Β
Sebuah kota jika dihuni oleh lebih dari 5 juta jiwa, layaknya mempunyai angkutan umum berbasis rel yang berdaya angkut besar (lebih dari 1.000 orang sekali tarik). Angkutan kereta komuter harus bebas dari perlintasan sebidang dan menggunakan tenaga listrik sebagai energi penggeraknya supaya tidak menambah pencemaran udara di perkotaan yang padat penduduk.
Β
Penduduk kota Jakarta saat ini sudah diatas 10 juta pada malam hari. Siang hari akan bertambah dengan sekitar 3-5 juta orang karena masuknya penduduk dari kota-kota penyangga, seperti Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Bodetabek) ke Jakarta untuk sekolah, bekerja dan beraktivitas lainnya.
Β
Angkutan umum andalan mereka saat ini adalah, kereta komuter atau kereta rel listrik (KRL) Jabodetabek yang dioperasikan oleh PT Kereta Commuter Jabodetabek (KCJ) yang merupakan anak perusahaan PT Kereta Api Indonesia (KAI). KRL Jabodetabek menurut saya, terlepas dari semua keterbatasannya, masih merupakan angkutan umum terbaik di Indonesia saat ini. Perkembangan dan peningkatan pelayanannya terus dilakukan berpacu dengan peningkatan jumlah penumpang. Β
Β
Demi menjaga kehandalan angkutan KRL Jabodetabek, mari kita coba evaluasi singkat nasib KRL Jabodetabek hari ini dan ke depan supaya pelayanannya dapat terus ditingkatkan.
Β
Perjalanan Panjang KRL Sejak Keluarnya Perpres No. 83 Tahun 2011
Β
Paska keluarnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 83 Tahun 2011 Tentang Penugasan Kepada PT Kereta Api Indonesia (Persero) Untuk Menyelenggarakan Prsarana dan Sarana Kereta Api Bandar Udara Soekarno-Hatta dan Jalur Lingkar Jakarta-Bogor-Depok-Tangerang-Bekasi (Jabodetabek), KRL Jabodetabek terus berbenah di tengah-tengah kritikan pengguna yang selalu membandingkan dengan pelayanan kereta komuter negara lain yang sudah lebih lama beroperasi dibandingkan dengan KRL Jabodetabek.
Β
Berbagai upaya telah dan tengah dilakukan oleh manajemen PT KCJ.Β Mulai dari pembersihan penumpang di atap kereta (ataper), pembenahan stasiun dan sarana penunjangnya (toilet, peron, parkir, dsb), penggunaan sistem ticketing elektronik, pembaharuan rangkaian kereta listrik (meskipun hanya mampu membeli kereta bekas komuter dari Jepang) hingga pembenahan sistem manajemen PT KCJ sendiri.
Β
Saya sebagai penumpang temporer KRL Jabodetabek (tidak setiap hari), mengapresiasi seluruh upaya yang telah dilakukan oleh PT KAI maupun PT KCJ. Penambahan rangkaian KRL Jabodetabek terus bertambah, mulai dari 8 rangkaian per kereta hingga 10 rangkaian per kereta, untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang terus meningkat. Namun demikian tetap saja padat dan sesak di pagi dan sore hari. Β
Β
Sejak bulan Februari 2015, jumlah penumpang KRL sudah mencapai 670-720 ribu per hari, bahkan pada bulan Juni 2015 mencapai 914 ribu penumpang per hari. Jumlah ini seharusnya dicapai pada tahun 2016 mendatang. Artinya KRL sudah menjadi transportasi utama masyarakat Jabodetabek. Lalu bagaimana dengan angkutan feeder-nya? Ternyata angkutan feeder di setiap stasiun belum terintegrasi dengan baik. Ini tanggungjawab Pemda setempat.
Β
Untuk mengantisipasi ledakan penumpang yang sangat pesat, jajaran manajemen PT KCJ, akanΒ melakukan uji coba kereta dengan 12 rangkaian! Konsekuensi kereta 12 rangkaian ini (SF 12) memerlukan peron yang lebih panjang. Namun perpanjangan peron belum dapat dilakukan serentak dan segera. Untuk itu manajemen PT KCJ harus dapat menangani persoalan peron ini secara holistik karena berpotensi mengganggu kenyamanan bahkan keselamatan penumpang.
Β
Untuk perpanjangan peron, saat ini sedang dikerjakan di 16 stasiun relasi Bogor-Bekasi ditambah loopline (Stasiun Kramat dan Sudirman). Perpanjangan peron ini diharapkan bulan Desember 2015 selesai. Dalam waktu dekat akan beroperasi 5 rangkaian SF 12 dan akan bertambah menjadi 12 rangkaian SF 12 di bulan Desember 2015 untuk relasi Bekasi dan Bogor. 12 Rangkaian merupakan rangkaian terpanjanng yang bisa dilakukan PT KCJ mengingat keterbatasan signal di lintasan Jabodetabek.
Β
Penggunaan SF 12 merupakan solusi jangka pendek dari PT KCJ untuk memperbesar daya angkut guna mengantisipasi tingginya pertumbuhan penumpang KRL Jabodetabek saat ini. Perubahan panjang rangkaian KRL harus segera disosialisasikan dengan baik, supaya penumpang tidak bingung dan emosi. Penambahan kereta (gerbong) terpaksa dilakukan selagi penambahan rangkaian belum dimungkinkan karena terbatasnya lintasan, kecuali jika double double track (jalur Bekasi-Manggarai) selesai pada tahun 2017.
Β
Sejak April 2015 headway KRL Jabodetabek atau jarak kereta satu dengan lainnya saat pagi dan sore hari adalah 5 menit. Hal ini disebabkan karena jumlah perjalanan KRL Jabodetabek sudah mencapai 884 perjalanan (pada Desember 2015 akan menjadi 982 perjalanan). Tingginya jumlah perjalanan KRL Jabodetabek menyebabkan kemacetan di jalan raya semakin parah karena pintu kereta di perlintasan sebidang semakin lama ditutup.
Β
Untuk lebih meningkatkan pelayanan kepada publik PT KCJ harus melakukan banyak pembenahan, antara lain perbaikan dan penggantian listrik saluran atas (LSA) berikut ketahanan suplai listriknya, perbaikan signal, perpanjangan peron, peningkatan kemampuan gate dan kartu multi trip (KMT), sistem informasi di stasiun dan di dalam kereta dsb.
Β
Langkah ke Depan
Β
Pertama, Pemerintah jangan menghentikan subsidi ke KRL Jabodetabek supaya PT KCJ tetap bisa berinvestasi membeli sarana dan prasarana KRL demi peningkatan pelayanan kepada publik yang terus meningkat jumlahnya.
Β
Kedua, PT KCJ harus terus melakukan pendidikan publik terkait dengan semua pelayanan KRL Jabodetabek. PT KCJ juga harus terus meningkatkan kemampuan personel di lapangan, khususnya kemampuan berkomunikasi dan kesigapan menangani tindak susila atau kriminal baik di stasiun maupun di dalam kereta demi kemanan pengguna.
Β
Ketiga, terus tingkatkan dan perluas penggunaan teknologi informasi (Information Communication Technology) untuk sistem ticketing, parkir kendaraan, penanganan darurat dan berbagai informasi on line atau real time.
Β
Keempat, semua Pemerintah Daerah (Pemda), sesuai UU No. 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian, harus bertanggungjawab terhadap keamanan perlintasan sebidang. Misalnya menempatkan petugas penjaga pintu perlintasan atau membangun underpass (UP) atau flyover (FO). Β
Β
Terakhir yang perlu diingat oleh publik, adalah penambahan rangkaian atau perjalanan tidak akan mengurangi kepadatan di stasiun maupun di kereta komuter (khususnya pagi dan sore hari) karena jumlah pengguna akan terus meningkat sejalan dengan semakin macetnya semua jalan raya di Jabodetabek. Kondisi ini terjadi di semua kereta komuter di jam-jam sibuk di seluruh kota-kota besar dunia, jadi bukan hanya di Jabodetabek. Β
Β
*) AGUS PAMBAGIOΒ adalah Pemerhati Kebijakan Publik dan Perlindungan Konsumen
Halaman 2 dari 1











































