Galih Kangkung Partai Golkar
Bagikan opini, gagasan, atau sudut pandang Anda mengenai isu-isu terkini
Kirim Tulisan

Kolom Djoko Suud

Galih Kangkung Partai Golkar

Rabu, 06 Jan 2016 11:57 WIB
Djoko Suud Sukahar
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com
Foto: Dokumentasi pribadi
Jakarta - Partai Golkar monting. Semua faksi berseteru. Tidak lagi ada kawan, karena semua telah berubah lawan.

Saking ruwetnya masalah Golkar kali ini, sulit dicari kata tepat untuk mencari jawab. Secara metafisis, Partai Golkar kini sedang mencari galih kangkung.

Partai Golkar tidak dinyana kondisinya berubah runyam. 'Skenario jahat' yang digagas akhirnya melahirkan banyak 'kejahatan nyata'. Munas Bali digelar untuk menelikung, diimbangi Munas Ancol yang membelahnya menjadi dua.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

'Golkar Kembar' ini berlarut-larut, karena 'dikuati' payung hukum yang juga kembar. Pengadilan memayungi 'Partai Golkar Ical', sedangkan Menkumham memberi ruang 'Partai Golkar Agung'. Ini terbiarkan hingga payung-payung itu runtuh satu-persatu, termasuk Munas Pekanbaru. Semuanya sudah expired.

Di saat semua payung hukum itu sudah kedaluwarsa, arus perpindahan lawan dan kawan terjadi tanpa kendali. Partai Golkar tak lagi kembar, tetapi kombor. Longgar. Bisa terpecah menjadi empat atau lebih, kalau tidak boleh disebut bisa tinggal menyisakan puing-puing saja.

Ya, Partai Golkar seluruh faksi kini semuanya ilegal. Partai berbadan hukum itu sudah tidak punya cantolan hukum lagi. Saling mengklaim akan terjadi. Saling amuk tidak tertutup kemungkinan. Kondisi chaos terbuka, itu jika pemerintah tidak ikut cawe-cawe.

Kondisi Partai Golkar yang 'amburadul' itu dalam filosofi Jawa disebut sebagai titi mangsa (takdir). Jika pohon beringin tidak lagi dijaga 'mbaurekso', orang-orang yang punya niat baik, maka akan oleng dan mungkin tumbang dengan sendirinya. Sekarang ini partai beringin sedang memasuki tahapan itu.

Partai Golkar ibarat berada dalam alam awang-uwung, alam sunyaruri, alam kosong yang suwung (tanpa jiwa). Alam seperti ini bak benda gumantung tanpa centelan, yang ambruk jika tidak punya kekuatan metafisis berujud hati baik dan niatan yang baik.

Partai Beringin seperti tergambar dalam 'ilmu kesempurnaan', Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu' harus mencari hakekat hidup jika ingin tetap survive. Hakekat hidup itu mencari isi di tengah kekosongan. Dalam kalimat Jawa yang euphemistis diibaratkan mencari galih kangkung. Mencari inti dari sebuah pohon kangkung. Itu artinya, menanggalkan ambisi untuk berkuasa dan meniskalakan harta.

Tetapi itu rasanya tidak mungkin. Machiavelli tegas menyebut, tujuan politik itu kekuasaan. Jika sebuah partai politik harus menanggalkan tujuan itu, maka ini sama dengan kesia-siaan. Partai ini dibubarkan atau tidak, samalah artinya. Kebersihan jiwa dan kebaikan hati politisi Golkar demi menyelamatkan partai ini tidak mungkin terjadi.

Jika perbaikan partai ini tidak bisa dilakukan dari dalam, maka tinggal satu yang bisa menyelamatkan partai ini, yaitu keterlibatan pemerintah. Pihak eksternal sebagai penyelamat akan menentukan siapa yang dipilih dan siapa yang tidak dipilih. Ribut pasti, tetapi Partai Golkar selamat.

Akankah Partai Golkar benar-benar memasuki titi mangsa bubar atau 'diambil-alih' pemerintah? Kita tunggu ramai-ramai sambil melihat 'geger kepati' partai yang di era Orba sangat perkasa itu.

*) Djoko Suud Sukahar adalah pemerhati sosial budaya, tinggal di Jakarta.
Halaman 2 dari 1
(nwk/nwk)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads