Banyak aspek yang perlu dirumuskan untuk dapat dijadikan kriteria agar keberhasilan itu menjadi terukur. Kebijakan, kelembagaan, pengelolaan keuangan, pembinaan, dan pelayanan merupakan sejumlah aspek yang dapat dijadikan acuan untuk merumuskan kriteria dan parameter keberhasilan.
Selama ini sorotan utama dan penilaian penyelenggaraan ibadah haji "lebih baik" banyak bertumpu pada aspek pelayanan. Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat selalu menyoroti hal-hal yang berkaitan dengan biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH), visa, transportasi, pemondokan, dan katering. Pemerintah merasa telah berhasil kalau pemondokan cukup, makan terlayani, serta angkutan memadai.
Kritik DPR, Komisi Pengawas Haji Indonesia (KPHI), dan masyarakat juga lebih sering tertuju pada keempat aspek tersebut. Akhirnya, tidak aneh bila dari tahun ke tahun bahasan tentang haji selalu berputar sekitar pemondokan, transportasi, dan katering. Kementerian Agama sebagai penyelenggara, apa pun kondisinya, berapa pun jumlah masalah, tetap akan menyatakan, "Haji tahun ini lebih baik daripada tahun lalu."
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berbicara tentang evaluasi dan perbaikan penyelenggaraan haji, ada tiga aspek paling mendasar yang perlu diperhatikan. Pertama, regulasi. Kita berharap DPR tahun ini dapat menuntaskan perubahan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 agar celah-celah kekurangan dapat ditutup.
Kedua, fokus pada aspek pembinaan. Pada dasarnya keberhasilan haji bukan semata-mata pada pelayanan. Pembinaan jauh lebih penting. Apakah artinya hotel bagus, jarak dekat dengan masjid, makan enak tapi jemaah tidak menguasai syarat, rukun, wajib, dan larangan haji. Lihat saja jemaah kita saat tawaf, sai, saat berpakaian ihram. Saat malam dan pagi hari ketika di Arafah sebelum wukuf.
Pembinaan jemaah ke depan porsinya harus ditambah supaya kualitasnya meningkat. Hal lain yang perlu diantisipasi di masa depan adalah jika daftar tunggu makin lama, umur calon haji juga makin tua. Hal ini juga berakibat pada penguasaan manasik dan pelaksanaan ibadah.
Ketiga, kerja sama Kementerian Agama dan DPR. Pembahasan BPIH hendaklah dirumuskan jauh-jauh hari agar kesiapan dan persiapan seluruh rangkaian penyelesaian pelayanan administrasi misalnya visa, transportasi, pemondokan, dan katering tidak terdadak.
Untuk pembenahan jangka berikutnya, penataan ulang antara regulator, operator, dan pengawas perlu menjadi prioritas, sehingga kualitas penyelenggaraan haji dan utilitas atau nilai manfaat untuk umat dapat diwujudkan.
BIODATA
Nama: H Kurdi Mustofa
Tempat/Tanggal Lahir: Salatiga, 12 Mei 1952
PENDIDIKAN
• Akabri, 1981
• Fakultas Dakwah IAIN Walisongo, Semarang
• Lulusan terbaik Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat, 1996
KARIER
• Perwira pembina mental di lingkungan Kodam III/17 Agustus, Sumatera Barat
• Penulis pidato pimpinan ABRI, 1997-1999
• Staf ahli Pusat Pembinaan Mental TNI, 2000
• Asisten Deputi Politik Dalam Negeri di Kantor Menko Polkam, 2000-2004
• Sekretaris Pribadi Presiden, 2004-2009
• Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi Sosial, 2009
• Staf Ahli Panglima TNI, 2009-2010
• Pendiri Pondok Pesantren Baitussalam, Semarang
• Ketua Umum IPHI, 2010-2015, 2015-2020
KARYA TULIS
• Mengatasi Krisis, Menyelamatkan Reformasi
• SBY dalam 5 Hari Mandat Maklumat
• Senandung Ribkah—Manasik dan Manafik Haji
****
Tulisan selengkapnya bisa dibaca gratis di edisi terbaru Majalah Detik (Edisi 199, 21 September 2015). Edisi ini mengupas tuntas "Tobat PKS". Juga ikuti artikel lainnya yang tidak kalah menarik, seperti rubrik Nasional "Ujian bagi MKD", Internasional "Robohnya Derek Kami", Ekonomi "Nasib Rupiah di Telunjuk 'Dovish'", Gaya Hidup "Pundi-pundi Hasil 'Ternak' Video", rubrik Seni Hiburan dan review Film "Black Mass", serta masih banyak artikel menarik lainnya.
Untuk aplikasinya bisa di-download di apps.detik.com dan versi Pdf bisa di-download di www.majalah.detik.com. Gratis, selamat menikmati!! (nrl/nrl)











































