Catatan pertama, Ahok akan menjadi gubernur pertama yang dilantik oleh Presiden Jokowi. Menariknya, yang dilantik adalah orang yang menggantikan sang Presiden sendiri. Prosesi pelantikan ini, bisa jadi, makin meneguhkan hubungan kerjasama Jokowi-Ahok.
Meski Jokowi-Ahok tidak lagi berada dalam duet pemerintahan, hubungan yang baik ini kiranya akan terus berjalan. Jokowi membutuhkan Ahok karena faktanya kantor kepresidenan berada di Ibukota. Berhasil-tidaknya pembangunan Ibukota, seperti bagaimana mengatasi macet dan banjir, akan berdampak pula pada pemerintahan Jokowi.
Bagaimanapun Ibukota adalah etalase negara ini. Bila Jakarta tak tertangani secara apik, apalagi daerah yang jauh dari pusat kekuasaan.
Tentu saja tidak mudah mengatasi macet dan banjir serta seabrek problem Ibukota lainnya, tetapi bila dua hal ini masih tampak, masyarakat akan terus mendukung pemerintahan, baik di pusat (Jokowi) maupun di Jakarta (Ahok).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ahok, sebaliknya, juga pasti membutuhkan Jokowi sebagai Presiden karena banyak masalah Ibukota yang memerlukan uluran tangan pusat kekuasaan. Problem Jakarta tak cukup diselesaikan pemerintahan lokal saja. Pemerintah pusat juga harus turun tangan. Pemerintah lokal dan pemerintah pusat harus memiliki komunikasi yang baik untuk bagaimana mengatasi problem Ibukota. Sering masalah tak dapat dipecahkan atau susah dicarikan solusi hanya karena problem komunikasi. Misalnya, komunikasi tidak baik yang pernah terjadi antara Ahok dan Menteri Pemuda dan Olahraga Roy Suryo soal pembangunan fasilitas olahraga.
Berkah Perppu
Pelantikan Ahok oleh Presiden Jokowi bisa terjadi karena berlakunya Perppu Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota. Pasal 163 ayat (1) Perppu 1/2014 menyatakan, βGubernur dilantik oleh Presiden di ibu kota negaraβ.
Bila Presiden Jokowi berhalangan, pelantikan bisa dilakukan oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla. Bila Wakil Presiden juga tidak bisa melantik, barulah Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo yang melakukan pelantikan. Selama ini, melalui ketentuan UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, pelantikan cukup dilakukan oleh mendagri sebagaimana disebut dalam Pasal 111 ayat (1).
Bisa dikatakan Perppu 1/2014 yang dikeluarkan Presiden SBY pada 2 Oktober 2014, 18 hari menjelang masa kepresiden berakhir, memberikan banyak berkah bagi Ahok. Selain dilantik langsung oleh Presiden Jokowi, berkah lainnya adalah kebebasan untuk memilih wakil gubernur.
Setelah dilantik menjadi gubernur, dalam rentang waktu 15 hari, Ahok dapat mengusulkan sendiri wakil gubernur kepada presiden melalui Mendagri. Bila keppres wakil gubernur telah diterbitkan, Ahok sendiri yang akan melantik wakil gubernur tersebut.
Perppu 1/2014 memang mendesain pemilihan gubenur dan wakil gubernur tidak satu paket untuk menghindari benturan antara kedua pejabat publik ini, terutama menjelang pemilihan gubernur berikutnya. Dengan demikian, posisi Wakil Gubernur DKI tidak lagi menjadi jatah atau rebutan partai pengusung, dalam hal ini PDIP dan Gerindra sebagaimana ditentukan oleh UU 32/2004. Ahok dapat memilih wakil gubernur dari mana saja, termasuk dari kalangan pegawai negeri sipil (PNS), kendati tidak terhalang pula untuk mengajukan anggota parpol untuk mendampinginya.
Berkah berikutnya, pelantikan Ahok sebagai gubernur menggantikan Jokowi sama sekali tidak memerlukan birokrasi DPRD, semisal gelaran rapat paripurna untuk mengumumkan dan mengusulkan seperti ketika Jokowi mengundurkan diri sebagai Gubernur DKI. Ahok menjadi Gubernur DKI otomatis karena undang-undang yang mengaturnya.
Pasal 203 ayat (1) Perppu 1/2014 menyatakan, βDalam hal terjadi kekosongan Gubernur, Bupati, dan Walikota yang diangkat berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Wakil Gubernur, Wakil Bupati, dan Wakil Walikota menggantikan Gubernur, Bupati, dan Walikota sampai dengan berakhir masa jabatannya.β
Jokowi-Ahok diangkat berdasarkan UU 32/2004 sehingga Ahok berhak menggantikan Jokowi hingga sisa masa jabatan berakhir pada tahun 2017. UU 32/2004 adalah satu-satunya undang-undang yang mengatur tentang pengangkatan kepala daerah dan wakil kepala daerah terpilih, tidak ada undang-undang lain.
Gonjang-ganjing rapat paripurna DPRD DKI pekan lalu (14/11/2014) sama sekali tidak ada artinya dari sisi yuridis terhadap pelantikan Ahok. Pelantikan Ahok tidak digantungkan pada ada tidaknya restu dari DPRD DKI. Tanpa sidang paripurna DPRD DKI sekalipun, Ahok tetap dapat dilantik menjadi Gubernur menggantikan Jokowi.
Tindakan yang perlu dilakukan, Presiden Jokowi segera mengeluarkan keppres pengangkatan Ahok sebagai Gubernur DKI untuk menggantikan dirinya, lalu melantik Ahok di Ibukota, yang artinya bisa di Istana Negara. Tidak perlu di Sidang Paripurna DPRD DKI sebagaimana pelantikan selama ini.
Tantangan Ahok
Oleh karena itu, kepada sebagian anggota DPRD DKI dan sebagian komponen masyarakat yang masih berkeberatan terhadap Ahok, berhentilah memprovokasi keadaan. Kembalilah kepada aturan yang berlaku. Relakan Ahok menjadi Gubernur DKI.
Ahok memang minoritas dari tiga sisi: dari sisi etnis, dari sisi agama, dan dari sisi asal daerah. Bahkan, Ahok juga kini tidak berpartai setelah keluar dari Gerindra. Namun, di situlah tantangan terbesar Ahok dan celah harapan bagi kita semua.
Dalam memimpin dan membangun Jakarta, Ahok tidak bisa banyak mengandalkan beking politik atau sokongan kelompok-kelompok mayoritas dalam masyarakat. Ahok sendirian. Dalam kesendirian tersebut, Ahok harus tetap lurus dan bersih agar masyarakat, terutama yang silent majority, tetap mendukung.
Rakyat yang mendambakan Jakarta tidak macet, tidak banjir, tidak bau karena sampah di mana-mana, tidak ada korupsi lagi, akan terus mendukung Ahok bila sang Gubernur terus berada di jalur lurus. Bila tidak, bila terbukti Ahok juga terjerat korupsi seperti banyak kepala daerah lainnya, Ahok akan hancur. Masyarakat tidak akan mendukung lagi. Masyarakat sendiri pula yang akan menghentikan Ahok.
Marilah sama-sama kita mengikhlaskan Ahok menjadi Gubernur DKI, melanjutkan sisa jabatan Jokowi hingga 2017. Marilah kita mengawal, ikut membantu, dan juga mengawasinya agar tidak terjerambab seperti banyak kepala daerah lainnya. Agar Jakarta yang makin tidak manusia untuk dihuni ini diberikan jalan keluar melalui kita semua dan diri seorang Ahok.
"Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang mengubah apa-apa yang pada diri mereka β (QS 13:11).
Selamat datang dan selamat bekerja lebih giat lagi Pak Gubernur Ahok!
Jakarta, 17 November 2014
*) Refly Harun adalah Warga DKI, Pengajar dan Praktisi Hukum Tatanegara
(nwk/nwk)