Peru, Dari Koka ke Kakao
Bagikan opini, gagasan, atau sudut pandang Anda mengenai isu-isu terkini
Kirim Tulisan

Kolom

Peru, Dari Koka ke Kakao

Kamis, 11 Feb 2016 16:34 WIB
Muhammad Sarmuji
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com
Peru, Dari Koka ke Kakao
Foto: Dokumen Pribadi
Jakarta - Sore hari itu, 26 Januari 2016, Kota Lima sedikit mendung, bagi orang bekerja saat yang tepat untuk membayangkan tempat istirahat. Pun dengan para delegasi Group Kerja Sama Bilateral Indonesia-Peru. Apalagi semalam kami baru masuk hotel pukul 12 malam, setelah perjalanan panjang kelililing bumi. Total perjalanan Indonesia-Peru, berikut transit, 33 jam dengan pesawat terbang.

Tapi sore itu, kami harus menyelesaikan satu agenda dari sekian agenda yang sudah dijalani sejak pagi hari. Agenda itu adalah bertemu dengan DEVIDA, semacam Badan Penanggulangan Narkotika Nasional (BNN-nya Peru). Untuk membunuh kantuk karena perbedaan selisih waktu 12 jam (Indonesia siang, Peru malam), saya segera membayangkan konsep penjara yang dijaga buaya olehย  Budi Waseso, Kepala BNN Indonesia.

Peru telah lama dikenal sebagai produsen kokain dunia. Secara tradisional tanaman koka sudah ditanam oleh penduduk Peru sejak jaman suku Inca berabad-abad lalu. Beratus tahun juga, tanaman koka telah menjadi sumber hidup masyarakat Peru. Karena menjadi bagian sistem mata pencaharian, maka bisa dikatakan Koka adalah bagian tak terpisahkan dari Kebudayaan Peru. Tetapi yang paradoks, di antara negara Amerika Latin, Peru merupakan pemakai kokain terendah di kawasan.
ย 
Kokain, sebagai produk pohon koka, sudah dinyatakan sebagai musuh dunia. Kokain, di luar untuk kepentingan medis, adalah zat yang paling bertanggungjawab atas berbagai kerusakan otak manusia. Kokain harus diberantas. Tapi bagaimana memberantas kokain yang sudah berakar dalam tradisi masyarakat Peru?ย  Sudah pasti Pemerintah Peru membutuhkan alasan dan argumentasi yang tepat untuk berhadapan dengan masyarakatnya sendiri.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kokain, sebagai produk ilegal, memiliki jaringan yang sangat rapi. Hingga bisa sampai ke berbagai negara, semisal Indonesia, yang jauh jaraknya seperti ujung dengan ujung sebuah tali bumi. Bisa dibayangkan, memberantas kokain bukanlah cerita sederhana bagi Peru.

Mewacanakannya saja sudah membutuhkan keberanian yang luar biasa. Tetapi itulah yang sedang dilakukan Pemerintah Peru hari ini. Bagaimana mengubah sesuatu yang mengakar dalam masyarakat kemudian mengalihkannya ke dalam bentuk lain yang lebih produktif. Hari itu, dari DEVIDA Peru kami belajarย  langkah transformasi yang dilakukan pemerintah Peru.

Langkah pertama yang dilakukan adalah memetakan seluruh sentra-sentra tanaman Koka. Umumnya tanaman Koka ditanam di daerah-daerah pedesaan terpencil yang mata pencahariannya bersumber dari bertani, khususnya bertani Koka. Pada masyarakat semacam ini, selain rawan memproduksi Kokain juga rawan secara keamanan. Karena bisa dijadikan basis-basis gerakan Maoisme. Sebuah gerakan bersenjata yang menjadi problem tersendiri bagi Pemerintah Peru.

Langkah kedua, Pemerintah melakukan sosialisasi dan menawarkan program transformasi. Dalam melakukan transformasi dari koka ke produk lain, Pemerintah tidak gegabah dan gebyah uyah. Kondisi tanah antar daerah berbeda, sehingga program yang ditawarkannya pun berbeda. Ada suatu daerah yang cocok ditanami pisang, maka program yang ditawarkan adalah penanaman pisang. Daerah lain yang cocok ditanami Kakao, pemerintah menawarkan penanaman Kakao.
ย 
Langkah ketiga, pemerintah melakukan pendampingan hingga ada jaminan program ini berhasil dilakukan. Pendampingan ini mulai dari perencanaan lahan, penyediaan bibit gratis, penanaman, produksi dan pemasaran. Bahkan pemerintah mencarikan jalan agar produk yang ditanam bisa diekspor ke luar negeri untuk menghasilkan nilai tambah yang lebih besar.

Langkah keempat, karena daerah eks tanaman Koka sebagiannya merupakan daerah terpencil, pemerintah membuka akses dengan membangun infrastruktur agar produk-produk pertanian yang dihasilkan bisa lebih mudah dipasarkan. Dengan demikian masyarakat daerah pedesaan mendapatkan dua manfaat sekaligus: manfaat secara ekonomi karena produknya menjadi bernilai dan manfaat sosial yang menjadikan mereka terhubung dengan daerah-daerah yang lebih maju.
ย 
Langkah kelima, pemerintah menyediakan bantuan yang diperlukan selagi tanaman pengganti belum berproduksi. Pemerintah juga menjalankan program-program kesehatan di daerah-daerah eks sentra koka.

Langkah keenam, Pemerintah memberikan tindakan tegas bagi mereka yang tidak mau terlibat dalam transformasi ini. Masyarakat diberikan pilihan, jika mau ikut program ada manfaat yang bisa dirasakan, jika tidak ikut ada hukuman yang akan diterima. Tetapi karena program ini diiringi perbaikan layanan publik di daerah eks koka, moral kolektifnya kelihatan lebih menonjol dibanding kepentingan perorangan.

Dengan langkah tersebut, Peru menjadi negara yang dinilai berhasil dalam mengatasi produk Kokain. Sejak program ini dijalankan luas lahan koka berkurang lebih dari 100.000 hektar, suatu jumlah yang sangat signifikan. Produksi Kokain juga menurun drastis. Namun demikian Pemerintah Peru masih menoleransi tanaman Koka untuk kepentingan terbatas, semisal: teh koka yang masih bisa dinikmati terutama di daerah-daerah pegunungan.

Di hotel-hotel Peru terutama di daerah gunung, seperti Kota Cusco, suguhan teh koka lazim ditemui. Pun di kereta api wisata yang akan mengantarkan pengunjung ke wisata warisan dunia, Machu Pichu. Konon teh koka tidak adiktif, bahkan bisa berfungsi menghilangkan pusing akibat faktor ketinggian.

Berkebalikan dengan koka, luas lahan kakao meningkat sangat pesat. Kakao saat ini tumbuh menggantikan hilangnya koka. Pada pertemuan di DEVIDA kami disuguhi coklat hasil pengalihan dari tanaman koka. Bolehlah membayangkan mengecap coklat dengan rasa koka daripada mengecap kokain rasa coklat, seperti dodol ganja yang banyak marak di Indonesia.

Penjelasan DEVIDA sangat penting, tetapi bagi saya yang lebih penting adalah tekad Pemerintah Peru menjalankan visi pembangunannya yang berkelanjutan. Pemerintah Peru dalam melakukan transformasi tidak sekedar membakar lahan koka, seperti yang sering kita saksikan dalam berita-berita operasi tanaman ganja di Indonesia. Pemerintah Peru juga tidak menyediakan buaya untuk menjaga pelakunya tetapi menjalankan program dengan tawaran menarik dan menguntungkan yang siapapun sulit untuk menolaknya.

Pemerintah Indonesia dalam skala yang berbeda menghadapi problem yang sama, yaitu, bagaimana membatasi produk-produk minuman beralkohol yang secara tradisional diproduksi oleh masyarakat. Di banyak tempat masyarakat memproduksi secara ilegal minuman cap tikus, ciu, dan lain sebagainya. Minuman-minuman iniย  adalah sumber dari hilangnya kesadaran anak-anak muda di daerahnya. Bahkan terkadang, minuman keras ilegal bisa menyebabkan hilangnya banyak nyawa peminumnya.

Indonesia juga memiliki penanam ganja yang banyak jumlahnya. Di Aceh misalnya, tanaman ganja juga mengakar dalam tradisi masyarakat. Masakan Aceh yang lezat, konon terdapat pengharum rasa daun ganja. Apakah kita sudah memiliki program transformasi seperti Peru, atau cukup kita kirimkan buaya ke ladang ganja?


*Penulis adalah Anggota DPR RI Fraksi Partai Golkar

(erd/erd)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads