Lebaran Macet Itu Indah
Bagikan opini, gagasan, atau sudut pandang Anda mengenai isu-isu terkini
Kirim Tulisan

Kolom Djoko Sukahar

Lebaran Macet Itu Indah

Sabtu, 26 Jul 2014 13:55 WIB
Djoko Suud Sukahar
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com
Lebaran Macet Itu Indah
Jakarta - Jakarta lengang. Makin sepi saja mendekati lebaran. Kesemrawutan itu berpindah ruang. Tidak lagi di ibukota, tetapi di daerah-daerah. Kabar macet dan 'nggemet' terus tak berubah. Dan hari-hari ini kita merasakan, betapa kemacetan ternyata indah. Indah sebagai greget sebuah kota.

Hari-hari biasa, warga yang tinggal di Jakarta selalu mengeluh macet. Itu terjadi di seluruh ruas jalan. Dari jalan biasa hingga jalan tol. Macet itu semakin parah kalau lagi hujan atau terjadi kecelakaan. Kendaraan tidak hanya jalan merayap, tetapi acap mandeg.

Sekarang, di hari mendekati lebaran ini, jalanan Jakarta lengang. Kendaraan hanya satu dua yang lalu-lalang. Jalan-jalan protokol kelihatan indah dipandang. Taman bisa dibaui semerbak harum bunganya. Embun pagi, prosesi jatuh dan menempel di daun-daun nikmat untuk diikuti. Inilah firdaus. Taman surga.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tapi surga mata itu ternyata tidak seirama dengan kebahagiaan hati. Kelengangan kota Jakarta menyiksa. Kebutuhan yang biasa tersedia di sekitar kini sulit dicari. Penjual kaki lima yang dituding sebagai 'perusak' pemandangan kota memburu nostalgia. Mereka tidak berjualan, kabur ke kampung halaman.

Sopir-sopir taksi yang tidak mudik mengeluh kehilangan pendapatan. Penumpang menyusut drastis, dan mengurangi kegairahan pengemudi. Gedung pencakar langit yang biasa benderang jika malam kini menjadi gulita. Bangunan-bangunan megah itu terlihat seperti onggokan misterius. Benda yang menerbitkan rasa takut.

Melihat suasana Kota Jakarta di hari raya idul fitri ini, saya jadi terbayang novel eksistensialis Iwan Simatupang, 'Kering'. Betapa sama nuansa novel itu dengan ritme Jakarta hari-hari ini. Lengang yang tidak menenangkan. Senyap yang tidak membuat jenak. Ada gemuruh yang bersifat mistis di balik kesunyiannya.

Dalam bahasa Jangka Jayabaya, sekarang ini Jakarta masuk dalam situasi 'pasar ilang kumandange. Kedung ilang sumbere'. Pasar yang kehilangan gaungnya, dan kalaulah itu danau, maka dia kehilangan mata airnya. Jakarta berubah menjadi kota mati. Kota yang ditinggal penghuni, penjual dan pembeli.

Realitas ini seperti menyuruh kita untuk menerawang masa pemerintahan lama, saat masih kerajaan yang dipimpin raja-raja. Kerajaan besar adalah yang dihuni banyak rakyat. Jika rakyat eksodus ke kerajaan lain, maka runtuh pula kebesaran kerajaan itu. Rakyat memang legitimasi dari fox populi fox dei. Suara rakyat suara Tuhan.

Simak Kemukus di Kota Sragen yang sekarang kembali menjadi desa kecil. Ketika dijadikan tempat pelarian Pangeran Samudra dengan Dewi Ontrowulan, desa ini dalam tempo singkat menjadi daerah maju. Rakyat dari beberapa kerajaan ramai datang. Mereka menetap, dan denyut kehidupan, maraknya transaksi dagang, mengubah daerah baru itu menjadi sebuah pemerintahan.

Kini Jakarta telah kehilangan 'rakyat' itu. Kota yang memegang 80% sirkulasi uang dari perputaran nasional itu terasa lumpuh. Orangnya menyebar kemana-mana. Uangnya ditransaksikan ke berbagai daerah. Dan tidak terbayangkan jika Jakarta dibiarkan seperti ini dalam hitungan bulan.

Maka, di saat pulang kampung, di tengah mudik, renungan perlu dilakukan untuk bekal kembali ke Jakarta. Macet bukan masalah. Macet adalah berkah. Itu nafas yang menggerakkan negeri ini, include Kota Jakarta. Tanpa macet Jakarta akan jadi onggokan bangunan beton yang menakutkan. Kota mati.

Ya, kemacetan Jakarta itu ternyata indah. Juga kemacetan hari-hari ini yang ada di mana-mana. Itu tanda ada greget. Vitalitas, kegairahan, dan semangat untuk saling menguntai kembali kekerabatan, silaturahim. Selamat mudik dan selamat lebaran saudaraku, minal aidin wal faizin.

*) Djoko Suud Sukahar adalah pemerhati sosial budaya. Penulis tinggal di Jakarta.

(try/try)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads