Maka, panitia ramadan Masjid Baitul Makmur, salah satu masjid komunitas Indonesia di Melbourne, mengadakan acara malam takbiran bersama. Baitul Makmur adalah rumah tinggal yang berhadap-hadapan dengan stasiun kereta api daerah Laverton, yang sejak tiga tahun lalu dijadikan masjid oleh beberapa keluarga Indonesia di bagian barat kota Melbourne, Australia.
Malam takbiran dimulai dengan salat Isya berjamaah pada pukul setengah delapan malam, berbeda seandainya akhir pekan waktu salat menjadi jam tujuh malam. Perbedaan waktu itu untuk menyesuaikan kebutuhan jamaah untuk pulang dan berangkat kerja keesokan harinya. Setelah salat Isya, takbir pun dikumandangkan oleh jamaah termasuk anak-anak yang bergantian memegang mikrofon, agar merasakan suasana gembira malam hari raya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selepas makan malam, Ibu Ratih, salah satu ustadzah taman BBQ (Belajar Baca Qur'an) di Baitul Makmur meraih mikrofon dan mengumumkan ada permainan bagi anak-anak. Demikianlah memang rencananya, malam takbiran diupayan menyenangkan, khususnya bagi jamaah anak-anak. Mereka dikenalkan dengan wajah islam yang penuh senyum, tawa tetapi juga serius menjaga akhlak dan akidah. Berbeda jauh dengan gambaran bom bunuh diri sebagai wajah Islam, utamanya setelah pengeboman baru-baru ini di Madinah dan Solo.
Mbak Ratih memimpin cerdas cermat untuk anak-anak. Mereka dibagi dalam empat kelompok, lalu diberikan pertanyaan terkait pengetahuan keislaman. Sekali-sekali jamaah yang menonton memberikan tepuk tangan dan tertawa mengikuti jawaban peserta anak-anak yang tepat, ataupun keliru. Yang penting malam itu suasana khusyu, kebersamaan dan keceriaan bergabung menjadi satu, mewarnai malam takbiran di perantauan negeri kanguru.
![]() |
Selepas permainan untuk anak-anak, rupanya ada satu acara tambahan berupa perpisahan dengan salah satu keluarga jamaah yang akan pulang ke Indonesia. Setelah bersama-sama sekian lama, perpisahan selalu menghadirkan keharuan. Jamaah ibu-ibu Baitul Makmur telah menyiapkan sekedar cindera mata bagi Ibu Ria, yang akan kembali ke Indonesia. Doa pun dipanjatkan agar dapat bertemu kembali di tanah air, atau dimanapun Allah mempertemukan.
Terakhir, sebelum bubar, acara yang juga tidak akan terlewat adalah foto bersama. Uniknya panitia ramadan telah menyiapkan dekorasi khusus untuk acara foto-foto ini. Harapannya jamaah yang menggunakan booth foto wajib membeli tiket, lalu uangnya disumbangkan untuk masjid Baitul Makmur.
![]() |
Maka, muncullah foto-foto kocak jamaah bapak-bapak dan ibu-ibu dengan wajah ceria menyambut hari raya Idul Fitri esok hari. Bagi kami di perantauan, yang jauh dari keluarga dan handai taulan, jamaah masjid Indonesia itulah keluarga terdekat. Ke masjid Baitul Makmur itulah, bersama-sama jamaah Indonesia lainnya kami "mudik", tanpa terjebak macet, menikmati kebersamaan, menjalin persaudaraan ke Indonesiaan dalam keislaman. Karena untuk pulang ke Indonesia, tidak jarang bukan suatu hal yang mudah. Uda Emi, salah satu jamaah dari Padang, ketika melihat wajah saya yang sedih di malam takbiran itu berkata sambil tersenyum menghibur, "Jangan sedih karena malam takbiran jauh dari keluarga. Saya saja sudah lebih dari dua puluh tahun bertakbiran di sini, dan belum juga pulang ke Indonesia," katanya.
Ya, malam takbiran di perantauan, di negeri Kanguru memang berbeda. Tetapi sebagaimana di tanah air, seharusnya kebersamaan kita sebagai saudara sebangsa tetap menjadi perekat persaudaraan dalam Islam. Selamat hari raya bagi seluruh saudara setanah air, salam maaf lahir dan batin dari kami di perantauan Melbourne, Australia.
Melbourne, 5 Juli 2016
*) Denny Indrayana, Guru Besar Hukum Tata Negara Fakultas Hukum UGM, Visiting Professor pada Melbourne Law School dan Faculty of Arts, University of Melbourne Wakil Menteri Hukum & HAM (2011 β 2014) (dra/dra)













































