Apa Kabar Kawasan Ekonomi Khusus Sei Mangke di Simalungun?
Bagikan opini, gagasan, atau sudut pandang Anda mengenai isu-isu terkini
Kirim Tulisan

Catatan Agus Pambagio

Apa Kabar Kawasan Ekonomi Khusus Sei Mangke di Simalungun?

Rabu, 24 Feb 2016 11:03 WIB
Agus Pambagio
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com
Foto: Agus Pambagio - dokumen pribadi
Jakarta - Setelah vakum selama kurang lebih 10 tahun, di era Presiden SBY, pembangunan infrastruktur oleh Presiden Jokowi dipercepat melalui percepatan beberapa proyek-proyek infrastruktur yang selama ini terbengkalai, termasuk melakukan percepatan pembangunan beberapa proyek infrastruktur baru sesuai dengan janji Presiden Jokowi saat kampanye Pilpres 2014 lalu.

Sayangnya percepatan yang dilakukan oleh Pemerintah saat ini banyak tersandung pada regulasi dan kepemilikan lahan. Terobosan regulasi sering menggunakan penerbitan Peraturan Presiden (Perpres) yang sering dibuat secara maladministrasi karena tidak sesuai dengan perintah Pasal 29 & 31 UU No. 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dan Pasal 66 Ayat (1 & 2) Peraturan Presiden (Perpres) No. 87 Tahun 2014 Tentang Peraturan Pelaksanaan UU No. 12 Tahun 2011.

Salah satu percepatan pembangunan infrastruktur yang sedang diselesaikan secara maraton oleh Pemerintah, adalah penyelesaian infrastruktur Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Sei Mangke, di Kabupaten Simalungun, Sumatra Utara. Di KEK Sei Mangke baru ada 1 investor yang sudah beroperasi, yaitu PT Unilever Oleochemical Indonesia (UOI).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

KEK Sei Mangkei ditetapkan berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2012 tentang KEK Sei Mangkei. PP ini ditandatangani oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 27 Februari 2012. Nasib KEK Sei Mangke semakin tidak jelas ketika Pemerintahan Presiden JKW memutuskan Pelabuhan Kuala Tanjung, Kabupaten Batubara menjadi Free Trade Zone (FTZ).

Akankah KEK Sei Mangke menjadi kawasan industri seperti yang dicita-citakan dalam program Masterpan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI)? Atau kembali mangkrak? Sampai dimana perkembangannya dan bagaimana keterkaitannya dengan pelabuhan Samudra Kuala Tanjung?

Kondisi KEK Sei Mangke Terkini

Sebagai sebuah kawasan yang dikembangkan untuk industri yang berbasis sawit, seharusnya pemerintah serius membangun KEK Sei Mangke, supaya bangsa ini dapat memperoleh nilai tambah dari berlimpahnya kebun sawit di Sumatra Utara. Selama ini kita hanya sohor sebagai pengeksporΒ  hasil bumi non olahan yang nilai tambahnya sangat kecil bagi bangsa ini. Mau ekspor industri olahan sawit tak pernah bisa karena industri hilirnya memang tak kunjung dibangun oleh Pemerintah.

Dari diskusi di lapangan di KEK Sei Mangke dan Pelabuhan Kuala Tanjung, penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa Pemerintah lamban melakukan percepatan untuk melengkapi KEK Sei Mangke dan optimalisasi Pelabuhan Kuala Tanjung.

Beberapa infrastruktur memang belum selesai. Hingga Januari 2016 ini, ada beberapa infrastruktur penting yang belum selesai, antara lain ketersediaan listrik, jalan lingkungan, jaringan rel dari kawasan ke jaringan rel milik Direktorat Jenderal Kereta Api (Medan-Kisaran), ketersediaan gas, jalan tol menuju pelabuhan Belawan serta Kuala Tanjung dan sebagainya.

Kurangnya suplai listrik menjadi kendala yang paling kritikal bagi investor.Β  Sebagai contoh, listrik di PT UOI. Total listrik yang dibutuhkan oleh PT UOI sekitar 10 MW. Namun baru tersedia sekitar 8 MW yang disuplai langsung oleh PT PLN Pematang Siantar (2 MW) dan pembangkit biomas milik PT Harkat (6 MW). Tegangan yang diperolehpun belum stabil dan sering mengalami pemadaman. Interupsi 1 detik saja sudah dapat menghentikan operasi pabrik PT UOI secara total.Β  Kondisi tersebut membuat operasi PT UOI belum optimal (baru sekitar 80%).

Pembanguan Gardu Induk (GI) milik PT PLN diperkirakan baru akan beroperasi pada awal Maret 2016. Kehandalan GI PLN sangat diharapkan, mengingat saat ini listrik dalam seminggu hanya on sekitar 2- hari, sisanya padam dan harus dibantu oleh generator 8 MW yang disewa langsung oleh PT UOI.

Untuk industri di KEK Sei Mangke, PT PLN dengan tarif khusus (premium) yang 25% di atas tarif resmi tanpa ada payung hukumnya. Harusnya dengan tarif semahal itu, PT PLN dapat memberikan garansi bahwa listrik tidak akan pernah padam atau terinterupsi.

Dari sisi ketersediaan gas, KEK Sei Mangke juga memprihatinkan. Harga gasΒ  dari PT Pertagas Niaga yang harus dibayar oleh investor super mahal, yaitu USD 16/mmbtu. Ini harga gas termahal yang pernah dijual di Indonesia. Padahal dengan harga minyak bumi sangat rendah, harga gas juga rendah karena rumus harga gas adalah 13% x harga crude ditambah biaya pipa sekitar maksimum USD 3/mmbtu.

Untuk percepatan pembangunan infrastruktur internal, seperti pembangunan Dry Port, jalan lingkungan, dan tangki terminal CPO sudah diambil alih oleh Direktorat Jenderal Pengembangan Perwilayahan Indonesia (PPI), Kementerian Perindustrian. Sayangnya pembangunan melambat karenaΒ  terjadi kelangkaan pasokan semen.

Jalan di dalam KEK Sei Mangke sepanjang 5 km sedang dibangun dan sudah 90% selesai. Diharapkan awal Maret 2016 selesai. Sedangkan jalan akses menuju KEK Sei Mangkei dari arah Medan/Belawan masih menggunakan Jalan Lintas Timur Sumatra yang sudah tidak memadai karena sempit dan sangat ramai cenderung macet.

Untuk rel kereta api sepanjang 2,9 Km di KEK Sei Mangke sudah hampir selesai. Namun jalur kereta api menuju Pelabuhan Kuala Tanjung dan ke jalur Tebing Tinggi-Kisaran, masih ada kendala teknis dengan Direktorat Jenderal Kereta Api, Kementrian Perhubungan. Sedangkan untuk infrastruktur pengolahan air limbah, air bersih dan telekomunikasi sudah tidak bermasalah.

Langkah Pemerintah Selanjutnya

Pemerintah harus segera menyelesaikan segala persoalan infrastruktur di KEK Sei Mangke, khususnya yang terkait dengan logistik dan energi. Lakukan terobosan di SDM pengelola KEK dan pertegas koordinasi dengan multi stakeholders yang ada.

Kedua, karena Pelabuhan Kuala Tanjung sudah diputuskan sebagai FZ sementara jaraknya dengan KEK Sei Mangke hanya sekitar 40 Km, pastikan bahwa investor di FTZ Kuala Tanjung dan KEK Sei Mangke mendapatkan keuntungan yang sama, khususnya di sistem logistik meskipun KEK seharusnya lebih memberikan insentif bagi investor. Contohnya, Produk KEK Sei Mangke harus bisa segera diekspor melalui Pelabuhan Kuala Tanjung bukan Belawan yang jaraknya lebih jauh (sekitar 100 Km).

Untuk itu kendala yang menghambat pembangunan Pelabuhan Kuala Tanjung harus segera diselesaikan, seperti izin perubahan (addendum) konsesi dari Pelabuhan Curah Cair ke Pelabuhan Multi Purpose FTZ Kuala Tanjung. Konsesi harus beres supaya pembiayaan dari Sindikasi Bank BUMN mau mengucurkan dananya.

Ketiga, insentif fiskal bagi nivestor KEK Sei Mangke yang sudah berproduksiΒ  harus segera direalisir. Sampai hari ini meskipun sudah beroperasi, PT UOI belum memperoleh tax holiday dari Pemerintah. Kalau Pemerintah tidak menepati janji-janjinya bagaimana bisa mengundangΒ  investor ?

*)Β  AGUS PAMBAGIO adalah Pemerhati Kebijakan Publik dan Perlindungan Konsumen.
Halaman 2 dari 1
(nwk/nwk)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads