Menyegarkan Kebaruan PKS
Bagikan opini, gagasan, atau sudut pandang Anda mengenai isu-isu terkini
Kirim Tulisan

Kolom

Menyegarkan Kebaruan PKS

Jumat, 21 Agu 2015 12:08 WIB
Djayadi Hanan
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com
Menyegarkan Kebaruan PKS
Foto: Majalah Detik
Jakarta - Suksesi senyap Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menyentak publik. Bukan senyapnya yang menarik. 'Kebaruan' yang ditawarkannyalah yang mencuri perhatian. Β 
Β 
PKS, lewat suksesi ini, menawarkan kepemimpinan baru yang mungkin menghasilkan harapan dan optimisme baru. Dua ikon utama partai diganti. Hilmi Aminuddin, Ketua Majelis Syuro yang juga pendiri partai, yang selama ini terkesan sangat berkuasa bahkan seolah 'tak tersentuh', digantikan oleh Salim Segaf al-Jufri. Anis Matta, presiden dan pelaksana operasional utama partai, juga digantikan oleh Muhammad Sohibul Iman. Hilmi dan Anis adalah satu tim yang solid yang menjadi penentu jalannya PKS sejak awal pendiriannya.
Β 
Pergantian kepemimpinan PKS terjadi dalam suasana sinisme publik terhadapnya. Berbagai skandal mencuat ke permukaan dan melibatkan kader-kader penting partai. Yang paling baru adalah kasus yang melibatkan Gubernur Sumatera Utara, Gatot Pujo Nugroho, yang kini ditahan KPK.
Β 
Meningkatnya sinisme publik terhadap PKS adalah ironi. Sebuah ironi karena, ketika partai ini hadir (awalnya bernama Partai Keadilan/PK), ia menjanjikan kebaruan yang memberi harapan dan optimisme publik akan perbaikan proses dan praktek politik di mana partai adalah salah satu pemain utama.
Β 
Apakah kepemimpinan baru PKS merupakan sinyal bahwa partai ini mengakui ada kesalahan dan kelemahan dalam gerak langkah mereka selama ini? Apakah ini berarti PKS sudah siap melakukan koreksi dan perbaikan dalam kebijakan dan perilaku partai ke depan? Β 
Β 
Bila benar demikian, sesungguhnya PKS tidak akan terlalu sulit melakukannya. PKS cukup kembali kepada 'kebaruan' yang dulu ditawarkannya. Tugas kepemimpinan baru PKS adalah menyegarkan kebaruan itu, menawarkannya kembali kepada publik, dan melaksanakannya secara konsekuen.
Β 
Dari Optimisme ke Sinisme Publik
Β 
Ketika hadir di awal era Reformasi, PK(S) menawarkan sekaligus menjanjikan kebaruan. Dengan tegas, ia menunjukkan identitasnya yang berorientasi nilai Islam. Di saat yang sama, ia sangat akrab dengan dunia modern dengan segala simbol kemajuan sains dan teknologinya. Β 
Berbeda dengan partai lainnya yang menawarkan sisi ideologi (formal), PKS menawarkan platform partai yang berorientasi kebijakan. Dari sini, kita mengenal slogan "bersih dan peduli". Belakangan, slogan ini dilengkapi dengan slogan "profesional".
Β 
Bersih dan peduli memiliki resonansi yang sangat kuat dengan masyarakat. Hingga saat ini, dalam ratusan jajak pendapat publik yang dilakukan Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), misalnya, ketika ditanyakan pemimpin macam apa yang diinginkan masyarakat, selalu dua kualitas utama yang mengemuka: pemimpin yang peduli dan yang bersih. Tak mengherankan kalau PKS segera mendapatkan banyak simpati mulai dari awal pendiriannya.
Β 
Data menunjukkan, PKS melejit dari partai yang hanya memperoleh suara kurang dari dua persen pada 1999 menjadi partai menengah dan bersaing bahkan mengungguli partai Islam yang sudah mapan. Pada 2004, PKS memperoleh suara di kisaran delapan persen. Pada 2009, suara itu dipertahankan di tengah merosotnya perolehan suara partai-partai Islam yang lain.
Β 
Namun optimisme publik segera berubah menjadi sinisme ketika PKS tampak semakin pragmatis, meninggalkan orientasi nilai dan platform kebijakan yang ia dengungkan. Seiring dengan makin terlibatnya PKS dalam pengelolaan kekuasaan secara langsung, baik melalui lembaga legislatif maupun eksekutif, berbagai skandal mulai menggerogoti partai ini. PKS, di mata publik, menjadi partai yang 'sama saja' dengan partai-partai lainnya.
Β 
Salah satu problem mendasar yang dihadapi PKS sebetulnya sama dengan problem yang dihadapi partai-partai lain, yakni dana operasional. Iuran/sumbangan anggota (yang sebenarnya cukup berjalan di PKS) tidak lagi dapat diandalkan. Sumber lain pendanaan yang legal tersedia sangat sedikit. Akibatnya, PKS ikut terbawa dalam proses perburuan dan pencarian dana yang kurang jelas sisi legalitasnya.
Β 
Pemilu Legislatif 2014 lalu menunjukkan betapa terpuruknya citra PKS. Menurut dataΒ exit pollΒ SMRC-LSI, sekitar 49 persen pemilih PKS pada 2009 berpindah memilih partai lain pada 2014. Hanya sekitar 27 persen dari pemilih partai lain di tahun 2009 yang berpindah menjadi pemilih PKS di tahun 2014. Β 
Β 
Secara sederhana, dapat dikatakan PKS mengalami defisit pemilih hampir 25 persen di tahun 2014. Hasilnya, suara PKS turun dari delapan persen di tahun 2009 menjadi kurang dari tujuh persen di tahun 2014. Padahal partai-partai Islam yang lain (kecuali PBB) justru mengalami kenaikan signifikan.
Β 
Menyegarkan Orientasi Nilai dan Kebijakan
Β 
Secara demografi, pemilih atau pendukung PKS cenderung berusia muda, urban, dan berpendidikan tinggi. Dengan kata lain, pendukung PKS adalah kelompok warga negara yang kritis. Pendukung inti atau kader inti PKS kemungkinan besar tidak akan mudah berpindah ke partai lain atau menjadi apatis. Namun, di luar itu, pendukung PKS adalah kelompok yang sangat berorientasi pada kebaruan yang awalnya ditawarkan dan dijanjikan PKS.
Β 
Kini tugas pemimpin baru PKS menjadi gampang-gampang susah. Gampang karena PKS sudah memiliki platform dan orientasi kebijakan yang beresonansi dengan publik. Tapi ia menjadi susah karena, memperkenalkan kembali kepada publik yang pernah kecewa, merupakan satu tantangan tersendiri.
Β 
Namun tidak ada pilihan lain bagi pemimpin baru PKS, kecuali menyegarkan dan menawarkan kembali kebaruan itu. Kali ini ia harus dibarengi dengan kerja nyata dan sungguh-sungguh berpegang padanya serta tidak tergoda oleh pragmatisme yang memang secara umum menggejala. Β 
Β 
*) Djayadi Hanan adalah Dosen dan Peneliti di Universitas Paramadina, Direktur Eksekutif Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC).

***

Tulisan selengkapnya bisa dibaca gratis di edisi terbaru Majalah Detik (Edisi 194, 17 Agustus 2015). Edisi ini mengupas tuntas "Teka-teki Pembunuh Rian". Juga ikuti artikel lainnya yang tidak kalah menarik, seperti rubrik Nasional "Rombak Kabinet ala Jokowi", Internasional "Karena Lalai di Binhai", Ekonomi "Meredam Turunnya Yuan", Gaya Hidup "Ini Disleksia, bukan Bodoh", rubrik Seni Hiburan dan review Film "Fantastic Four", serta masih banyak artikel menarik lainnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Untuk aplikasinya bisa di-download diΒ apps.detik.comΒ dan versi Pdf bisa di-download diΒ www.majalah.detik.com. Gratis, selamat menikmati!!


Halaman 2 dari 1
(nwk/nwk)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads