Desain Kemenangan
Keberhasilan Aburizal Bakrie menduduki puncak kepemimpinan Partai Golkar dalam Munas ke-8 tahun 2009 di Pekanbaru, Riau, memunculkan harapan besar bagi kejayaan partai ke depannya. Aktivitas birokrasi dan bisnis yang melebur dalam figur Aburizal Bakrie dipandang mampu meneruskan karakteristik Partai Golkar Baru sebagai partai modern. Segenap komponen partai pun memberikan dukungan dan kepercayaan penuh kepadanya, dengan harapan Partai Golkar akan kembali merebut kemenangan dan kejayaannya.
Atas dasar itulah, berbagai strategi dan kebijakan disusun sedemikian rupa dengan mengakomodasi harapan segenap komponen Partai Golkar tersebut. Secara khusus, dalam kepemimpinan Aburizal Bakrie dicetuskan program Catur Sukses, berupa Sukses Konsolidasi, Sukses Kaderisasi, Sukses Kekaryaan dan Sukses Pemilihan Legislatif dan Pemilihan Presiden 2014. Program Catur Sukses ini menggambarkan tahapan-tahan kinerja tiap tahunnya yang rasional, terukur dan teruji. Karena kegagalan Partai Golkar di masa sebelumnya dipandang karena tidak adanya tahapan-tahapan kinerja internal yang rasional, terukur hingga bisa dievaluasi.
Agenda-agenda Catur Sukses yang berjalan dengan baik dengan pemenuhan atas target-target yang terkandung di dalamnya akan beriringan dengan figur Aburizal Bakrie yang dicanangkan sejak awal sebagai Calon Presiden Republik Indonesia pada tahun 2014. Tentu saja, pencanangan itu bukanlah tanpa dasar, mengingat tahapan dan agenda Catur Sukses yang akan berjalan dengan baik akan menjamin kesuksesan Partai Golkar dalam even kontestasi Pileg dan Pilpres 2014.
Agenda dan tahapan Catur Sukses kemudian diaktualisasikan dalam tahun-tahun masa kepemimpinan Aburizal Bakrie, yang juga diiringi dengan serangkaian evaluasi dalam setiap pelaksanaan Rapat Pimpinan Nasional yang juga digelar setiap tahun. Karena itulah kemudian dikenal dengan Tahun Konsolidasi, Tahun Kaderisasi, Tahun Kekaryaan, Tahun Pemantapan, dan Tahun Kemenangan.
Prediksi tentang agenda tahunan tersebutlah yang menempatkan Munas ke-9 dilaksanakan pada tahun 2015, dengan asumsi multipartai yang berpotensi memunculkan calon-calon presiden, sehingga kemungkinan Pilpres dilangsungkan selama 2 (dua) putaran menjadi tidak terelakkan. Pada gilirannya akan berimbas pada siklus lima tahunan Munas Partai Golkar yang sejatinya pada bulan Oktober, akan terhambat oleh agenda Pilpres 2 (dua) putaran tersebut.
Kemungkinan-kemungkinan itulah yang diprediksi akan terjadi pada Pemilu Pilpres 2014, sehingga memunculkan rekomendasi pelaksanaan Munas ke-9 pada tahun 2015. Di luar dari semua kemungkinan itu, rekomendasi tersebut juga merupakan bagian dari strategi politik internal untuk tidak menggangu euforia kemenangan Partai Golkar setelah memenangkan Aburizal Bakrie pada Piplres 2014.
Dengan demikian, rekomendasi Munas 2009 tentang Munas ke-9 yang diadakan pada tahun 2015 adalah bagian dari desain kesuksesan dan keberhasilan Partai Golkar dalam menjalankan agenda dan tahapan kinerjanya. Rekomendasi tersebut juga bisa dipandang sebagai “Desain Kemenangan” Partai Golkar.
Namun, alih-alih berbicara tentang kemungkinan kemenangan, Aburizal Bakrie tidak memperoleh dukungan untuk sekedar memenuhi syarat untuk merebut “boarding pass” sebagai calon presiden. Belum lagi untuk sekedar menyinggung kemungkinan Piplres 2 (dua) putaran yang justru haya diikuti oleh 2 (dua) pasang calon.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menjaga Konstitusi
Selain kehilangan relevansi, penyelenggaraan Munas ke-9 yang diputuskan pada tahun 2015, hanya didasarkan pada sebuah rekomendasi yang memiliki status konstitusional lebih rendah dari Anggaran Dasar Partai Golkar yang justru mengamanatkan pelaksanaan Munas sekali dalam 5 (lima) tahun (Pasal 30). Dengan demikian, mengedepankan keputusan yang bersumber pada sebuah rekomendasi adalah sebentuk pengabaian atas konstitusi tertinggi organisasi.
Pengabaian tersebut juga bermakna pengingkaran atas kedaulatan Partai Golkar yang berada di tangan anggota partai. Hal itu disebutkan dengan jelas dalam Pasal 4 Anggaran Dasar, bahwa kedaulatan Partai Golkar ada di tangan anggota dan dilaksanakan menurut ketentuan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga.
Penolakan terhadap Munas telah menunjukkan kepongahan segelintir elit partai yang hanya mementingkan syahwat kekuasaan dengan menafikan kedaulatan anggota yang sejatinya merupakan bagian dari kepentingan organisasi. Syahwat kekuasaan telah membutakan mata yang seharusnya memandang organisasi politik Partai Golkar merupakan organisasi milik bersama, bukan segelintir orang maupun kelompok.
Syahwat inilah yang selama ini menjadikan Partai Golkar cenderung eksklusif, pragmatis dan otoriter. Berbagai kebijakan muncul sepihak dan sewenang-wenang, hingga menzalimi kader partai sendiri. Partai Golkar pun semakin mengalami degradasi dan keterpurukan, bahkan lebih buruk sejak era reformasi.
Munas ke-9 pada tahun 2014 menjadi tonggak awal konstitusional untuk membangun kembali serpihan-serpihan kepertepurukan demi kejayaan di masa yang akan datang. Momentum itu pula yang akan menjadi titik balik bagi perbaikan manajemen internal kepartaian yang sepenuhnya berperan dan berperilaku untuk kepentingan partai, bukan kepentingan pribadi, kelompok ataupun golongan.
*) Yorrys Raweyai adalah Ketua DPP Partai Golkar bidang Pemuda
(nwk/nwk)











































