Pergantian kepemimpinan ini menjadi menarik untuk diperhatikan sebab PKS menjadi partai keempat setelah Golkar, PPP dan PAN yang mengalami 'kocok ulang' nakhoda dalam Koalisi Merah Putih. Pertaruhan atas soliditas Koalisi permanen pengontrol pemerintahan Jokowi itu, mengalami goncangan bertubi tubi pasca keberhasilan KMP mengamankan posisi-psosi strategis di parlemen.
Lihat saja, Golkar terbelah. PPP terbagi dua. Hatta Rajasa tersingkir dari kepemimpinan PAN. Hanya gerindra yang masih kokoh di dalam kendali Prabowo. Demokrat? Tidak Jelas. Bukan KIH bukan KMP, meskipun mendapat jatah posisi strategis di DPR dan MPR. Soliditas koalisi akan diuji dengan keras dalam bulan-bulan mendatang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Munas PKS dan Matematika Koalisi
Cuaca tak bersahabat di kubu KMP inilah yang membuat orientasi Munas PKS kali ini menjadi penting dalam 'matematika' KMP versus KIH. Dalam kondisi yang paling prima, KMP yang beranggotakan Golkar, Gerindra, PAN, PKS dan PPP memiliki 292 kursi, melawan 207 kursi milik KIH yang beranggotakan PDIP, Nasdem, PKB, dan Hanura. Sementara, Demokrat berdiri di tengah-tengah dengan 57 kursi.
Β Β Β
Bandingkan, bila berandai-andai, PPP dan PAN secara penuh 'cerai' dengan KMP dan Demokrat tetap tidak memihak manapun, KMP jelas akan keok dengan perbandingan suara KMP versus KIH, 204 vs 295. Bahkan bila Demokrat memihak KMP sekalipun, matematika sederhana akan menunjukkan KIH akan menang di setiap voting.
PKS-Koalisi Merah Putih: Sejarah Eksistensi
Β Β Β
Membaca orientasi PKS untuk KMP mensyaratkan kita untuk memahami lika-liku 'turbulensi' PKS dua tahun yang lalu. Pasca penangkapan presiden PKS ke-3 Luthfi Hasan Ishaaq oleh KPK akhir 2012 silam, badai politik dalam skala yang tak terbayangkan menggoncang PKS dengan keras. Duet Anis Matta β Taufik Ridho pengganti LHI, memiliki satu misi besar. Misi ini bukan lagi memenangkan pemilu seperti yang jamaknya misi partai politik. Namun lebih mendasar. Misi eksistensi. Misi mempertahankan keberlangsungan hidup PKS dalam politik Indonesia. Terlalu banyak pihak yang menduga bahwa PKS tak akan sanggup melewati electoral threshold pemilu 2014.
Ajaibnya walau jumlah kursi menurun, perolehan 'popular vote' PKS pada pemilu 2014 lalu meningkat 200 ribu suara, dari 8,2 juta suara di pemilu 2009 menjadi 8,4 juta suara di pemilu 2014. Situasi ini agak jarang jika kita menengok perolehan suara partai Demokrat yang berkurang hampir separuhnya saat diterpa 'badai' yang serupa dengan PKS.
Β Β Β Lolos dari ujian pertama di legislatif, PKS bertarung di Pilpres bersama partai yang menjadi cikal bakal KMP mendukung Prabowo-hatta. Saat Jokowi-JK mengalahkan pasangan Prabowo-Hatta, ujian kedua kembali menerpa. Bagi PKS kekalahan Prabowo juga bernilai personal. Mengapa?
Sebagai partai ideologis, sekadar eksis tentu bukanlah tujuan utama. Sebab toh, dalam era reformasi partai-partai Islam masih hidup walau belum dominan. PKS tidak hanya ingin hadir. PKS ingin hadir dan diperhitungkan. Ini berarti partai dakwah ini harus selalu menjadi bagian penting pengambilan keputusan di bangsa ini. Bila harapan di eksekutif sudah pupus, legislatiflah tumpuan terakhir.
Namun tak mungkin itu dilakukan oleh PKS sendirian. Sebuah identitas kolektif dibutuhkan. Saat itulah KMP lahir. Bersama KMP, posisi penting di DPR MPR -- yang secara tradisi akan direbut oleh partai pengusung Jokowi -- ternyata justru disapu diambil oleh partai pendukung Prabowo. Sulit menemukan padanan dalam sejarah, partai dengan urutan ke 6 perolehan kursi bisa memilikiΒ posisi wakil ketua DPR, wakil ketua MPR dan ketua komisi. KMP menjadi instrumen PKS bukan hanya tetap hadir, namun ikut dalam arus utama pengelolaan negara.
Opsi Bagi PKS
Eksistensi an sich bukan lagi menjadi tujuan yang sepadan untuk kepemimpinan baru partai dakwah ini. Meningkatkan 'share' dalam arus pengelolaan negaralah yang menjadi tema kunci penjamin kesuksesan agenda dakwah di bawah kepemimpinan Muhammad Shohibul Iman. Ini berarti lompatnya PAN ke perahu KIH akan menjadi faktor ancaman baru bagi PKS. Jika revisi kemimpimnan DPR didorong, PKS bisa saja kehilangan perannya di DPR.
Sepertinya, PKS akan segara memilih satu dari tiga opsi. Pertama turut bergabung ke KIH saat terjadi duel di DPR. Kedua, bergabung ke pemerintahan di tengah jalan sambil meniru posisi Demokrat terhadap KMP. Atau pilihan yang paling berat, tetap bersama KMP dan melakukan kapitalisasi opini atas posisi oposisi untuk pemilu 2019.
Manakah yang akan dipilih? Kita lihat saja.
Β Β
*) Rico Marbun MSc
Staf Pengajar Universitas Paramadina
ricoui@yahoo.com (Rico Marbun/nrl)











































