Sebagai contoh, sampah DKI Jakarta di Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantar Gebang terus bertambah tinggi tumpukannya, tanpa ada sentuhan teknologi untuk mengurangi persoalan di atas kecuali dengan metoda landfill. Dari studi "Penelitian Komposisi Sampah di DKI Jakarta" yang dibuat oleh Laboratorium Teknik Penyehatan & Lingkungan Program Studi Teknik Lingkungan, Departemen Teknik Sipil Universitas Indonesia (UI) pada tahun 2010, menunjukkan bahwa sampah di DKI Jakarta ternyata mayoritas (67%) berupa sampah organik yang berasal dari sampah rumah tangga bukan sampah kemasan hasil industri.
Dari sisi peraturan perundang-undangan, munculah UU No. 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah dan Peraturan Pemerintah (PP) No. 81 Tahun 2012 Tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga. Meskipun sudah sesuai dengan kondisi sampah di Jakarta dan bisa dipastikan juga di kota-kota besar lainnya, namun implementasinya masih belum jelas dan berjalan di tempat. Kemungkinan diperlukan adanya Peraturan Menteri (Permen) Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) sebagai peraturan pelaksanaan PP No. 81/2012 tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Persoalan Permen LHK yang Kurang Tepat Sasaran
Sebagai pelaksanaan UU No. 18/2008 maka diterbitkan PP No. 81/2012. PP ini seharusnya akan menjadi landasan baru pengelolaan sampah di Indonesia. PP tersebut mengubah pengelolaan sampah melalui pendekatan reduce at source dan resource recycle atau penerapan 3R (Reduce, Reuse, Recyle). Selain mengubah pandangan dan perlakuan sampah sebagai sumber daya alternatif, menurut 3R sampah dapat dimanfaatkan kembali, baik secara langsung, proses daur ulang , maupun proses lainnya. Namun pendekatan ini belum dapat berjalan dengan baik karena PP No. 81/2012 patut diduga dibuat tanpa kajian dan konsultasi publik yang baik.
Pilihan alternatif selain harus merevisi PP No. 81/2012 juga menerbitkan Permen LHK yang saat ini sedang dibahas dan akan segera ditetapkan. Rancangan Permen LHK yang ada isinya distruktif untuk industri karena regulator kurang melakukan konsultasi publik. Isi Permen LHK memberikan semua kewajiban terkait pengelolahan sampah pada produsen. Tentunya ini kurang bijaksana, salah sasaran dan berpotensi menciptakan hambatan bagi industri atau investasi.
Bagaimana tidak salah sasaran jika yang disasar oleh Permen LHK ini adalah sampah dari industri. Sementara dari hasil penelitaian yang dilakukan oleh UI di TPST Bantar Gebang, komposisi sampahnya adalah 67% sampah organik, 17% sampah plastik, 7% sampah tekstil, 6% sampah kertas, 1,5% sampah karet, 0,9% sampah kaca, 0,4% sampah logam dan 0,2% sampah lainnya. Jadi jelas yang bermasalah adalahΒ sampah organik rumah tangga (67%).
Sampah industri seperti plastik, berdasarkan jenis plastiknya adalah: 46% plastik kresek; 16% plastik tidak laku; 10% plastik PE; 9% plastik PP; 9% plastik emberan (tutup botol, botol shampoo, dan lainnya 4% plastik PS; 3% karung plastik; 2% plastik slopan (plastic pouch); dan 1% sandal plastik. Sampah plastik sudah ada pasarnya dan digemari pemulung karena nilai ekonominya tinggi, kecuali sampah plastik tidak laku. Dengan demikian sampah plastik industri kecil kemungkinannya menciptakan persoalan, karena pasar daur ulang plastik tinggi.
Komposisi sampah plastik tidak laku sangat dominan pada sampah yang masuk ke TPST Bantar Gebang. Kondisi ini perlu disikapi dengan serius mengingat sampah plastik jenis ini tidak memiliki nilai ekonomi serta tidak dapat terurai dalam jangka waktu yang sangat lama, sehingga pada akhirnya semua sampah plastik ini akan ditimbun di landfill dan tetap akan ada di dalamnya dalam keadaan utuh, kecuali digunakan teknologi penggunaan bahan kimia khusus yang harganya masih relatif mahal.
Teknologi sampah di Indonesia masih sangat primitif, yaitu sistem landfill. Potensi pengurangan sampah yang akan ditimbun di landfill diperkirakan dapat mencapai 21% atau 1.574 ton/hari apabila dilakukan dengan pemanfaatan sampah anorganik yang masih dapat didaur ulang. Pengurangan sampah akan bertambah besar apabila dilakukan pengomposan massal untuk sampah organik.
Jadi jelas bahwa persoalan sampah yang krusial adalah sampah organik yang umumnya dihasilkan oleh sampah rumah tangga dan tidak bernilai ekonomi karena tidak dapat didaur ulang seperti sampah non-organic. Jadi titik berat regulasi seharusnya di pengaturan sampah organik, khususnya yang berasal dari rumah tangga.
Rancangan Permen LHK harus bertujuan untuk mengurangi sampah organik (67%). Jangan disesatkan bahwa Permen LHK itu untuk mengatur sampah industri. Apalagi industri diharuskan bertanggungjawab terhadap sampah produknya yang tersebar di seluruh Indonesia, sementara sampahnya sudah habis diperebutkan oleh pemulung. Penekanan saya jelas bahwa industri jangan dibebani dengan persoalan yang tidak masuk akal dan bukan menjadi tanggungjawabnya.
Patut diduga isi draft Permen LHK muncul karena ada oknum di regulator yang mempunyai perusahaan pengolah sampah industri. Mereka ingin supaya ada kepastian pasok bahan baku sampah di perusahaannya. Semua sampah industri harus diangkut ke unit pengolahan sampah miliknya oleh industri. Model seperti ini tentunya dapat menghambat proses pengolahan sampah secara menyeluruh. Ketidakjelasan aturan berpotensi menciptakan peluang penyalahgunaan wewenang dan ketidakpastian.
Jalan Keluar
Dalam penyusunan sebuah kebijakan, Pemerintah harus selalu mengedepankan konsultasi publik, termasuk dengan para pemangku kepentingan.Β Supaya hasilnya optimal dan tidak kontra produktif seperti Draft Permen LHK ini.
Pengurangan ataupun pemanfaatan sampah terutama sampah plastik kemasan milik produsen merupakan tanggung jawab produsen. Oleh karena itu perlu dilakukan atau ditingkatkan upaya edukasi kepada masyarakat sehingga meningkatkan usaha daur ulang berbasis masyarakat dalam rangka mengurangi jumlah timbulan sampah plastik.
Pemilahan sampah sebaiknya dilakukan di sumber sampah sehingga dapat mengurangi bahkan menghilangkan potensi tercemarnya sampah yang masih dapat di daur ulang dengan sampah organik. Sehingga sampah dapat sepenuhnya dimanfaatkan kembali serta memiliki nilai jual yang lebih baik demi kesejahteran masyrakat. Semoga.
*) AGUS PAMBAGIO adalah Pemerhati kebijakan Publik dan Perlindungan Konsumen
Halaman
1
(nwk/nwk)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini