Solusi Kreatif Musim Mudik-Balik
Bagikan opini, gagasan, atau sudut pandang Anda mengenai isu-isu terkini
Kirim Tulisan

Solusi Kreatif Musim Mudik-Balik

Rabu, 06 Jul 2016 07:12 WIB
Dimas Hastama Nugraha,
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com
Solusi Kreatif Musim Mudik-Balik
Foto: Dimas Hastama/istimewa
Jakarta - Musim mudik telah tiba. Para pemudik telah pulang kampung mulai Jumat dan puncak arus mudik diperkirakan telah terjadi pada hari Sabtu- Minggu kemarin (3-4/7). Akan tetapi, untuk perjalanan mudik melalui Pantura Jawa, kemacetan masih terjadi sampai Senin siang ini (5/7).

Sumber kemacetan antara lain terjadi di Tol Brexit, Tol Kanci Pejagan dan lainnya. Detik.com juga memberitakan bahwa kemacetan ini menimbulkan stress bagi pemudik, mobil yang kehabisan bensin, pemudik yang tidak mendapati toilet dan rest area dan lainnya.

Kemacetan, ibarat sebuah aliran fluida di darah, adalah diibaratkan kondisi seperti viskositas atau kekentalan darah yang meningkat, dan ini harus diencerkan agar tubuh atau badan menjadi nyaman kembali. Penyebab kekentalan darah bermacam- macam. Ibarat sebuah penyakit sakit kepala yang disebabkan oleh kolesterol, yang disembuhkan seharusnya adalah kolesterolnya, bukan sekedar sakit kepalanya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Mudik, adalah sebuah perjalanan pulang kampung, pada mudik ini sendiri sudah berjalan tiap tahun sejak dahulu. Tercatat sejak tahun 1969, sejak adanya musim lebaran, Perusahaan Negara (PN) Kereta Api (Sekarang PT KAI) sudah menambah jumlah rute dari Jakarta ke Kota- kota di Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Kembali lagi ke persoalan mudik tahun 2016 yang menimbulkan fenomena- fenomena baru seperti di atas, disadari atau tidak tugas Pemerintah makin ke depan bukan semakin ringan, tetapi semakin berat. Meningkatnya jumlah urbanisasi khususnya ke Jakarta, pertumbuhan kendaraan yang semakin meningkat, penambahan jalan yang tidak bias seiring dengan pertumbuhan kendaraan, adalah contoh beberapa masalah yang dihadapi oleh Pemerintah terkait dengan kemacetan di saat mudik, khususnya yang menggunakan transportasi darat. Di luar Jawa sendiri, sebagai contoh di Sulawesi, akses ferry yang terbatas ke Pulau Buton dan Muna dari dataran Sulawesi besar, juga menimbulkan penumpukan mobil- mobil penumpang di pelabuhan. HaL ini pasti menimbulkan kekurangnyamanan dari perspektif pemudik.

Nah, melihat beberapa kondisi di atas, ada beberapa solusi kreatif yang dapat ditawarkan. Solusi ini dibagi solusi jangka pendek dan solusi jangka panjang. Solusi jangka pendek untuk fenomena di Pantura pertama misalnya, baik untuk jalur mudik maupun balik, memperluas cakupan jalur pemudik, yang awalnya hanya memakan jalur arteri, dapat diperluas sampai dengan jalur kolektor maupun jalan lokal.

Menyadur pernyataan Parikesit (2016), jalur mudik, khsusunya untuk sepeda motor dapat menggunakan sampai dengan jalan lokal atau jalan-jalan di kampung setempat. Nah, bagaimana dengan pemudik yang takut tersesat dan asing dengan jalur- jalur baru ini? Kuncinya adalah sosialisasi. Sosialisasi jalur mudik, dalam lingkup jalan arteri, kolektor maupun lokal dapat dilakukan 3-4 bulan sebelum musim mudik datang. Bagaimana dengan musim mudik yang sedang berlangsung sekarang? Ini masih dapat dilakukan. Persoalan seperti ini seharusnya bukan hanya"gawe" pemerintah Pusat saja, Pemerintah provinsi sampai dengan level Kabupaten/ kota dapat membantu ini. Masyarakat pasti senang, dapatr membantu "saudara dari daerah urban" yang akan mudik ke kampung halaman. Ingat masyarakat kita memiliki sifat inklusif atau suka bergotong royong membantu sesama-nya.

Berkaitan dengan hal di atas, semestinya persoalan pemudik yang tidak bisa "menunaikan hajat di kamar mandi"nya juga dapat diatasi, penduduk di jalan- jalan kampung, pasti akan dengan senang hati membantu pemudik motor. Bagaimana dengan yang di Tol Brexit atau tol- tol lain? Para pemudik kendaraan roda 4 dapat dibantu dengan penyediaan sarana toilet mobile oleh Pemerintah. Pemerintah dapat menyediaka sarana toilet mobile sekaligus Tangki sementara BBM di beberapa titik jalur mudik.

Barangkali solusi ini dapat dilakukan ketika musim "balik" tiba. Setelah solusi jangka pendek, bagaimana dengan solusi jangka panjang-nya? Solusi jangka panjang yang dapat ditawarkan misalnya Pertama pembatasan kendaraan melalui plat ganjil genap di masa mudik tahun 2017. Jadi misalkan hari ini yang dapat mudik adalah plat genap, besoknya plat ganjil atau berdasarkan waktu 12 jam pertama ganjil, 12 jam kedua genap, begitu seterusnya. Ini dapat dikombinasikan dengan misalnya pengaturan daerah mudik. Untuk mudik hari pertama atau berdasarkan jam, daerah Bekasi dulu, kemudian daerah Jakarta Utara dan seterusnya. Hal ini pasti akan mengurangi kemacetan di tol.

Solusi kedua misalnya dengan pengaksesan melalui aplikasi. Perlu diingat bahwa sekarang banyak kabupaten atau kota yang menerapkan smart city. Sebagai dasar aplikasi Waze dan Tolkita yang baru saja diluncurkan oleh BPJT (Badan Pengatur Jalan Tol) Kementerian PUPR dapat digunakan oleh pemudik. Alangkah baiknya system aplikasi yang dibangun oleh pemerintah kabupaten dan kota dapat terintegrasi dalam system yang dibangun. Pengalaman sebuah kota di Kolombia membuktikan bahwa aplikasi yang terintegrasi dalam smart city dapat menjadi solusi untuk mereduksi kemacetan.

Solusi ketiga, kembali ke fakta bahwa sekarang arus sepeda motor untuk digunakan mudik makin berkurang, hal ini dikarenakan antara lain upaya pemerintah melalui PT KAI untuk menyediakan gerbong gratis yang mengangkut sepeda motor pemudik. Ini memunculkan sebuah gagasan, INKA selaku industry pembuat gerbong kereta api yang berpusat di Madiun dapat membuat inovasi desain Gerbong kereta yang dapat mengangkut mobil pemudik secara gratis. Nah bagaimana dengan pemudik? Pemudik dapat menggunakan berbagai moda transportasi umum. Bukankan menggunakan trasnportasi umum itu lebih nyaman?

Solusi lain yang dapat ditempuh adalah pembedaan jam masuk sekolah ataupun kantor. Pembedaan ini akan semakin meratakan beban puncak (load capacity) dari arus mudik maupun balik. Selain itu pemberian insentif misalnya rabat/ diskon bagi para pemudik yang mudik atau balik lebih awal juga dapat menjadi solusi.

Bagaimana dengan solusi untuk persitiwa seperti di Sulawesi di atas? Penggunaan teknologi misalnya Jembatan apung dapat menjadi semacam solusi. Jembatan apung yang dapat dibangun dalam waktu relatif cepat dapat menjadi sebuah solusi untuk Buton-Muna di Sulawesi Tenggara. Bukankah jembatan apung pertama di Indonesia sedang dibangun? ( detik.com.11/5). Jembatan di Buton-Muna dapat meniru jembatan seperti di Cilacap. Tentunya solusi di Sulawesi dapat dibarengi dengan penambahan feri serta pembatasan jumlah kendaraan mudik.

Dari solusi di atas, tentunya persoalan mendasar dari peristiwa mudik ini adalah tingginya urbanisasi. Pemerataan pembangunan, sehingga meratakan "gula-gula pembangunan" melalui pengembangan Wilayah Pengembangan Strategis (WPS) yang merupakan program dari Jokowi-JK adalah sebuah jawaban yang cukup beralasan.

*) Dimas Hastama Nugraha, Penulis merupakan pemerhati perkotaan, merupakan Peneliti MudaTerbaik 2014 Badan Litbang Kementerian Pekerjaaan Umum dan Perumahan Rakyat, peserta Japan CASBEE Program 2014, peserta LLDA Program 2015 di Quezon City Philipina (dra/dra)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads