Paradigma Sempit Bela Negara
Bagikan opini, gagasan, atau sudut pandang Anda mengenai isu-isu terkini
Kirim Tulisan

Kolom

Paradigma Sempit Bela Negara

Kamis, 22 Okt 2015 14:18 WIB
Poengky Indarti
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com
Paradigma Sempit Bela Negara
Foto: Majalah Detik
Jakarta - Menteri Pertahanan (Menhan) Ryamizard Ryacudu berencana mewujudkan pendidikan bela negara. Sebagai tahap awal, sebanyak 4.500 orang akan disiapkan sebagai kader pembina bela negara di 45 kabupaten dan kota di seluruh Indonesia. Β 
Β 
Mereka diharapkan akan membentuk disiplin pribadi dan setelah itu akan membentuk disiplin kelompok yang akan meluas hingga ke disiplin nasional. Ryamizard ingin agar para generasi muda kembali memiliki rasa cinta Tanah Air dan punya wawasan kebangsaan yang luas. Β 
Β 
Program pembentukan kader bela negara juga dimaksudkan untuk mempersiapkan rakyat menghadapi ancaman militer dan nirmiliter. Ia menargetkan, dari 250 juta penduduk Indonesia, 100 juta di antaranya dalam kurun waktu 10 tahun akan dapat menjadi kader bela negara.
Β 
Merujuk Pasal 9 Ayat 1 UU Pertahanan Negara, setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya bela negara yang diwujudkan dalam penyelenggaraan pertahanan negara. Penjelasan Pasal 9 Ayat 1 menyatakan bahwa upaya bela negara adalah sikap dan perilaku warga negara yang dijiwai oleh kecintaannya kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia yang, berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, menjamin kelangsungan hidup bangsa dan negara. Upaya bela negara, selain sebagai kewajiban dasar manusia, juga merupakan kehormatan bagi setiap warga negara yang dilaksanakan dengan penuh kesadaran, tanggung jawab, dan rela berkorban dalam pengabdian kepada bangsa dan negara.
Β 
Pasal 9 Ayat 2 menyatakan bahwa keikutsertaan warga negara dalam upaya bela negara, sebagaimana dimaksud dalam Ayat 1, diselenggarakan melalui: Β 
a. pendidikan kewarganegaraan; Β 
b. pelatihan dasar kemiliteran secara wajib; Β 
c. pengabdian sebagai prajurit Tentara Nasional Indonesia secara sukarela atau secara wajib dan; Β 
d. pengabdian sesuai dengan profesi. Β 
Β 
Penjelasan Pasal 9 Ayat 2 poin a menyatakan bahwa, dalam pendidikan kewarganegaraan, sudah tercakup pemahaman tentang kesadaran bela negara, dan poin d menyatakan bahwa yang dimaksud dengan pengabdian sesuai dengan profesi adalah pengabdian warga negara yang mempunyai profesi tertentu untuk kepentingan pertahanan negara, termasuk dalam menanggulangi dan/atau memperkecil akibat yang ditimbulkan oleh perang, bencana alam, atau bencana lainnya.
Β 
Lebih lanjut, Pasal 9 Ayat 3 menyatakan bahwa ketentuan mengenai pendidikan kewarganegaraan, pelatihan dasar kemiliteran secara wajib, dan pengabdian sesuai dengan profesi diatur dengan undang-undang. Oleh karena itu, sesuai dengan Pasal 9 Ayat 3 UU No. 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara, maka yang seharusnya dilakukan oleh pemerintah adalah membuat undang-undang yang mengatur dan menjabarkan mengenai bela negara, bukan langsung melakukan rekrutmen warga negara untuk dididik bela negara tanpa perencanaan program dan anggaran yang jelas.
Β 
Selain itu, Pasal 9 Ayat 1 dan 2 justru secara luas mengakui bahwa, dalam pendidikan kewarganegaraan, sudah tercakup pemahaman tentang kesadaran bela negara. Pendidikan kewarganegaraan sudah diperkenalkan kepada para siswa di Indonesia sejak masuk taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi melalui beberapa mata pelajaran, di antaranya pendidikan agama, kesenian dan keterampilan, olahraga, sejarah, bahasa Indonesia, dan lain-lain, yang pada pokoknya meningkatkan kualitas moral, budi pekerti, dan semangat kebangsaan. Β 
Β 
Oleh karena itu, para siswa yang mampu meraih prestasi di bidangnya, misalnya prestasi akademik, prestasi kesenian dan budaya, serta prestasi dalam olahraga, harus dianggap bahwa mereka telah melakukan upaya bela negara. Dengan demikian, bela negara harus dipandang dari paradigma sipil dan tidak secara sempit dilihat dari kacamata militer.
Β 
Penulis melihat bahwa seruan Presiden Joko Widodo agar rakyat Indonesia–khususnya generasi muda–melakukan revolusi mental adalah seruan untuk berlomba-lomba menunjukkan prestasi di bidangnya masing-masing, bukan untuk berubah menjadi pribadi yang militeristis.
Β 
Pendanaan Bela Negara
Β 
Jika rencana Menhan untuk pendidikan bela negara terhadap 100 juta warga negara ini direalisasikan, pemerintah butuh dana sekurangnya Rp 1.000.000 x 100 juta = Rp 100.000.000.000.000 (seratus triliun rupiah). Β 
Β 
Jika setiap tahun ada 10 juta kader, dana yang dibutuhkan sekurang-kurangnya adalah Rp 10 triliun. Dari mana dana itu akan diperoleh?
Β 
Jika melihat penggagas ide ini adalah Menhan, seyogianya dana tersebut diperoleh dari pos anggaran Kementerian Pertahanan. Padahal anggaran Kementerian Pertahanan untuk 2015 adalah sebesar Rp 102 triliun, yang diperuntukkan bagi TNI AD, AL, dan AU. Β 
Β 
Mengutip pernyataan Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan, pada masa krisis ekonomi saat ini, Kementerian Pertahanan dan TNI masih kekurangan anggaran dalam pengadaan alutsista maupun dalam peningkatan kesejahteraan prajurit. Untuk pengadaan alutsista saja, Indonesia baru bisa menyelesaikan program minimum essential force (MEF) pada 2024. Itu artinya, negara masih kekurangan anggaran untuk mendukung persenjataan TNI dan kesejahteraan prajurit TNI sebagai komponen utama sistem pertahanan.
Β 
Di sisi lain, anggaran sebesar itu juga tidak adil jika dibebankan kepada kementerian lain, misalnya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan atau Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, mengingat kedua kementerian tersebut sudah mengajarkan bela negara dalam arti luas kepada para siswa di Indonesia.
Β 
Harapan Menhan agar di waktu mendatang pendidikan bela negara dapat diselenggarakan pemerintah daerah, hal ini bertentangan dengan Pasal 25 Ayat 1 UU Pertahanan Negara, yang menegaskan bahwa pertahanan negara dibiayai dari APBN. Sehingga, bela negara tidak boleh didanai selain dari APBN. Oleh karena itu, rencana program bela negara yang diajukan Menhan selayaknya tidak ditindaklanjuti. Β 
Β 
BIODATA:
Nama: Poengky Indarti
Tempat/Tanggal Lahir: Surabaya, 18 Februari 1970
Β 
Pendidikan:
Sarjana Hukum dari FH Unair, Surabaya, 1989-1993
Master of Law (LLM) dari International Human Rights Law, Northwestern University School of Law, Chicago, Amerika, 2002-2003
Β 
Pekerjaan:
1. LBH Surabaya, 1992-2001
2. YLBHI, 2001
3. Kontras, 2001-2002
4. Imparsial, 2002-sekarang
5. Direktur Eksekutif Imparsial
Β 
***
Β 
Kolom ini sudah dimuat di Majalah Detik (Edisi 203, 19 Oktober 2015). Edisi ini mengupas tuntas "Proyekan Revolusi Mental". Juga ikuti artikel lainnya yang tidak kalah menarik, seperti rubrik Nasional "Bela Negara, tapi Bukan Tentara", Internasional "Pisau Lawan Peluru Israel", Ekonomi "Beras Murah atau Petani Makmur", Gaya Hidup "Generasi Digital yang 'Beda'", rubrik Seni Hiburan dan review Film "Goosebumps", serta masih banyak artikel menarik lainnya.

Untuk aplikasinya bisa di-download diΒ apps.detik.comΒ dan versi Pdf bisa di-download diΒ www.majalah.detik.com. Gratis, selamat menikmati!!
Halaman 2 dari 1
(nwk/nwk)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads