Tragedi Gas di Sumatera Utara
Bagikan opini, gagasan, atau sudut pandang Anda mengenai isu-isu terkini
Kirim Tulisan

Catatan Agus Pambagio

Tragedi Gas di Sumatera Utara

Rabu, 11 Nov 2015 11:04 WIB
Agus Pambagio
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com
Foto: Agus Pambagio - dokumen pribadi
Jakarta - Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), saat ini Indonesia merupakan salah satu Negara yang mempunyai cadangan gas alam terbesar di dunia atau mencapai sekitar 103 triliun kaki kubik atau setara dengan 2,9 triliun liter BBM. Ironisnya kekayaan ini belum dinikmati secara optimal oleh rakyat Indonesia, kecuali oleh para traders atau pedagang gas Indonesia.

Penetrasi gas alam di transportasi, rumah tangga, industri dan ketenagalistrikan masih sangat kecil sekali. Dua faktor penyebabnya adalah buruknya infrastruktur gas dan kedua adalah kebijakan yang tidak mendukung secara komprehensif pemanfaatan gas untuk publik. Munculnya Permen No. 37 Tahun 2015 Tentang Alokasi, Pemanfaatan dan Harga Gas Bumi, diharapkan dapat memperbaiki pemanfaatan gas bumi oleh masyarakat Indonesia.

Wilayah paling menderita karena kekacauan tata niaga gas alam saat ini adalah wilayah Sumatera Utara (Sumut). Sejak 2013, gas di Sumut telah kering sehingga industri dan pembangkit listrik pengguna gas merana lebih dari 2 tahun. Suplai gas membaik di tahun 2015, setelah pusat regasifikasi Arun (bekas Kilang LNG Arun) selesai direvitalisasi oleh PT Pertamina berikut perbaikan dan pembangunan jaringan pipa gas Arun - Belawan dan beberapa wilayah lain di Sumut.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Selesainya pembangunan pipa gas Aceh-Sumut dan revitalisasi kilang LNG Arun, ternyata belum menyelesaikan persoalan gas di Sumut. Suplai gas alam cukup, namun harganya selangit. Jauh lebih mahal dari harga gas di wilayah lain di Indonesia atau bahkan harga gas alam di Singapura maupun Malaysia.

Apa yang menyebabkan hal ini terjadi? Mengapa harga gas di Sumut sangat mahal? Lalu bagaimana kita bisa berharap program Nawacita sukses di Sumut ketika energi yang berasal dari dalam negeri dan digunakan oleh industri sebagai bahan baku produksi, mahal?

Persoalan Gas di Sumut Paska Berfungsinya Pusat Regasifikasi Arun

Kesulitan gas di Sumut bermula ketika sumber pasokan gas ke wilayah Sumut, seperti Benggala di Langkat, Pangkalan Susu, Glagah Kambuna dsb. habis di awal tahun 2013. Sejak itu terus terjadi kekurangan pasokan gas untuk industri. Begitu pula nasib pembangkit listrik PLN di Sumut, seperti PLTU Belawan, kekurangan pasokan gas yang berakibat timbulnya pemadaman listrik bergilir.

Sebenarnya Pemerintahan SBY sudah berusaha menyelesaikan persoalan gas di Sumut dengan mengeluarkan Inpres No 1 tahun 2010 tentang Percepatan Pelaksanaan Prioritas Pembangunan Nasional Tahun 2010 dan Inpres No 14 tahun 2011 tentang Percepatan Pelaksanaan Prioritas Pembangunan Nasional Tahun 2011. Berdasarkan Inpres tersebut diperintahkanlah PT PGN Tbk untuk membangun Facility Storage for Regasification Unit (FSRU) Belawan, Sumatera Utara dengan menggunakan pasokan LNG dari Tangguh 2.

Pembangunan FSRU Belawan sedang berjalan, namun tiba-tiba Menteri Negara BUMN kala itu, Dahlan Iskan, mengabaikan kedua Inpres itu dan memerintahkan PT Pertamina untuk merevitalisasi Kilang LNG Arun sebagai pusat regasifikasi LNG untuk melayani pemanfaatan gas alam di Aceh dan Sumut. Selain itu Pertamina juga ditugaskan membangun dan memperbaiki jaringan pipa dari Arun sampai Belawan.

Singkat kata, saat ini jaringan pipa yang dibangun oleh Pertamina sudah tersambung dengan jaringan pipa yang dibangun oleh PGN dan LNG yang konon dari Tangguh 2 di Papua dan Donggi Senoro di Sulawesi Tengah juga sudah dikapalkan dan di regasifikasi di Kilang Arun. Pertanyaan selanjutnya, mengapa gas sudah ada tetapi Sumut masih kekurangan gas alam, seperti yang di beritakan oleh Harian Kompas? Setelah saya lakukan investigasi singkat, persoalannya ternyata ada pada harga!
Β 
Saat ini sebagian besar gas alam dari Arun dijual melalui jaringan pipa distribusi milik PT PGN di Sumut. Harga gas alam asal Arun dijual oleh PT PGN kepada industri di Sumut seharga US$14/MMBTU. PGN membeli gas dari Pertagas Niaga (anak Perusahaan Pertagas-Pertamina) Arun seharga US$13,8/MMBTU. Jika sumber gas alam di Sumut tidak habis, harga gas alam Sumut hanya US$8,7/MMBTU.

Pertagas Niaga sendiri mendapat suplai gas LNG dari kilang Donggi Senoro dan Tangguh 2 yang kemudian di regasifikasi di Kilang Arun. Mengapa harga gas eks Arun bisa US$14/MMBTU di tangan konsumen (industri)? Mari coba kita urai berdasarkan beberapa sumber informasi yang saya dapat.

Harga LNG dari Donggi Senoro US$7,8/MMBTU (13%xUS$60 per barel harga minyak). Padahal dari informasi lapangan patut diduga harga LNG Donggi Senoro hanya US$7,1/MMBTU. Biaya regasifikasi di Kilang Arun adalah US$1,7 USD/MMBTU. Toll fee pipa Pertagas Arun-Belawan adalah US$2,5/MMBTU dan margin Pertagas Niaga US$1,8/MMBTU. Jika ditambah dengan toll fee PGN ke industri (pelanggan) sebesar US$0,2/MMBTU, maka total biaya pengiriman gas oleh PGN sampai ke Sumut sekitar US$6,2/MMBTU.

Harga gas yang sangat mahal itu tentu menghambat industri dan kelangsungan ketenagalistrikan di Sumut karena mereka sangat tergantung dengan suplai gas dari Kilang Arun setelah sumber gas di Sumut habis. Jika tidak ada terobosan dari Pemerintah, jangan harap pertumbuhan ekonomi di Sumut meningkat.

Langkah Pemerintah

Pertama Pemerintah harus secara tegas mengatur soal pengenaan berbagai fee yang dikenakan oleh provider gas alam, yaitu PT Pertagas termasuk Pertagas Niaga dan PT PGN. Bagaimana bisa besaran fee hingga US$6,2/MMBTU atau sekitar 79% dari harga gas!

Kedua Pemerintah juga harus mengawasi dengan ketat harga LNG eks Donggi Senoro atau Tangguh 2 dan harga minyak dunia, karena saat ini harga minyak dunia dibawah US$ 60/barel atau sekitar US$45/barel. Jadi harusnya harga LNG hari ini ex Donggi/Tangguh 2 adalah 13% x US$45 = US$5,85/MMBTU bukan US$7,8/MMBTU.

Faktor lain yang harus diinvestigasi aparat hukum adalah biaya investasi pipanisasi gas Arun - Belawan yang patut diduga membengkak dari US$300 juta menjadi US$420 juta. Sehingga mengakibatkan toll fee gas alam dari Arun-Belawan membengkak menjadi US$2,5/MMBTU. Harusnya harga gas di Sumut tidak lebih dari US$9/MMBTU.

Akhir kata sebaiknya memang Pemerintah, melalui Kementerian BUMN dan Kementerian ESDM,Β  harus segera menetapkan BUMN mana (Pertamina atau PGN) yang melayani hilir gas alam. Jangan dibiarkan saling bersaing dan menghancurkan seperti sekarang karena keduanya bisa bermasalah secara finansial dan yang rugi bangsa Indonesia.

*) AGUS PAMBAGIO adalah Pemerhati Kebijakan Publik dan Perlindungan Konsumen.
Halaman 2 dari 1
(nwk/nwk)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads