Jalan Terjal Mengalahkan ISIS
Bagikan opini, gagasan, atau sudut pandang Anda mengenai isu-isu terkini
Kirim Tulisan

Jalan Terjal Mengalahkan ISIS

Kamis, 02 Apr 2015 14:23 WIB
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com
Jakarta - Jauh sebelum Islamic State of Iraq and Syam (ISIS) lahir pada April 2013 di Suriah, sekelompok orang di Indonesia telah mengenal dan mendukung Daulah Islam Irak atau Islamic State of Iraq (ISI) yang didirikan pada 2006 di Irak. Kelompok militan yang mengidolakan Daulah Islam Irak di antaranya adalah sel militan yang dipimpin Noordin M Top, aktor penting aksi terorisme di Indonesia sepanjang 2003-2009.

Almarhum Bagus Budi Pranoto alias Urwah dari Solo, salah satu letnan penting Noordin M Top, bahkan memproduksi video proklamasi Daulah Islam Irak dalam bentuk VCD. Video ini diedarkan dan dikaji di kalangan terbatas pada 2007. Cikal-bakal ideologi ISIS ini disemai dengan cara sederhana. Spirit perlawanan disimpan dalam ingatan generasi setelahnya melalui cerita dari mulut ke mulut, risalah dan manuskrip, serta bahan tontonan.

Ide dasar Daulah Islam Irak relatif sama dengan ISIS pada hari ini. Namun metode perjuangan yang lebih kejam, menakutkan tapi efektif membuat ISIS dianggap lebih digdaya dan menjanjikan ketimbang pendahulunya. Debat panjang di kalangan jejaring militan mengenai lebih urgen mana daulah (pemerintahan) dengan tandzim (kelompok) dijawab ISIS dengan mendirikan ke-khilafah-an dengan nama Islamic State (Kekhilafahan Islam) pada Juni 2014. Singkatnya, di Indonesia ISIS dianggap lebih efektif dan konkret.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Gelombang awal dukungan ISIS di Indonesia dimulai pada 2013. Gelombang ini membesar pada tahun-tahun setelahnya. Dukungan terbuka melalui demonstrasi, majelis taklim, tablig akbar, bedah buku, sekaligus penggalangan dana tumbuh di hampir semua kota di Indonesia.

Ketika pemerintah mulai concern terhadap isu ini, arus kampanye kelompok pendukung ISIS sedikit kendur di permukaan. Namun, di bawah tanah, gerakan ini seperti bola salju. Terus menggelinding dan membesar. Dukungan yang awalnya sebatas ide dan pengiriman dana bantuan kemanusiaan menjelma jadi aksi konkret berupa pengiriman personel.

Berapa sesungguhnya jumlah pendukung ISIS di Indonesia? Lantas, berapa jumlah orang Indonesia yang tergabung dengan ISIS, baik di Suriah maupun Irak? Estimasi awal mungkin antara 2.000-3.000 orang. Hal ini bisa diukur dari banyaknya orang yang mengikuti aksi demonstrasi pro-ISIS, peserta tablig akbar, pengajian, dan bedah buku yang jumlahnya ratusan orang di tiap daerah.

Jumlah orang Indonesia yang bergabung dengan ISIS lebih susah lagi ditentukan. Perkiraan terbaik berkisar antara 200-300 orang, terhitung sejak 2013-2015. Angka estimasi berasal dari komunikasi pribadi penulis dengan salah satu orang Indonesia yang tengah berjihad di Suriah melalui Facebook.

Perlu dicatat bahwa tidak semua orang Indonesia yang berangkat ke Suriah maupun Irak bergabung dengan ISIS. Sebagian kecil di antara mereka bergabung dengan Jabhah Nushrah, Jabhah Islamiyah, Ahrar as Syam, dan beberapa kelompok lokal yang berbasis komunitas pemberontak di masyarakat setempat. Jumlah orang Indonesia yang berperang di Suriah dan Irak masih kalah dengan jumlah orang dari kawasan Eropa, Middle East, dan Afrika yang mencapai ribuan orang per negara.

Secara teoretis, keberadaan orang Indonesia yang berperang bersama ISIS tidak atau belum membawa masalah apa pun di Indonesia. Ancaman gangguan keamanan akan muncul saat seluruh atau sebagian dari mereka kembali ke Indonesia.

Patut disayangkan bahwa pemerintah belum memiliki catatan yang lengkap tentang mereka. Database sangat penting, terutama untuk menentukan strategi dan program tertentu yang relevan bagi mereka yang akan kembali ke Indonesia nantinya.

Sejarah mengajarkan, pada akhir 1990-an terdapat kurang-lebih 400 orang Indonesia yang berperang dalam jihad Afganistan. Pemerintah tidak memiliki cukup data untuk menilai seberapa bahaya keberadaan orang-orang ini. Peristiwa bom malam Natal Desember 2000, beberapa aksi bom di tahun 2001, dan bom Bali Oktober 2002 ternyata dimotori oleh para alumnus jihad Afganistan ini. Kurang-lebih 100 orang atau seperempat dari populasi alumni jihad ini ditangkap dan dipenjarakan. Namun sisanya, sekitar 300 orang, bisa kembali hidup normal di tengah masyarakat.

Pemetaan dan database yang strategis akan membuat pemerintah mampu memilah pendekatan apa yang harus dipakai. Klasifikasi dalam proses database dan pemetaan ini akan menunjukkan siapa saja yang harus diawasi dan siapa yang harus dirangkul karena tidak mencerminkan ancaman bagi masyarakat dan pemerintah.

Pekerjaan rumah (PR) pemerintah bukan hanya soal antisipasi kepulangan mereka, tapi juga bagaimana mencegah agar tidak lebih banyak lagi orang Indonesia yang berangkat ke Suriah. Membiarkan jumlah orang Indonesia berangkat ke Suriah ibarat menanam ranjau di kebun sendiri. Sebab, meski banyak orang Indonesia yang mempercayai konsep hijrah ke tanah Syam yang diberkati itu, tetap akan ada orang Indonesia yang kembali. Faktor sosial-politik dan budaya di Suriah akan secara signifikan membuat mereka terpaksa atau dengan kesadaran kembali ke Indonesia.

Lantas, bagaimana menghadapi pendukungnya yang masih eksis di Indonesia? Perangkat hukum untuk menangani perekrut, pendukung logistik, dan penggalang dana sudah ada. Namun tetap diperlukan kejelian dan kecermatan aparat hukum untuk memilah mana yang memiliki peran strategis dan mana yang hanya penggembira. Karena, salah perlakuan dan penanganan hanya akan menimbulkan dendam tak berkesudahan.

Mengatasi kelompok yang bahkan memiliki sejarah telah mengenal dan mendukung cikal-bakal ISIS sejak hampir 10 tahun lalu di Indonesia memang sulit dan kompleks. Jalan terjal mengalahkan ISIS hanya bisa dilalui dengan dua hal: cermat menggunakan hukum dan tekun melawan ide.

*) Taufik Darmawan Andri Susanto adalah Direktur Eksekutif Yayasan Prasasti Perdamaian-Jakarta (2014-sekarang).

*) Kolom ini sudah dimuat di majalah detik Edisi 174, 30 Maret-5 April 2015

(nwk/nwk)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads