Kampung Kumuh dan Narkoba
Bagikan opini, gagasan, atau sudut pandang Anda mengenai isu-isu terkini
Kirim Tulisan

Kolom

Kampung Kumuh dan Narkoba

Selasa, 26 Jan 2016 11:18 WIB
Dimas Hastama Nugraha
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com
Kampung Kumuh dan Narkoba
Foto: (dokumentasi pribadi)
Jakarta - Beberapa waktu terakhir ini, kita dikejutkan oleh fenomena tertangkapnya beberapa residivis narkoba. Diawali dengan pengeroyokan Bripka Taufik selaku petugas yang akan menggerebek gembong narkoba di Jakarta dan akhirnya diikuti oleh beberapa penangkapan serta penembakan residivis narkoba yang melawan oleh petugas Polda Metro Jaya, misalnya yang juga terjadi di Rusun Tanah Tinggi, Kampung Ambon dan lainnya.

Di luar Jakarta, penangkapan residivis narkoba juga dilakukan di Medan dan kota- kota lainnya. "Kampung Kubur" yang merupakan 'Kampung Ambon'-nya Medan juga tak luput dari tindakan petugas kepolisian setempat.

Dari wilayah Berlan di Jakarta, Kampung Ambon, Kampung Kubur dan daerah- daerah rawan narkoba lainnya di Indonesia, terdapat satu benang merah, yaitu kampung ini terletak di kawasan permukiman kumuh. Pertanyaanya sekarang yaitu mengapa kawasan permukiman kumuh rawan akan narkoba? Ini sudah di jawab oleh Yayat Supriyatna selaku pakar tata kota dalam detik.com (23/1) di mana kampung kumuh yang menjadi gudang bandar narkoba rata- rata tidak tersentuh hukum. Pernyataan ini menegaskan bahwa ada semacam ironi dalam pemberantasan bandar narkoba khususnya yang tinggal di kawasan kumuh.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Di sisi lain, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mempunyai program 100-0-100 dimana di tahun 2019 target sektor keciptakaryaan yang ingin dicapai yaitu 100% akses air minum, 0% kawasan kumuh dan 100% akses sanitasi. Diharapkan setelah 0% kawasan kumuh, maka kota akan bebas kawasan kumuh seluruhnya di tahun 2019.

Ini seakan mengacu pada target dari UN Habitat yang mencanangkan kota di abad 21 perlu menjadi kota yang "pintar"Β  di mana ini mempunyai maksud kota yang fokus pada manusia dan dapat memadukan berbagai aspek kesejahteraan (UN Habitat, 2014). TargetΒ  0% kumuh ini cukup menarik karena yang disasar bukan semata- mata outputnya tetapi juga outcome yang timbul dari adanya program tersebut. Pertanyaannya sekarang, apa hubungan antara kawasan kumuh dan narkoba?

Kawasan kumuh mempunyai beberapa premis yang saling berhubungan. Hunian yang kurang layak, kehidupan Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR), banyaknya pengangguran, jalan lingkungan yang sempit, tingkat akses sanitasi dan air minum yang kurang adalah beberapa kata kunci yang terkait dengan kawasan permukiman kumuh. Adanya kata- kata kunci ini akhirnya yang berpotensi dapat melibatkan masyarakat berpenghasilan rendah yang ada di dalam kawasan ini untuk mencari jalan pintas, termasuk di dalamnya bertindak kriminalitas maupun terlibat narkoba.

Machin (2004) dalam studinya Crime and Economic Incentives juga menyebutkan bahwa tingkat upah riil memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap tingkat kriminalitas. Sekarang pertanyaanya adalah bagaimana melaksanakan peremajaan kawasan kumuh dalam rangka untuk memberantas perdagangan narkoba?

Langkah-langkah yang dapat dilakukan yaitu:

Pertama, pelibatan masyarakat secara aktif dalam peremajaan kawasan kumuh. Kegiatan pemetaan kondisi sosial ekonomi lingkungan harus dilakukan oleh pemerintah bersama-sama dengan masyarakat. Selain tujuan untuk saling mengenal antar penduduk, kegiatan yang dapat dikemas dalam bentuk rapat ini juga akan merumuskan program peremajaan kawasan kumuh apa yang dapat diwujudkan nantinya. Apakah akan dibangun drainase yang layak, jalan lingkungan, pembangunan rumah tak layak huni ataukah yang lainnya.

Langkah pertama ini juga akan menumbuhkan modal sosial (social capital) berupa trust (kepercayaan), norm (norma) dan networking (jaringan). Dengan adanya modal sosial yang tumbuh, maka akan timbul kepercayaan dan jaringan antar warga masyarakat di kawasan kumuh. Apabila ada orang asing yang tinggal dan tidak ikut terlibat dalam beberapa kegiatan, maka akan terlihat oleh forum ini. Selain itu, modal sosial yang timbul menjadi kontrol sosial dan dapat mencegah berkembangnya narkoba di kawasan kumuh tersebut. Dengan adanya ini RT/RW setempat juga akan menjadi lebih perhatian dan tidak bersikap acuh tak acuh kepada warga-nya.

Kedua, yaitu sinergi antar pemangku kepentingan di daerah tersebut. Wali Kota/Bupati dapat menginstruksikan program peremajaan kawasan kumuh di kampung- kampung yang dirasa rawan terhadap perdagangan narkoba. Program ini dapat dilaksanakan dengan melibatkan SKPD terkait misalnya Dinas PU setempat berperan dalam membangun jalan lingkungan dan sanitasi yang layak, Dinas Tenaga Kerja dapat berperan mengadakan pelatihan/ training ketrampilan komputer, bahasa asing dan lainnya kepada para pengangguran di kawasan kumuh ini. Dinas Tenaga Kerja juga dapat langsung menyalurkan lulusan pelatihan ini kepada perusahaan-perusahaan yang ada di kota tersebut.

Dinas lain yang dapat terlibat misalnya Dinas Kesehatan memberikan fasilitas periksa gratis, Dinas Pendidikan dapat berperan memberikan beasiswa kepada anak- anak MBR di kawasan kampung ini. Dari luar SKPD, Kepolisian dan Badan Narkotika Nasional (BNN) Provinsi juga dapat masuk melalui sosialisasi bahaya narkoba.

Dengan adanya kerjasama program lintas SKPD ini, MBR dapat terbantu dalam hal mencari pekerjaan, meringankan belanja rumah tangga masyarakat sehingga masyarakat tidak akan mencari pekerjaan haram misal menjadi kurir narkoba. Langkah ini juga dapat menimbulkan kepercayaan (trust) dari masyarakat kepada pemerintah dan dalam rangka memanusiawikan masyarakat yang tinggal di kawasan kumuh.

Ketiga, yang dapat dilakukan yaitu membentuk embrio organisasi pengelola kawasan, langkah ini merupakan lanjutan dari langkah pertama dan kedua.Β  Dari kerjasama lintas SKPD yang mempunyai tujuan meringankan beban belanja pendidikan, kesehatan masyarakat, secara tidak langsung, masyarakat akan dididik untuk menyisihkan sebagian penghasilannya untuk ditabung (saving).

Masyarakat akan bisa menabung dan sebagian kecil uang dari masyarakat dapat digunakan sebagai modal dalam membangun kawasan. Modal ini dapat diputar melalui koperasi yang pada nantinya koperasi ini akan berperan sebagai organisasi sebuah badan pengelola kawasan eks-kawasan kumuh. Organisasi ini bertujuan menjaga agar kawasan ini tidak menjadi kumuh, menjaga keberlanjutan lingkungan di kawasan dan dapat menjadi 'alat' kontrol sosial dari masyarakat terhadap ancaman Narkoba dari luar.

Langkah- langkah ini akan efektif dilakukan jika dilakukan secara bersama- sama. Dengan langkah peremajaan kawasan kumuh ini diharapkan tujuan mengentaskan kawasan kumuh sekaligus memberantas perdagangan narkoba dapat tercapai dengan baik. Langkah ini juga dapat mencapai pengertian kota yang fokus pada manusia dan dapat memadukan berbagai aspek kesejahteraan seperti utarakan oleh UN Habitat. Semoga

*) Dimas Hastama Nugraha, ST, MEng merupakan Pemerhati Permukiman dan Perkotaan, Peneliti Tingkat Muda Bidang Geografi Manusia (Studi Perkotaan), Peneliti Terbaik Balitbang PUPR Tahun 2014, Peneliti terbaik Pusat Litbang Sosial Ekonomi dan Lingkungan Kementerian PU 2013, Peserta CASBEE Japan Program tahun 2014 dan Peserta LLDA Quezon City Filipina 2015.
Halaman 2 dari 1
(nwk/nwk)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads