Penyebab Mahalnya Avtur Indonesia
Bagikan opini, gagasan, atau sudut pandang Anda mengenai isu-isu terkini
Kirim Tulisan

Catatan Agus Pambagio

Penyebab Mahalnya Avtur Indonesia

Jumat, 25 Sep 2015 14:52 WIB
Agus Pambagio
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com
Foto: Dokumen pribadi
Jakarta - Bisnis penerbangan dan avtur sebagai sumber energi pesawat  belum tergantikan. Ketergantungan bisnis penerbangan pada avtur mencapai sekitar 50%. Artinya sekitar 50% beban biaya pengoperasian pesawat terbang komersial ada di avtur. Semakin tinggi harga avtur, semakin mahal biaya pengoperasian pesawat dan berakibat harga tiket semakin mahal atau maskapai penerbangan terus merugi dan bangkrut.

Avtur adalah bahan bakar sejenis minyak tanah yang digunakan untuk mesin tipe  turbin gas dengan titik didih antara 150° - 300°C. Di Indonesia avtur hanya dijual oleh Pertamina. Ketersediaan avtur di seluruh Indonesia menjadi tanggungjawab Pertamina karena harga avtur ditentukan oleh Pertamina.

Persoalan harga avtur ini sudah lama menjadi kendala di industri penerbangan Indonesia karena harga avtur di Indonesia selalu lebih tinggi dibandingkan dengan harga avtur di beberapa Negara lain, khususnya Negara-negara tetangga. Apa benar harga avtur di Indonesia mahal hanya karena terbebani dengan berbagai throughput fee (biaya pungut tambahan) yang berasal dari berbagai pihak?

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Lalu apa benar jika PT Pertamina masih satu-satunya pensuplai avtur di seluruh bandara di Indonesia, maka sulit dapat harga avtur yang kompetitif dengan Negara-negara ASEAN ? Jadi jangan heran kalau maskapai penerbangan Internasional tidak mau beli avtur di Indonesia karena mahal. Jika demikian maka avtur bisa menjadi salah satu pembunuh maskapai nasional karena sulit untuk bersaing.

Pengaruh Harga Avtur Terhadap Industri Penerbangan Nasional

Konsumsi Avtur di Indonesia pada tahun 2014 mencapai 4,2 milyar liter (di Bandara Soekarno-Hatta saja sebesar 1,83  milyar liter). Bukan angka yang kecil bagi penjual maupun pembeli/pengguna avtur.

Harga avtur dunia mayoritas  mengacu pada PLATTS (provider informasi energi dunia). Data PLATTS biasanya berasal dari MOPS (Mean of Platts Singapore) untuk acuan harga avtur di Asia Pasifik atau NEW (North West European) untuk acuan hrga  Amsterdam atau MOPAG (Mean of Platts Arab Gulf) dan ARAMCO (Saudi Arabian American Oil Company) untuk acuan harga avtur di Timur Tengah.

Perhitungan harga avtur PLATTS adalah MOPS/ARAMCO/ARA/MOPAG + Alpha. Alpha merupakan selisih harga jual avtur dengan harga dasar avtur (MOPS) yang meliputi biaya distribusi avtur dari kilang hingga pengisian pesawat, biaya di bandara serta keuntungan dari perusahaan penyedia avtur. Untuk penerbangan domestik dan internasional, Pertamina tidak menggunakan MOPS sebagai acuan penentu harga, namun menggunakan Posting Price dikurangi diskon. Lalu setiap 2 minggu Pertamina akan mengeluarkan posting price avtur mereka.

Berbedanya metoda penetapan harga avtur di Indonesia, membuat harga jual avtur PT Pertamina di beberapa bandara tidak sama persis dengan pergerakan MOPS dan biasanya harga avtur PT Pertamina lebih tinggi daripada harga MOPS. Perhatikan tabel berikut ini :



Dari tabel di atas terlihat bahwa harga avtur di beberapa bandara di Indonesia lebih mahal dan bervariasi. Pertanyaannya mengapa bisa demikian ? Apakah karena terbatasnya jumlah kilang dengan lokasi yang terpencar sehingga memerlukan biaya transportasi yang mahal atau ada biaya siluman lain yang dilegalkan sehingga bisa dimasukkan pada harga avtur ? Hanya Tuhan yang tahu.

Harga avtur di Indonesia mahal, patut diduga karena didalamnya banyak mengandung beban biaya lain lain, seperti berbagai retribusi pendapatan Negara bukan pajak (PNBP) atau throughput fee atau pungutan tambahan yang berasal dari  bandara, Badan Pengatur Hilir (BPH) Migas serta pajak-pajak lainnya. Tragisnya semua pungutan diatas dibebankan pada konsumen, yaitu maskapai penerbangan dan tentunya penumpang.

Dari data yang saya kumpulkan, harga avtur Pertamina per tanggal 15 – 30 Seprtember 2015 di Bandara Soekarno – Hatta (Soeta), adalah Rp. 7.192/liter dengan alpha sebesar Rp. 2.103 (29,24%) dari harga jual. Sedangkan biaya (throughput fee) yang dibayarkan PT Pertamina ke PT Angkasa Pura 2 karena menggunakan fasilitas di Bandara Soekarno-Hatta adalah Rp. 35,65/liter atau setara dengan 1.68% terhadap alpha atau sebesar 0,49% terhadap harga jual avtur domestik.

Andaikan throughput fee avtur di Bandara Soeta dihapuskan, harga avtur di bandara Soeta menjadi Rp. 7.192 – Rp. 35,65 = Rp. 7.156/liter avtur. Masih mahal. Lalu bagaimana kalau biaya iuran ke BPH Migas  sebesar 0,3% juga dihapuskan (0.3% x Rp. 7.192/liter = Rp. 21,58/liter), maka harga avtur PT Pertamina di Bandara Soekarno-Hatta tanpa kedua pungutan tersebut menjadi : Rp. 7.192 – Rp. 35,65 – Rp. 21,58 = Rp. 7.134, 80/liter.

Meskipun sudah dikurangi dengan 2 pungutan resmi pun, harga avtur di Bandara Soeta masih lebih mahal dibandingkan dengan harga avtur di bulan yang sama (September 2015) di Bandara Changi, Singapore. Harga avtur di Bandara Changi sekitar Rp. 6.583/liter atau 6,09% lebih murah dari harga avtur di Bandara Soekarno-Hatta.

Tingginya harga avtur di Indonesia kemungkinan selain berbedanya metoda penghitungan dasar harga avtur dan adanya throughput fee, juga dimasukkannya biaya kerugian karena keterbatasan infrastruktur, seperti kilang minyak yang sudah tua dan terbatas jumlahnya serta mahalnya biaya transportasi.

Usulan Solusi

Untuk memperoleh win-win solution dengan maskapai penerbangan dan konsumen, Pemerintah perlu melakukan beberapa langkah berikut:

Pertama, sebaiknya PT Pertamina menggunakan dasar perhitungan harga yang serupa dengan Negara tetangga, yaitu PLATTS. Hal ini supaya harga avtur PT Pertamina kompetitif.

Kedua, Pemerintah harus segera membangun infrastruktur produksi dan distribusi migas khususnya avtur dengan menggunakan dana APBN supaya tidak menggunakan dana swasta yang berasal dari pinjaman komersial dan  berbungan mahal karena pada akhirnya membebani rakyat dan maskapai penerbangan untuk bersaing.

Ketiga, Pemerintah harus mempertimbangkan masuknya pemain lain di bisnis avtur di Bandara melalui pengaturan yang ketat supaya persaingannya adil dengan PT Pertamina. Misalnya harus membangun sendiri infrastrukturnya atau menggunakan infrastruktur yang sama milik Pemerintah tetapi dengan biaya bersaing. Atau swasta boleh mensuplai avtur namun harus di luar 5 Bandara utama yang ada (Soeta, Ngurah Rai, Juanda, Hasannudin dan Kualanamu).

Terakhir, revisi Peraturan Pemerintah (PP) No. 1 Tahun 2006 tentang Besaran dan Penggunaan Iuran Badan Usaha Dalam Kegiatan Usaha Penyediaan dan Pendistribusian Bahan Bakar Minyak dan Pengangkutan Gas Bumi Melalui Pipa, supaya tidak ada lagi pengenaan throughput fee sebesar 0,3% oleh BPH Migas atau bubarkan saja BPH Migas?



AGUS PAMBAGIO:
Pengamat Kebijakan Publik (nrl/nrl)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads