Saya tidak heran dengan kelengangan dan kesiagaan pengamanan kota Brussels yang begitu ketat menjelang tahun baru tersebut karena telah menyaksikannya sendiri saat berkunjung ke Brussels menjelang Natal 2015.
Β
Jantung kota Brussels yang biasanya ramai dan semarak dengan berbagai hiasan Natal dan kehadiran warga serta wisatawan manca negara, terlihat agak lengang. Alun-alun kota dengan pohon Natal besar setinggi sekitar sepuluh meter di tengah-tengahnya terlihat tidak dipadati pengunjung. Hanya beberapa orang terlihat tengah berfoto-foto dan ber-selfieΒ ria bersama keluarga atau rekan-rekannya dengan latar belakang gedung dan pohon Natal besar tersebut.
Yang justru menarik adalah kehadiran tentara-tentara mengenakan seragam loreng, rompi di dada, baret warna-warni di kepala sesuai asal kesatuan, helm tempur dan pistol di gantung di pinggang serta membawa senapan laras panjang. Kehadiran tentara ini melengkapi kehadiran polisi bersenjata laras panjang ataupun pistol. Berpasang-pasangan para tentara tersebut berpatroli di setiap bagian alun-alun. Sesekali mereka berhenti sejenak dan berbincang satu sama lain, sebelum kemudian berpatroli kembali.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Adalah serangan brutal di Stade de France, Paris, tempat laga sepak bola persahabatan antara Prancis dan Jerman dan aksi penembakan di 6 titik lainnya pada Jumat malam 13 November 2015, yang menyebabkan Pemerintah Belgia dan negara-negara Uni Eropa lain meningkatkan kewaspadaan hingga menerapkan status siaga tertinggi. Pemerintah Belgia misalnya menetapkan status siaga tertinggi 4 dan menerjunkan polisi dan tentara untuk mengamankan obyek vital dan kawasan publik serta terus memburu otak dan pelaku teror yang salah satunya adalah warga negara Belgia bernama Salah Abdesalam.
Pemerintah Belgia dan negara-negara Uni Eropa lainnya menyadari bahwa teror dapat terjadi di mana dan kapan saja. Serangan teror dapat dilakukan tanpa pandang bulu, bisa terjadi di tempat terbuka, di kawasan perbelanjaan dan wisata ataupun di dalam transportasi umum seperti kereta bawah tanah. Apalagi data dari laporan terbaru Lembaga Penegak Hukum Uni Eropa (Europol) yang bermarkas di Den Haag menyebutkan bahwa terdapat kecenderungan peningkatan serangan terorisme di Uni Eropa, jika pada tahun 2013 terdapat 152 serangan teroris maka pada tahun 2014 meningkat menjadi 199 serangan.
Menurut data Europol, selama tahun 2014 terdapat 116 kali serangan teroris yang dilakukan oleh kelompok anarkis, 67 serangan teroris dilakukan oleh kelompok etno nasionalis dan separatis, dan 13 serangan teroris dilakukan oleh kelompok sayap kiri. Adapun kelompok etno nasionalis dan separatis yang melakukan serangan antara lain adalah Dissident Republican Group di Irlandia seperti Real Irish Republican Army, ONH/Warriors of Ireland dan Continuity Irish Republican Army, ETA dan Resistencia Galega di Spanyol, dan National Liberation Front of Corsica di Perancis.
Sementara itu, terdapat total 2 kali serangan teroris ke Belgia dan Prancis yang dilakukan oleh kelompok yang terinspirasi pada agama yaitu kelompok Islam radikal. Mengingat data Europol merupakan data kejadian pada tahun 2014, maka serangan teroris di Paris 13 November 2015 dan London 5 Desember 2015 yang ditenggarai dilakukan oleh kelompok Islam radikal belum masuk dalam data.
Meski kecil dalam jumlah aksi yang dilakukan, namun negara-negara Uni Eropa khawatir akan aksi terorisme yang dilakukan kelompok Islam radikal ataupun individu yang cenderung meningkat, contohnya aksi di Paris dan London yang berlangsung berdekatan. Negara-negara Uni Eropa mengkhawatirkan fenomena jihad yang dimiliki para pelaku yang memiliki pengalaman berada di daerah konflik seperti Suriah dan Irak, dapat dijadikan pendorong untuk melakukan aksi teror yang lebih besar dengan dengan didukung Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) dan Al- Qaeda.
Β
Negara-negara Uni Eropa pun khawatir bahwa setiap ada kebijakan Uni Eropa yang dipandang tidak sejalan dengan kepentingan pihak-pihak yang bertikai di Timur Tengah akan diikuti dengan terjadinya peningkatan kekerasan yang dilakukan kelompok Islam radikal di Uni Eropa yang pada gilirannya dapat mengakibatkan jatuhnya korban secara massal.
Kekhawatiran di atas semakin kuat sejalan dengan meningkatnya proses radikalisasi umat Muslim yang tinggal di Uni Eropa dan penyebarluasan pengaruh ajaran ISIS dan Al-Qaeda lewat internet diperkirakan akan semakin mendorong meningkatnya ancaman terorisme yang dilakukan oleh kelompok Islam radikal di langit Eropa.
Menyadari kecenderungan yang terjadi dan meningkatnya potensi ancaman dan serangan teror, Uni Eropa pun semakin mengintensifkan kerja sama penanggulangan terorisme dengan melibatkan Europol dan badan-badan Uni Eropa lainnya; mendorong dilakukannya proses deradikalisasi; mendorong negara-negara Uni Eropa mengeluarkan kebijakan penanggulangan terorisme guna memperkuat pengawasan dan dimungkinkannya dilakukan penahanan terhadap individu yang diduga terkait gerakan kelompok Islam radikal; dan melakukan penangkalan situs-situs di internet yang memuat anti-semit, terorisme dan kebencian.
Sejauh ini langkah-langkah Uni Eropa untuk menanggulangi terorisme seperti tersebut di atas, secara statistik memang berhasil menunjukkan angka yang rendah dibandingkan di serangan teroris di kawasan lainnya. Uni Eropa berhasil mencegah terjadinya aksi terorisme seminimal mungkin dan menjadikan Uni Eropa jauh lebih aman dibandingkan dengan berbagai kawasan lainnya seperti Afrika, Timur Tengah, dan Asia Tenggara.
Namun sejauh negara-negara Uni Eropa belum mampu menghilangkan masalah internal berupa konflik etno nasionalitas ataupun diskriminasi rasial terhadap Muslim yang tinggal di Uni Eropa serta pandangan streotype terhadap umat Muslim, maka sepanjang itu pula negara-negara Uni Eropa tidak bisa bebas dari ancaman terorisme. Dan selama itu pula ancaman terorisme tetap menggantung di langit Eropa.Β Β
*) Aris Heru Utomo adalah pemerhati hubungan internasional, pernah tinggal di Brussels, Belgia.
Halaman 2 dari 1











































