Bosan di Barak
Bagikan opini, gagasan, atau sudut pandang Anda mengenai isu-isu terkini
Kirim Tulisan

Bosan di Barak

Senin, 24 Nov 2014 11:02 WIB
Ardi Winangun
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com
Jakarta - Bentrok antara anggota TNI dan Brimob di Batam, Kepulauan Riau, yang terjadi beberapa waktu yang lalu meski sudah didamaikan para petinggi, Kapolri dan Panglima TNI-KSAD, rupanya terjadi kembali pada 19 November 2014. Sebagai aparat bersenjata tentu bentrok yang terjadi bukan sekadar lempar batu seperti tawuran antarkampung namun sudah melontarkan peluru-peluru tajam dari bedhil yang biasa mereka sandang. Bila demikian terjadi, maka suasana di lokasi dan sekitarnya seperti perang antar dua kubu.

Biasanya dalam masalah ini, konflik dan perseteruan yang menahun itu akan selesai setelah para petinggi mereka turun langsung dan mendamaikan. Untuk mencegah bentrok tidak meluas ke daerah lain, biasanya aparat TNI dan Polisi di daerah lain menggelar acara bareng, seperti lomba lari, lomba gedong, dan joged bersama. Tujuan acara itu dilakukan agar kecurigaan dan ketegangan mereka hilang, berganti dengan suasana keakraban.

Faktor klasik dalam bentrok, biasanya diungkapkan oleh para petinggi mereka dengan dalih adanya kesenjangan sosial, salah paham, dan jiwa muda. Bila itu diyakini sebagai pemicu masalah, mengapai tidak diselesaikan secara tuntas. Kesenjangan ekonomi, adalah masalah yang tidak hanya dialami oleh TNI dan Polisi namun juga oleh rakyat. Dengan demikian bentrokan antarkedua institusi akan terjadi lagi sebab masalah itu belum terentaskan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sebenarnya ada faktor lain, di luar masalah kesenjangan ekonomi, salah paham, dan jiwa muda, yang menyebabkan mereka barter peluru lewat moncong senapan. Sebagaimana diketahui, bangsa ini relatif damai dibanding dengan negara lain. Indonesia secara nyata tidak memiliki musuh. Tidak seperti di negara-negara Arab, Korea Utara dan Korea Selatan, China dan Taiwan, dan sekarang Rusia-Ukraina.

Dalam kondisi damai tentu membuat aparat kita lebih banyak di barak. Meski di barak ada latihan rutin dan tetap menjaga disiplin. Bila hal demikian terjadi sepanjang tahun, hal ini bisa membuat mereka mengalami kejenuhan. Dari kejenuhan inilah membuat mereka mengalami tekanan
psikologis yang membuat mereka bisa jadi mencari pelampiasan. Tentu pelampiasan orang biasa dengan orang yang dibentuk untuk melakukan kekerasan bahkan pembunuhan, beda caranya.

Untuk mengatasi yang demikian, kebosanan dan kejenuhan akibat tidak berfungsinya mereka pada tugas sesungguhnya, seharusnya pemerintah menciptakan 'mandala' kepada mereka. Mandala bagi aparat bersenjata tentu lebih menarik dan menantang daripada tinggal di barak. Mandala itu tidak hanya untuk melepaskan emosi mereka namun juga untuk membentuk keprofesionalan dan ketangguhan.

Kalau kita cermati di Masa Orde Baru atau Orde Lama, kesenjangan di masyarakat sangat menganga namun bentrok antara TNI dan Polisi tidak terjadi. Faktornya bukan karena mereka masih di bawah satu payung, ABRI, namun karena ada mandala-mandala yang membuat mereka melepaskan emosi. Operasi Trikora, Operasi Dwikora, Operasi Seroja di Timor Timur, dan operasi-operasi lainnya melibatkan TNI dan Polisi sehingga mandala itu bisa menyalurkan emosi mereka dalam tugas dan fungsi yang sebenarnya. Aparat di tingkat lapangan tidak di barak saja selama masa-masa itu.

Bentrokan antara tentara dan polisi tidak terjadi di Amerika Serikat, meski di sana marak geng bersenjata dan bisnis gelap, karena di negara itu pemerintahan secara aktif membentuk mandala-mandala di berbagai belahan dunia. Tentaranya dikirim tidak hanya di Timur Tengah namun juga ke perbatasan-perbatasan wilayah konflik yang secara langsung atau tidak langsung melibatkan kepentingan Amerika Serikat.

Dengan mengirimkan mereka ke berbagai belahan dunia membuat tentara Amerika tidak mengalami kejenuhan dan kebosanan di barak. Mengirimkan mereka ke mandala sangat menguntungkan bagi institusi militer Amerika, tentara mereka menjadi terlatih, profesional, dan disegani oleh negara lain.

Hal demikianlah yang seharusnya dipikirkan oleh pemerintah kita untuk menciptakan mandala bagi aparat bersenjata. Dengan membuat mandala bagi mereka akan mencegah mereka menciptakan mandala sendiri. Dengan adanya kesibukan di medan tugas yang sesungguhnya, perang, akan melupakan mereka dengan hal-hal di luar tugas resmi, seperti terlibat dalam backing-backing urusan bisnis dan hiburan.

Keinginan untuk menciptakan mandala bagi mereka, bisa jadi akan terhambat oleh kebijakan pemerintah yang selama ini mengedepankan diplomasi dalam urusan luar megeri dan tidak bersikap agresif dalam masalah pertahanan. Bila demikian, masalah bentrok antar dua institusi itu akan terus terjadi. Lihat saja yang di Batam, meski mereka sudah didamaikan namun mereka melakukan hal yang sama. Kita tidak tahu, apakah memang Batam dijadikan โ€˜mandalaโ€™ buat mereka.

*) Ardi Winangun, pengamat politik, pernah bekerja di Civil-Militery Relations Studies. Tinggal di Matraman, Jakarta.

(nwk/nwk)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads