Ramadan Saatnya Membatasi Anak dari Gadget
Bagikan opini, gagasan, atau sudut pandang Anda mengenai isu-isu terkini
Kirim Tulisan

Ramadan Saatnya Membatasi Anak dari Gadget

Rabu, 22 Jun 2016 11:05 WIB
Masruri
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com
Ramadan Saatnya Membatasi Anak dari Gadget
Foto: Dok Pribadi
Bucharest - Zaman sekarang, kemajuan teknologi informasi dan telekomunikasi telah mewarnai kehidupan manusia dalam berbagai aspek kehidupan. Termasuk semakin majunya perkembangan teknologi perangkat terminal (perangkat pintar/gadget) seperti smartphone, tablet, termasuk perangkat video games.

Perangkat yang semakin cerdas ini didukung oleh peningkatan kecepatan internet dan kemajuan teknologi cloud computing, di mana berbagai aplikasi dapat dengan mudah diperoleh melalui application store.

Orang tua di Indonesia dan di mana saja dengan mudahnya memberikan fasilitas gadget baik smartphone, tablet, maupun perangkat video games kepada anak-anak mereka mulai dari usia balita. Jika anak-anak bermain video games, maka dampak positifnya adalah akan melatih otak anak tersebut dan memberikan stimulasi keterampilan mengolah otak.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Melatih koordinasi antara tangan dan mata dan melatih keterampilan spasial dan motorik halus anak. Pada games-games menembak, tokoh dalam games tersebut kadangkala harus berlari dan menembak secara bersamaan. Pemain harus mampu mengkoordinasikan interpretasi otak dan gerakan tangan sekaligus. Proses ini membutuhkan koordinasi antara mata dan tangan serta kemampuan visual-spatial dalam bermain games.

Melatih perencanaan, manajemen sumber daya dan logistik yang terbatas dan memutuskan penggunaanya secara efisien. Multitasking dan manajemen multiple variable misalnya dalam games-games strategi seperti mendevelop sebuah kota atau benteng.

Namun demikian, berbagai kelebihan-kelebihan itu terkandung berbagai dampak negatif bila orang tua tidak bisa melakukan pengawasan dengan baik dan membiarkan anak-anak mereka menghabiskan sebagian besar waktunya untuk bermain video games. Berikut beberapa dampak negatif video games terhadap anak:

1. Terlalu banyak bermain games akan membuat seorang anak menjadi terisolasi (anti sosial) dan waktu untuk aktifitas lain seperti mengerjakan PR, membaca, olahraga, dan berinteraksi dengan keluarga menjadi berkurang. Jika di tengah keramaian banyak orang, dan anda temukan anak anda asyik menyendiri dengan gadgetnya dengan bermain video games, maka sebagai orang tua anda layak untuk berhati-hati dan waspada anak anda terlalu adiktif atau kecanduan terhadap videogames.

2. Bermain games dapat berkorelasi secara negatif terhadap prestasi akademik di sekolah. Studi menunjukkan bahwa semakin banyak anak-anak menghabiskan waktunya untuk bermain video games, semakin buruk prestasinya di sekolah. Riset ini ditunjukkan oleh Craig A. Andersen, University of Missouri – Columbia, dan Karen E. Dill dari Lenoir-Rhyne College pada Journal of Personality and Social Psychology, 2000 yang berjudul "Video Games and Aggressive Thoughts, Feelings, and Behavior in the Laboratory and in Life".

3. Meskipun bermain video games dapat meningkatkan konsentrasi anak, tetapi sebuah studi di sebuah paper "Video Game Playing, Attention Problems, and Impulsiveness: Evidence of Bidirectional Causality" oleh Douglas A. Gentile et.all menemukan bahwa games dapat meningkatkan konsentrasi dalam jangka pendek namun merusak konsentrasi jangka panjang. Misalnya anak-anak yang buru-buru menyelesaikan PR karena ingin cepat-cepat kembali bermain video games.

4. Bermain terlalu lama video games dapat menyebabkan gangguan kesehatan yang disebabkan misalnya duduk terlalu lama dan kurang berolahraga ataupun lupa makan karena keasyikan bermain video games.

Oleh karena itu orang tua hendaknya memonitor anak-anaknya dalam bermain games seperti halnya memonitor anak-anak untuk tidak banyak menghabiskan waktu menonton TV atau media lain. Orang tua juga dianjurkan untuk membatasi waktu bermain video games misalnya 1-2 jam sehari dan mengajak anak untuk berganti aktifitas, seperti membaca buku, berolahraga, berinteraksi dengan anak-anak lain yang sebaya, dan melihat program yang baik di TV.

Ramadan adalah bulan tarbiyah oleh karena itu orang tua agar dapat mendorong anak-anak untuk mengenal Tuhannya. Dengan mengikutsertakan anak-anak mereka dalam pesantren-pesantren kilat, mempelajari membaca Alquran dan bahkan menghafal Alquran. Anak-anak juga dapat diajarkan untuk menyiapkan makanan bersama untuk buka puasa. Yang terpenting adalah anak-anak bisa berganti aktifitas.

Selain itu, mengajak anak-anak untuk bermain di luar misalnya bermain sepeda di taman atau melakukan observasi tanaman di taman. Anak-anak juga dilatih merasakan cuaca ektrim di luar seperti misalnya ketika turun salju di musim dingin, tidak melulu di dalam kamar. Aktifitas di luar ini akan dapat meningkatkan kecerdasan visual-spatial yang sesungguhkan secara nyata yang tidak didapatkan dari permainan video games, di samping akan melatih imunitas tubuh mereka terhadap cuaca ataupun imunitas terhadap berbagai alergi.

Orang tua juga hendaknya memonitor efek dari video games kepada anak-anaknya. Lakukan observasi terhadap tingkah lakunya apabila di kemudian hari ditemukan perilaku anak yang agresif baik kepada teman-temannya maupun saudara-saudaranya. Apakah pada saat itu dia sedang memainkan video games yang berisi konten kekerasan. Segeralah antisipasi untuk menyelesaikan permasalahan segera sebelum menjadi permasalahan yang serius di kemudian hari.

Semoga Ramadan mampu membuka wawasan orang tua dalam memberikan pendidikan dan pengawasan kepada anak-anak agar tidak menjadi budak teknologi tetapi menjadi anak-anak yang mampu mengatur waktu dan aktifitasnya agar lebih produktif demi masa depan mereka.


*Penulis adalah postdoctoral research assistant dalam bidang high power laser, tinggal di Magurele-Bucharest. (slh/slh)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads