Organisasi Sebuah Kabinet
Bagikan opini, gagasan, atau sudut pandang Anda mengenai isu-isu terkini
Kirim Tulisan

Organisasi Sebuah Kabinet

Kamis, 28 Agu 2014 12:57 WIB
Said Zainal Abidin
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com
Jakarta - Sejak dahulu, penyusunan kabinet selalu menjadi bahan perdebatan di kalangan mereka yang mempunyai wewenang atau yang diikutsertakan dalam penysunan itu. Pengikutsertaan ini mengandung pengertian bahwa yang memegang kendali atau yang mempunyai wewenang dalam penyusunan itu adalah pimpinan pemerintahan atau sebuah formatur yang dibentuk dari beberapa orang yang dipercayakan untuk itu oleh pimpinan pemerintahan yang terpilih atau yang berkuasa.

Beberapa hal yang menyangkut dengan itu antara lain adalah:

Pertama, objek pembahasan berdasarkan prioritas masing-masing. Ada yang cenderung untuk mengajukan berdasarkan partai yang diwakili, ada yang berdasarkan keahlian yang cocok dengan jabatan yang akan diduduki, ada yang berdasarkan daerah asal dan sebagainya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Biasanya objek perdebatan itu tidak begitu terbuka kepada umum. Sehingga umum atau masayarakat meraba-raba siapa yang bakal masuk dalam kabinet dan siapa yang bakal menduduki jabatan apa.

Kedua, tentang besarnya kabinet yang dilihat pada banyaknya jumlah para menteri yang akan menduduki jabatan itu. Sebagian mengusulkan 'kabinet ramping' agar mudah dikoordinasi dan hemat biaya rutin untuk para menteri. Sebagian lagi menginginkan 'kabinet gemuk', agar terwakili semua kepentingan. Ada lagi yang menyebutkan kabinet ramping, tapi kaya fungsi. Apa yang dimaksudkan dengan ini seringkali agak kabur, meskipun menyebutnya mudah.

Dilihat dari teori organisasi dan manajemen strategi publik, istilah ramping dan gemuk itu tidak perlu ada. Organisasi yang baik, adalah yang efektif. Yakni, yang mampu merealisasikan strategi Kabinet dengan baik. Dengan kata lain, Kabinet yang efektif adalah kabinet yang mampu merealisasikan setiap kebijakan publik atau keputusan yang dibuat pemerintah sesuai dengan fungsinya.

Dalam hal ini yang perlu diingat, bukan organisasi yang terlebih dahulu lahir dari suatu organisasi, tetapi strateginya. Katakanlah misalnya Nawa Cita yang dapat dijadikan sebagai Strategi Umum Kabinet Jokowi-JK. Kemudian baru disusun organisasi.

Dengan kata lain, dalam teori organisasi publik, organisasi lahir karena ada strategi bukan sebaliknya. Beberapa di antara strategi umum itu dapat dipecah dalam sub-strategi yang akan diwujudkan dalam sebuah organisasi Kementerian. Seterusnya menterilah yang akan menyusun sub-sub strategi yang akan diberikan kepada para pejabat Eselon-1. Dengan demikian besarnya kabinet atau banyaknya jumlah menteri tergantung pada keperluan untuk merealisasikan Strategi Kabinet.

Organisasi kabinet yang baik juga adalah yang efisien. Dalam arti bahwa wewenang dan tugas antar organisasi tidak tumpang tindih (Overlaped). Banyak biaya dan tenaga terbuang karena adanya tumpang tindih tugas dan kekuasaan. Tiap organisasi dalam kabinet harus jelas batas wewenang dan tanggungjawabnya. Antara wewenang dan tanggung jawab itu harus terdapat keseimbangan. Kalau wewenang lebih besar dari tanggungjawab, terjadi kecenderungan otoriterisme. Sebaliknya wewenang yang lebih kecil dari tanggung jawab, mempersulit realisasi tugas.

Ketiga, susunan kabinet hendaknya dapat memperoleh dukungan. Bukan sekedar dukungan dari partai, tapi yang lebih penting dukungan dari rakyat yang akan dilayani. Artinya mereka yang ditunjuk sebagai menteri mempunyai kecakapan untuk itu, jujur dan ikhlas bekerja untuk kepentingan publik.

Orang cakap belum tentu jujur, orang jujur belum tentu ikhlas. Sekedar jujur, boleh jadi bersifat pasif, tetapi dengan ikhlas dia bekerja semata-mata karena Allah untuk kepentingan masyarakat. Orang ikhlas juga ada inisiatif, sehingga semua tugas dan tanggungjawabnya terlaksana secara tuntas. Bukan untuk mendapat pujian, tapi karena itu memang tanggungjawabnya. Orang ikhlas tidak perlu banyak diawasi, karena dia akan berusaha dengan sebaik-baiknya.

Keempat, sebuah kabinet yang baik juga terdapat sinergisitas antar unit. Setiap menteri harus memahami batas tugasnya sendiri dan batas tugas menteri lain yang dekat dengan urusannya. Dalam hal-hal yang terakhir ini ada baiknya diadakan kerjasama. Baik dengan koordinasi dibawah seorang Menko maupun secara langsung atas inisiatif sendiri.

Dalam hal ini yang penting ada sikap 'ngalah' bukan ingin menang di antara sesama. Sinergi mempermudah bekerja, melipatgandakan kinerja dan memperingan tugas koordinasi dari Pimpinan. Mudah-mudahan Kabinet Jokowi-JK yang akan datang merupakan kabinet yang efektif dan efisien, mampu menunaikan segala kewajiban dan terimplementasi segala keputusan yang dibuat.

*) Said Zainal Abidin adalah Guru Besar STIA LAN dan mantan Penasihat KPK

(nwk/nwk)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads