rico? Jaraknya Puerto Rico ke Indonesia saja perlu terbang selama 30 jam lebih dan sama-sama tidak fasih berkomunikasi dengan bahasa Inggris.
Pertanyaan yang sama, apa untungnya bagi Indonesia memberikan bebas visa kunjungan ke Rwanda, Saint Kitts & Navis, Sao Tome & Principe, Tuvalu, Uganda, Togo, Kiribati? Orang terpelajar berilmu serta para pejabat serta politisi pun belum pernah dengar ada negara-negara itu. Aneh dan saya menjadi kurang paham dengan kebijakan bebas visa kunjungan ini.
Kalau kita bicara pariwisata, Indonesia memang salah satu surganya wisata alam dunia. Sebut saja, Raja Ampat, Wakatobi, Cagar Alam Baluran, Pulau Komodo dll. Lalu Pemerintah memang serius mengembangkan sektor pariwisata menjadi industri pariwisata. Namun sayang Pemerintah lupa membuat kebijakan pengembangan sumber daya manusia pariwisata. Sehingga saya ragu apakah 10 destinasi unggulan pariwisata akan berhasil menggenapi 20 juta wisatawan asing yang berkunjung ke Indonesia di tahun 2019.
Seperti pernah saya tulis di kolom ini, ada 2 dukungan utama supaya industri pariwisata Indonesia maju, yaitu perubahan pola pikir masyarakat di daerah tujuan wisata supaya tidak menjadi penipu dan pengganggu kenyamanan wisatawan asing tetapi berpola pikir melayani. Juga dukungan Pemda untuk tidak mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang menghambat industri pariwisata. Promosi pariwisata yang gegap gempita menjadi percuma jika kedua hal tersebut dilupakan.
Kita tidak bisa melarang wisatawan asing untuk tidak minum minuman beralkohol dan berpakaian seenaknya karena itu budaya mereka dan larangan itu akan membuat mereka tidak mau kembali. Coba perhatikan mengapa pariwisata di Bali maju? Mengapa pariwisata di Lombok, Aceh dll tidak berkembang meskipun infrastruktur, seperti bandara dan pelabuhan sudah dibangun?
Kembali ke masalah bebas visa kunjungan, kemungkinan memang bebas visa akan mempengaruhi kunjungan wisatawan manca negara tetapi apakah kebijakan itu sudah dikaji mendalam dampak sosial, ekonomi, keamanan dan politiknya terhadap masyarakat secara keseluruhan ?
Apakah Pemerintah sudah siap dengan perangkat pengawasan dan penegakan hukum, sementara SDM pengawas masuknya orang asing, Direktorat Jenderal imigrasi, masih kedodoran dalam menyiapkan SDMnya. Satu-satunya perguruan tinggi Imigrasi yang berada di Gandul, Cinere sangat terbatas mencetak pendekar imigrasi baru. Sementara kebutuhan terus meningkat (di pelabuhan, dan bandara). Jadi garda terdepan cegah tangkal orang asing masuk ke Indonesia adalah Ditjen Imigrasi.
Selama ini publik tahunya kalau ada tenaga kerja asing ilegal berkeliaran, yang bertanggung jawab hanya Kementerian Tenaga Kerja. Kementerian Tenaga Kerja baru bertanggung jawab ketika mereka mengajukan izin kerja, bukan mengurus masuknya mereka ke wilayah NKRI. Jadi kegaduhan sekarang ini diawali karena ketidakmampuan Ditjen Imigrasi menangkal pendatang asing karena kurangnya SDM.
Langkah yang Harus Segera Diambil Pemerintah
Pertama, Kebijakan Bebas Visa Kunjungan untuk 169 negara HARUS SEGERA dievaluasi dan segera dikurangi jumlahnya secara drastis. Hanya negara-negara yang menguntungkan bagi kepentingan Indonesia, baik secara sepihak maupun resiprokalitas yang dibebaskan.
Apa alasan Pemerintah memberikan bebas visa kunjungan ke beberapa negara yang rakyatnya mempunyai rekam jejak kurang baik, misalnya negara-negara Afrika dan China. Apa alasan pemerintah memberikan bebas visa kunjungan ke negara yang potensi wisatawannya kecil akan datang ke Indonesia karena jaraknya jauh (terbang di atas 20 jam) dan tidak punya histori keterikatan dengan budaya Indonesia, seperti negara-negara Amerika Latin/Selatan.
Kedua, segera kembangkan sekolah-sekolah setingkat perguruan tinggi jurusan Imigrasi secara crash program, supaya dapat mengejar kebutuhan Indonesia yang mendesak sebagai negara kepulauan yang terbuka.
Ketiga, segera kembangkan visa online bukan bebas visa, sehingga negara mendapat pemasukkan yang lumayan tetapi bisa menyaring jenis manusianya yang akan masuk ke Indonesia. Dengan online maka pengurusan visa akan cepat tetapi terhindar dari pungli seperti yang selama ini terjadi pada pengurusan visa on arrival di titik masuk negara.
Terakhir, revisi segera Perpres No. 21 Tahun 2016 dan Peraturan Menteri Hukum dan HAM No. 17 Tahun 2016. Jangan telanjangi NKRI tetapi jangan juga ditutup rapat-rapat. Berikan semua keindahan dan kemudahan untuk dilihat tetapi pengambil kebijakan bangsa ini should be smart in the borderless world.
*) AGUS PAMBAGIO adalah adalah Pemerhati Kebijakan Publik dan Perlindungan Konsumen. (nwk/nwk)