Munculnya KRL Jabodetabek, kemudian Mass Rapid Transit (MRT) yang sedang dibangun dan Light Rail Transit (LRT) yang akan dibangun, menunjukan bahwa Pemerintah memang akan menjadikan transportasi umum berbasis rel sebagai transportasi andalan di masa datang, meskipun pembangunannya sudah sangat terlambat. Better late than nothing.
Dalam sistem transportasi berbasis rel, faktor keamanan atau safety harus menjadi falsafah hidup. Artinya semua pihak yang terlibat harus taat pada aturan dan System Operation Procedure (SOP) yang berlaku, tidak boleh sedikit pun diabaikan. Pengabaian aturan yang ada berdampak pada kecelakaan dan fatal akibatnya. Harus zero accident.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pernyataan Direktur Jenderal Kereta Api (DJKA) di beberapa media yang menyatakan bahwa Asisten Masinis dilarang mengemudikan KRL Jabodetabek sepertinya kurang tepat karena belum ada peraturan perundang-undangan yang mengatur hal itu, termasuk di Peraturan Menteri (Permen) Perhubungan No. 23 Tahun 2011 tentang Sertifikat Kecakapan Awak Sarana Perkeretaapian. Pernyataan DJKA secara regulasi lemah.
Persoalan Mendasar Terkait dengan Kompetensi Masinis
Terkait dengan pertanyaan DJKA: "mengapa yang mengemudikan KA 1156 yang naas tersebut hanya Asisten Masinis, kok bukan Masinisnya ?" Arti pernyataan tersebut bagi publik bisa luas, antara lain Masinisnya tidak ada di ruang kemudi atau Masinisnya tidur atau Masinisnya main HP sehingga tidak memperhatikan kondisi jalur serta sinyal di depan dsb. Salahkah Asisten Masinis kala megemudikan rangkaian KRL? Mari kita coba lihat berdasarkan peraturan perundang-undangan yang ada.
Sesuai Pasal 10 Permen Perhubungan No. 23 Tahun 2013, untuk bisa menjadi Masinis seorang Asisten Masinis harus mempunyai pengalaman mengemudikan kereta selama 4.000 jam kerja. Namun PM 23/2011 tidak mengatur apa yang harus dilakukan ketika menemani Masinis bekerja di ruang kemudi.
Jika seorang Asisten Masinis hanya duduk diam saja di samping Masinis, lalu kapan dia bisa melakukan praktik kerja untuk memenuhi memperoleh 4.000 jam mengemudikan kereta sebagai persyaratan menjadi Masinis? Apakah 4.000 jam itu terlalu banyak atau pas atau sedang, belum diatur untuk KRL.
Di industri penerbangan sipil, seorang Co Pilot harus dilatih oleh Pilot untuk dapat tinggal landas, terbang dan mendarat beberapa kali, bukan hanya duduk dan menonton saja Pilot menerbangkan pesawat. Tentu saja Pilotlah yang bertanggung jawab sesuai aturan yang berlaku.
Demikian pula dengan Asisten Masinis, Masinis harus sewaktu-waktu menyerahkan kemudi pada Asisten Masinis dengan tanggung jawab tetap di tangan Masinis jika terjadi sesuatu. Asisten Masinis boleh mengemudikan kereta sejauh ada Masinis di sebelahnya. Kalau tidak praktik mengemudi bagaimana bisa jadi Masinis handal?
Dari data yang saya kumpulkan di lapangan, tampak ada kejanggalan terkait dengan kecelakaan tersebut. Ketika KA 1156 meninggalkan Stasiun Sawah Besar, sinyal menyala kuning bukan hijau. Artinya Masinis dan Asisten Masinis KA 1156 harus waspada karena kemungkinan besar sinyal di Stasiun Juanda masih merah karena ada KA 1154 yang belum meninggalkan Stasiun Juanda. Ternyata benar dan sinyal merah diabaikan oleh Masinis dan Asisten Masinis KA 1156, akibatnya terjadilah kecelakaan tersebut.
Kecelakaan ini sebenarnya tidak perlu terjadi dan ketika ini sudah terjadi, Pemerintah dalam hal ini DJKA Kementerian Perhubungan harus satu suara dengan PT KAI/PT KCJ supaya pernyataan-pernyataan yang disampaikan sesuai dengan aturan yang berlaku, sehingga tidak membingungkan publik sambil menunggu hasil investigasi yang dilakukan oleh Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT). Ini penting supaya kejadian serupa tidak terulang.
Langkah Yang Harus Dilakukan Pemerintah
Demi pelayanan angkutan masal yang aman, nyaman dan dapat diandalkan; Pemerintah sebagai regulator harus segera melengkapi semua peraturan perundang- undangan terkait dengan pengoperasian berbagai jenis kereta api, seperti MRT, LRT, KRL dan jenis angkutan umum yang berbasis rel lainnya.
Aturan sapu jagat untuk perkeretaapian yang ada sekarang adalah UU No. 23 Tahun 2007 Tentang Perkeretaapian. Seharusnya ada peraturan perundang-undangan setingkat Peraturan Pemerintah/Peraturan Presiden/Peraturan Mentri/Peraturan Dirjen dan sebagainya yang secara spesifik mangatur berbagai jenis kereta, supaya ketika nterjadi permasalahan tidak salah dalam menganalisa dan memberikan pernyataan ke publik.
Sebagai contoh munculnya Surat Keputusan Direksi PT KAI No. Kep.U/HK.215/II/2/KA-2012 Tentang Peraturan Dinas 16B (PD 16B) Dinas Kereta Rel Listrik yang dibuat khusus untuk mengatur Kereta Rel Listrik (KRL) sekelas KRL Jabodetabek karena Peraturan Pemerintah (PP) No. 56 Tahun 2009 dan PP No. 72 Tahun 2009 terdapat pengertian yang berbeda dengan UU No. 23 Tahun 2007. Sementara itu sampai hari ini belum ada PM Perhubungan yang memayungi SK Direksi PT KAI ini. Kekuatan SK ini keluar, lemah.
Selain itu belum ada regulasi yang mengatur mekanisme seorang Asisten Masinis di ruang kemudi saat mendampingi Masinis bekerja. Apakah 4.000 jam kerja yang harus dicapai oleh seorang Asisten Masinis supaya memperoleh sertifikat Masinis hanya duduk saja tidak boleh menggantikan Masinis mengoperasikan Kereta. Atau boleh mengemudikan kereta tetapi dengan pengawasan dan tanggungjawab Masinis dan sebagainya. Aturannya belum ada.
Demi keamanan dan kenyamanan publik, segeralah DJKA Kemenhub melengkapi semua aturan spesifik terkait jenis kereta yang sedang dan akan beroperasi. (KRL, MRT dan LRT). Apakah 4.000 jam itu angka yang tepat atau bisa kurang ? Saatnya mengatur angkutan umum berbasis rel hingga ketingkat aturan pelaksanaan teknisnya.
AGUS PAMBAGIO
Pengamat Kebijakan Publik (nrl/nrl)











































